Mon 1 June 2015 11:00 | Negara > JIhad | 13.635 views
Jawaban :
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Seorang yang telah berketetapan hati ingin menjalankan kewajiban berjihad di jalan Allah, diharuskan mendapatkan terlebih dahulu perizinan dari orang-orang yang berkompeten.
Pihak-pihak yang menentukan dalam berjihad antara lain adalah orang tua, pemberi hutang dan imam atau pemimpin.
Seorang mujahid ketika akan berangkat berperang ke tempat yang jauh, harus sudah mengantungi izin dari kedua orang tuanya, apabila keduanya muslim. Bila salah satunya muslim dan yang lainnya kafir, minimal izin itu didapat dari orang tua yang muslim.
Namun bila perangnya terjadi di tempat tinggal mereka, dimana musuh datang menyerang perumahan mereka, membunuh, merampas atau menyiksa orang-orang, maka saat itu izin dari kedua orang tua tidak lagi diperlukan.
a. Dasar Masyru’iyah
Keharusan mendapat izin dari orang tua ketika akan berangkat berjihad didasarkan pada hadits nabawi :جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُول اللَّهِ r فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَال عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ : أَحَيٌّ وَالِدَاكَ ؟ قَال : نَعَمْ . قَال : فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Seseorang telah datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin berangkat jihad. Maka beliau SAW bertanya,"Adakah kamu masih punya kedua orang tua?". Dia menjawab,"Ya, masih". Rasulullah SAW berkata,"Berjihadlah pada keduanya". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberi penegasan bahwa berkhidmat kepada orang tua jauh lebih utama dari pada berjihad di jalan Allah, seberapa pun tingginya keutamaan berjihad. Ternyata berbuat baik dan berkhidmat kepada kedua orang tua ternyata jauh lebih diutamakan.
Hadits ini sekaligus juga memberikan pemahaman bahwa pada dasarnya berjihad di jalan Allah SWT itu hukumnya bukan fardhu ‘ain, melainkan fardhu kifayah. Artinya, bila telah ada sebagian orang yang telah menegakkannya dengan kapasitas yang mencukupi, maka gugurlah kewajiban orang lain dalam berjihad.
Sedangkan berkhidmat kepada orang tua hukumnya fardhu ‘ain, dimana kewajiban itu tidak bisa diwakilkan kepada orang lain.
Karena itulah ketika ada seorang yang bernadzar ingin berjihad menaklukkan Romawi, tetapi orang tuanya tidak mengizinkannya, Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata kepadanya sambil menasehati :
أَطِعْ أَبَوَيْكَ فَإِنَّ الرُّومَ سَتَجِدُ مَنْ يَغْزُوهَا غَيْرَكَ
Taatilah kedua orang tuamu. Romawi itu sudah ada orang-orang yang akan berperang untuknya selain kamu.
b. Orang Tua KafirNamun bila seseorang memiliki kedua orang tua yang bukan muslim, dan tidak mengizinkan anaknya ikut berangkat berjihad, maka izin dari keduanya tidak diperlukan menurut jumhur ulama.
Dasarnya adalah apa yang dilakukan oleh para shahabat Nabi SAW di masa lalu, ketika mereka pergi berjihad di jalan Allah, sementara banyak di antara mereka yang kedua orang tuanya masih belum masuk Islam alias kafir.
Di antara para shahabat yang sering ikut berjihad namun orang tua mereka masih belum beragama Islam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Abu Hudzaifah bin Utbah radhiyallahuanhuma. Abu Quhafah adalah ayahanda dari Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utbah bin Rabi’ah adalah ayahanda dari Abu Hudzaifah, keduanya masih kafir ketika anak-anak mereka ikut berjihad di jalan Allah.
c. Mencabut IzinPara ulama menuliskan beberapa contoh kasus yang menjelaskan betapa pentingnya izin dari kedua orang tua.
Contoh pertama, seseorang telah mendapat izin dari kedua orangtuanya untuk berangkat berjihad. Namun kemudian keduanya mencabut kembali izinnya. Bila pesan pencabutan itu sampai kepadanya, maka wajib atasnya untuk berhenti berjihad dan pulang sesuai perintah orang tuanya.
Contoh kedua, seseorang yang berangkat pergi berjihad tanpa izin dari kedua orang tua, karena kebetulan saat itu keduanya masih kafir. Lalu saat jihad tengah berkecamuk, kedua orang tuanya masuk Islam, tapi tidak mengizinkan anaknya ikut berjihad.
Dalam hal ini, bila anaknya yang sedang berjihad mendapat kabar atas larangan dari kedua orang tuanya yang sudah masuk Islam, maka wajiblah atasnya untuk berhenti dari jihad dan pulang memenuhi perintah orang tuanya.
Bila seseorang sedang berhutang harta kepada orang lain, maka dirinya tidak boleh berangkat berjihad, kecuali setelah mendapat izin dari orang yang menghutanginya itu, atau telah lunas hutangnya.
Sebab hutang kepada orang lain lebih wajib untuk ditunaikan, karena merupakan fardhu ‘ain, sedangkan jihad hukumnya fardhu kifayah.
Dan orang yang mati syahid itu tidak bisa lantas masuk surga, selama urusan hutang-hutangnya belum diselesaikan terlebih dahulu.
Jadi yang dimaksud dengan izin dari pemberi hutang disini ada dua kemungkinan. Pertama, dia melunasi dulu hutang-hutangnya dan berangkat ke medan jihad tanpa ada beban hutang apa pun. Kedua, pihak pemberi hutang membebaskannya dari tuntutan atas hutang yang belum dibayarnya. Sehingga dia berangkat ke medan jihad tanpa ada beban hutang kepada manusia.
Seandainya hutang itu belum dilunasi, maka dia wajib utnuk melunasinya terlebih dahulu.
Para ulama sepakat apabila hutang itu sudah jatuh tempo, maka melunasi hutang itu wajib didahulukan dari pada ikut serta di dalam jihad. Namun para ulama berbeda pendapat apabila hutang itu masih lama dari waktu jatuh tempo pelunasannya, apakah dibolehkan ikut berjihad atau tidak.
Dalilnya adalah hadits nabi berikut ini :
أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى رَسُول اللَّهِ فَقَال يَا رَسُول اللَّهِ : أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيل اللَّهِ أَتُكَفَّرُ عَنِّي خَطَايَايَ ؟ قَال : نَعَمْ إِنْ قُتِلْتَ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ إِلاَّ الدَّيْنَ فَإِنَّ جِبْرِيل عَلَيْهِ السَّلامُ قَال لِي ذَلِكَ
Dari Abi Qatadah radhiyallahuanhu berakta bahwa ada seseorang mendatangi Rasulullah SAW dan bertanya,”Benarkah bila Aku mati di jalan Allah, semua dosa-dosaku akan dihapuskan?”. Rasulullah SAW menjawab,”Benar, kalau kamu terbunuh (syahid) dalam keadaan sabar, menghadap musuh tidak lari, kecuali bila hutang. Sesungguhnya Jibril aliahissalam berkata demikian kepadaku”. (HR. Muslim)
Dasar yang lain adalah ketika shahabat Nabi SAW yang bernama Abdullah bin Haram ayah dari Jabir radhiyallahuanhuma mati syahid di medan jihad Uhud. Namun dia punya hutang yang banyak sekali. Lantas anaknya membayarkan lunas semua hutang-hutang itu dengan sepengetahuan Nabi SAW, dan beliau SAW memujinya :
مَا زَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ
Malaikat terus menerus menaungi dengan sayap-sayap mereka hingga kalian mengangkatnya. (HR. Bukhari)
Dan Rasulullah SAW berkata kepada Jabir :
أَفَلاَ أُبَشِّرُكَ بِمَا لَقِيَ اللَّهُ بِهِ أَبَاكَ ؟ مَا كَلَّمَ اللَّهُ أَحَدًا قَطُّ إِلاَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ وَأَحْيَا أَبَاكَ وَكَلَّمَهُ كِفَاحًا
Maukah kuberi kabar gembira atas apa yang Allah lakukan kepada ayahmu? Allah tidak berkata kepada siapapun kecuali dari balik tabir. Namun Allah menghidupkan ayahmu dan mengajaknya bicara langsung. (HR. Turmizy)
Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa jihad tidak disukai tanpa ada izin dari imam, atau amir dari suatu pemerintahan yang sah.
Sebab keharusan ada izin dari imam ada dua hal. Pertama, jihad itu harus sesuai dengan kebutuhan. Dan yang paling tahu hal itu adalah imam atau amir yang sah. Kedua, pada hakikatnya jihad itu adalah tanggung-jawab dari imam, bukan rakyat. Maka bila rakyat mau berjihad, setidak-tidaknya mereka mendapat izin terlebih dahulu dari imam.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA
Bolehkah Berzakat untuk Pembuatan Film Dakwah? 30 May 2015, 08:53 | Zakat > Alokasi Zakat | 6.945 views |
Benarkah Wanita Haidh dan Nifas Tetap Wajib Mengganti Shalatnya? 25 May 2015, 10:05 | Wanita > Fenomena terkait wanita | 22.338 views |
Shalat Dua Rakaat, Duduk Tasyahudnya Tawarruk atau Iftirasy? 20 May 2015, 10:26 | Shalat > Tatacara shalat | 56.470 views |
Terlambat ke Masjid Bolehkah Ikut Jamaah Gelombang Kedua? 19 May 2015, 07:32 | Shalat > Shalat Berjamaah | 15.787 views |
Baca Quran Langgam Jawa, Haramkah? 18 May 2015, 10:39 | Al-Quran > Qiraat | 144.608 views |
Benarkah Hukuman Buat Muslim Yang Minum Khamar Dicambuk 80 Kali? 15 May 2015, 10:30 | Jinayat > Minum Khamar | 19.173 views |
Kapankah Jatuhnya Puasa Hari Syak dan Haramkah Hukumnya? 13 May 2015, 08:02 | Puasa > Waktu puasa | 19.623 views |
Shalat Saat Melintasi Daerah Beda Zona Waktu 11 May 2015, 02:10 | Shalat > Shalat Dalam Berbagai Keadaan | 19.224 views |
Sembilan Orang Anggota Keluarga Terdekat Namun Ternyata Bukan Ahli Waris 10 May 2015, 16:11 | Mawaris > Ahli waris | 15.155 views |
Benarkah Haram Menyentuh Mushaf Quran Tanpa Wudhu? 9 May 2015, 07:50 | Al-Quran > Mushaf | 20.033 views |
Mengapa Kita Tidak Boleh Menggambar Nabi Muhammad SAW? 8 May 2015, 06:30 | Aqidah > Nabi | 26.804 views |
Bolehkah Kita Makan Benda Yang Terbuat Dari Najis 6 May 2015, 10:50 | Kuliner > Najis | 12.465 views |
Apakah Makanan Yang Syubhat Berarti Hukumnya Haram? 5 May 2015, 10:00 | Kuliner > Label Halal | 41.172 views |
Bolehkah Membatalkan Puasa Sunnah dan Haruskah Diqadha? 4 May 2015, 18:32 | Puasa > Puasa Sunnah | 44.095 views |
Ingin ke Mesir dan Suriah Untuk Berjihad 3 May 2015, 18:35 | Negara > JIhad | 19.222 views |
Keliru Menyebutkan Bin dalam Ijab Kabul, Apakah Sah Akadnya? 1 May 2015, 13:20 | Pernikahan > Akad | 45.723 views |
Khamar Haram Diminum, Tetapi Apakah Khamar Najis? 30 April 2015, 09:49 | Thaharah > Najis | 19.099 views |
Dimana Kita Bisa Belajar Ilmu Pembagian Harta Waris? 28 April 2015, 06:05 | Mawaris > Ilmu waris | 12.873 views |
Apa Yang Dimaksud Dengan Haji Tamattu' dan Berapa Dendanya ? 26 April 2015, 02:00 | Haji > Masjid al-Harom | 39.401 views |
Bermalam Bersama Istri dan Menggilir Para Istri, Wajibkah Hukumnya? 25 April 2015, 14:50 | Pernikahan > Hak dan kewajiban | 13.623 views |
TOTAL : 2.294 tanya-jawab | 49,660,446 views
Jadwal Shalat DKI Jakarta29-5-2023Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:14 | Maghrib 17:47 | Isya 18:59 | [Lengkap]
|
Rumah Fiqih Indonesiawww.rumahfiqih.comJl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Buku | PDF | Quran | Pustaka | Jadwal | Sekolah Fiqih
|