Wed 2 January 2008 08:00 | Al-Quran > Tafsir | 11.702 views
Assalamu 'alaikum ustadz
Teman saya membaca Al-Quran dan meski dia tidak menguasai bahasa Arab, dia bilang bahwa dirinya mendapatkan beberapa ayat yang kelihatannya tidak sejalan dengan apa yang dikatakan oleh para ulama.
Misalnya, Al-Quran tidak pernah mewajibkan para wanita memakai kerudung, tetapi mengapa para ulama mewajibkan? Itu bisa kita baca dalam surat An-Nur ayat 31:
Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya (QS. An-Nuur: 31)
Yang dia tekankan bahwa pada teksnya Al-Quran tidak sampai mewajibkan pemakaian kerudung, tetapi hanya menganjurkan saja.
Karena perintah itu dimulai dengan kata hendaklah. Di mana menurut dia bahwa ungkapan dengan menggunakan kata hendaklah bukan merupakan perintah, melainkan hanya himbauan, saran atau anjuran saja.
Bagaimana pandangan ustadz dalam masalah ini?
Jawaban :
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang selalu akan muncul kekurangan kalau kita memahami Al-Quran lewat terjemahan. Sebab penerjemahan dari suatu bahasa ke bahasa lain memang akan selalu mengalami penurunan kualitas pesan. Dan akan menjadi fatal bila terkait dengan kandungan hukum.
Para ahli fiqih sebenarnya sudah menjelaskan sejak dahulu bahwa syarat paling esensial untuk memahami Al-Quran dan menarik kesimpulan hukum adalah dengan menguasai bahasa arab. Bukan hanya grammarnya saja, tetapi sekalian juga rasa bahasanya.
Dan sebuah penerjemahan akan menghilangkan rasa bahasa yang original bahkan seringkali menghasilkan bias maknanya. Salah satu kasusnya adalah apa yang anda tanyakan di atas.
Memang benar bahwa kata 'hendaklah' dalam rasa bahasa kita tidak menjadi kewajiban, hanya terbatas pada himbauan, anjuran atau saran. Artinya, bila tidak dikerjakan karena suatu hal tertentu, maka tidak mengapa hukumnya.
Sebenarnya yang terjadi adalah kesalahan atau keterpelesetan ketika menterjemahkan. Terjemahan yang benar dari ayat yang anda tanyakan itu sebenarnya buka 'hendaklah', tetapi: 'wajiblah'.
Lho kok begitu?
Begini duduk masalahnya. Di dalam ilmu ushul fiqih, hukum wajib itu tidak selalu didapat dari kata perintah saja (fi'il amr), tetapi juga dari beberapa kata lain yang maknanya mengandung perintah. Salah satunya dari kata kerja atau fi'il Mudhari' Majzum.
Contoh
Fi'il mudhari' sebenarnya tidak berfungsi sebagai kata perintah, melainkan kata kerja yang menunjukkan waktu sekarang atau masa yang akan datang. Namun karena ketambahan hufur lam di depannya, maka fungsinya berubah menjadi kata perintah.
Sebagai contoh sederhana adalah lafadz ayat Al-Quran berikut ini:
Kata walyaththawwafu berasal dari kata yaththawwafuna yang ketambahan huruf lam di depan dan oleh karenanya huruf nun di bagian akhir menjadi hilang. Sehingga kalau disambung menjadi walyaththawwafu. Sebenarnya kata yaththawwafuna bukan kata perintah, atau bukan fi'il amr melainkan fi'il mudhari'. Tetapi ketika dibentuk menjadi fi'il mudhari' majzum seperti di atas, maka makna dan fungsinya telah berubah menjadi perintah. Sehingga hukumnya menjadi wajib.
Pokok Masalah
Pokok masalahnya adalah penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh Departemen Agama memang agak kurang tepat. Sebab terjemahannya menggunakan kata "hendaklah". Padahal secara rasa bahasa, banyak orang yang memahami kalau penggunaan kata "hendaklah" tidak bermankna perintah, melainkan himbauan. Dan himbauan tidak sama dengan perintah.
Itulah mengapa banyak orang yang hanya membaca terjemahan Depag, lantas keliru dalam memahami nilai hukum yang ada dalam Al-Quran. Salah satunya karena begitu banyak kata perintah hanya diterjemahkan sebagai "hendaklah".
Beberapa Contoh Lain
Padahal kalau kita teliti lebih jauh, dalam Al-Quran ternyata cukup banyak fi'il mudhari' yang maknanya telah berubah menjadi kata perintah. Sayangnya, terjemahannya semua menggunakan kata 'hendaklah'.
Silahkan buka surat Al-Baqarah. Di sana ada beberapa ayat seperti kata walitukmilul 'iddata pada ayat 185, kata falyastajibu li wal yu'minu bipada ayat 186, kata walyaktub di ayat 282, kata falyu'addi pada ayat 283. Semua adalah fi'il mudhari' yang maknanya telah berubah menjadi perintah, namun tetap diterjemahkan menjadi 'hendaklah'. Seolah-olah hanya anjuran padahal kewajiban.
Kalau masih penasaran, silahkan bukan surat Ali Imran. Di sana ada kata waltakun minkum pada ayat 104, kata falyatawakkal pada ayat 122 dan 160, kata latubayyinunnahu pada ayat 187, kata falyasta'fif pada ayat 6. Sama juga kasusnya, semua itu adalah fi'il mudhari' majzum yang maknanya perintah, bukan hendaklah. Sayangnya, di terjemahan Depag masih ditulis dengan arti 'hendaklah'.
Masih banyak lagi contoh lainnya, silahkan perhatikan di dalam surat An-Nisa' ada kata walyakhsya pada ayat 9 dan kata falyuqatil pada ayat 74. Di dalam surat Al-Maidah da kata walyahkum pada ayat 47. Di dalam surat At-Taubah ada kata falyadhaku dan walyabku pada ayat 82. Di dalam surat Yunus ada kata falyafrahu pada ayat 58.
Di dalam surat Al-Kahfi ada kata falyandzur, falya'tikum, walyatalaththaf dalam ayat 19. Juga ada kata falyu'min dan falyakfur dalam ayat 29. Ada kata falya'mal pada ayat 110.
Sebenarnya masih banyak contoh lainnya di dalam Al-Quran tentang kasus yang sama, namun halaman ini akan jadi panjang sekali. Cukup rasanya sebagai contoh.
Kesimpulan
Kesimpulannya adalah bahwa memakai jilbab itu bukan sekedar himbauan, melainkan kewajiban. Karena kata walyadhribna bikhumurihinna dalam surat An-Nuur: 31 tidak bermakna hendaklah mengulurkan kain kerudung, melainkan: wajiblah atas mereka mengulurkan mengulurkan kain kerudung.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Pembagian Harta Waris 31 December 2007, 23:44 | Mawaris > Bagi waris berbagai keadaan | 10.511 views |
Bulan Terbelah 31 December 2007, 21:19 | Al-Quran > Tafsir | 7.517 views |
Pelajaran dari Perjalanan Nabi Musa dan Khidir 30 December 2007, 22:13 | Umum > Tasawuf | 7.257 views |
Kelemahan Hukum Islam? 28 December 2007, 23:42 | Jinayat > Hukum Islam | 8.314 views |
Wali Songo, Apakah Memang Ada atau Hanya Khayalan? 27 December 2007, 23:14 | Umum > Sejarah | 12.619 views |
Imam 4 Madhzab Apakah Setingkat Wali? 27 December 2007, 15:17 | Ushul Fiqih > Mazhab | 7.525 views |
Benarkah Usia Umat Islam Hanya 1500 Tahun 25 December 2007, 23:44 | Hadits > Status Hadits | 31.511 views |
Amanah Itu Hadir di 666 25 December 2007, 02:42 | Aqidah > Ghaib | 7.311 views |
Shalat 'Iedul Adha di Hari yang Tidak Kita Yakini, Bolehkah? 22 December 2007, 23:44 | Shalat > Shalat Hari Raya | 6.547 views |
Salah Satu Rukun Islam Tidak Terlaksana, Masihkah Sah KeIslaman Kita? 22 December 2007, 23:02 | Umum > Hukum | 12.184 views |
Menghadapi Masalah Narkoba 22 December 2007, 08:22 | Kontemporer > Fenomena sosial | 6.365 views |
Mencela Agama Orang Lain 21 December 2007, 22:29 | Aqidah > Agama lain | 6.885 views |
Tenda di Luar Batas Mina 21 December 2007, 21:58 | Haji > Miqat | 6.290 views |
Adilkah Melarang Pembangunan Gereja di Indonesia? 21 December 2007, 10:25 | Aqidah > Agama lain | 8.811 views |
Apakah Ibu Tiri Mahram untuk Suami 19 December 2007, 11:44 | Pernikahan > Mahram | 6.770 views |
Bisakah Kita Bertaubat Nanti Pada Kehidupan Alam Kubur? 19 December 2007, 00:11 | Aqidah > Alam Barzakh | 7.304 views |
Yesus Hanya Perantara Doa Nasrani? 18 December 2007, 23:37 | Aqidah > Nabi | 7.131 views |
Menyerang Sistem Komputer Israel 18 December 2007, 01:49 | Negara > JIhad | 5.733 views |
Pendapat Tentang Hari Raya 'Ied 18 December 2007, 01:48 | Kontemporer > Perspektif Islam | 5.845 views |
Beda Pengertian Nabiyin dan Anbiya 16 December 2007, 23:12 | Aqidah > Nabi | 8.207 views |
TOTAL : 2.294 tanya-jawab | 46,652,302 views
Jadwal Shalat DKI Jakarta26-5-2022Subuh 04:35 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:47 | Isya 18:59 | [Lengkap]
|
Rumah Fiqih Indonesiawww.rumahfiqih.comJl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Materi | Buku | PDF | Ustadz | Mawaris | Video | Quran | Pustaka | Radio | Jadwal Link Terkait : Sekolah Fiqih
|