Mana yang Lebih Utama, Naik Haji atau Menyantuni Anak Miskin? | rumahfiqih.com

Mana yang Lebih Utama, Naik Haji atau Menyantuni Anak Miskin?

Fri 19 September 2014 15:12 | Haji > Kemampuan | 15.249 views

Pertanyaan :

Assalamualaikum wr. wb.

Pak ustadz,
Manakah yang harus kita dahulukan, bila kita mempunyai cukup uang untuk naik haji, namun tetangga kita banyak anak-anak yang menderita busung lapar dan tidak sekolah, apakah uang itu untuk menyantuni anak miskin di sekitar kita, misal dengan mengangkat banyak anak asuh, atau membuka usaha kecil untuk lapangan kerja orang tua anak-anak tersebut yang tidak punya pekerjaan tetap, namun uang itu tidak cukup bila untuk keduanya. Mohon jawaban dan penjelasan pak ustadz.

Wassalamualaikum wr. wb.

Jawaban :

Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Apa yang anda tanyakan ini sesungguhnya masuk dalam wilayah fiqih prioritas. Yaitu sebuah teknik menganalisa prioritas-prioritas dalam beribadah. Kajian ini banyak dibicarakan oleh para ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Salah satu icon yang bisa kita sebut dalam Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang telah menulis satu kitab khusus dengan judul Fiqih Prioritas.

Kajian ini mencoba menggugah perasaan dan pemikiran yang selama ini dianggap agak kurang seimbang dan kurang adil. Salah satunya tentang kebiasaan ibadah haji yang dilakukan oleh berjuta umat Islam, di mana mereka sebenarnya sudah pernah berhaji wajib sebelumnya, namun bertekad tiap tahun untuk berhaji lagi.

Niat untuk berhaji tiap tahun sebenarnya tidak salah. Sebab ibadah haji memang boleh dibilang sebagai puncak rasa cinta dan ketundukan kita kepada Allah SWT.

Namun yang mengusik rasa keadilan dan rasa solidaritas para ulama adalah ketimpangan sosial yang sangat mencolok. Salah satu fenomenanya demikian: pada saat berjuta orang mengejar pahala ibadah haji sunnah yang bukan wajib dengan biaya yang bermilyar, di belahan bumi lain kita menyaksikan dengan mata telanjang bagaimana sebagian umat Islam mati kelaparan, baik karena bencana atau pun korban perang.

Saat orang-orang kaya dengan ringannya bolak balik ke tanah suci untuk beri'tikaf Ramadhan, masih banyak anak-anak umat Islam yang tidak sekolah karena tidak ada biaya. Mereka akan segera menjadi sampah masyarakat bila dibiarkan tumbuh tanpa pendidikan.

Saat orang kaya muslim berlomba mendirikan banguan masjid yang megah, berhias marmer tak ternilai harganya, jutaan umat Islam sedang dimurtadkan oleh para misionaris palangis.

Perbandingan fenomena yang timpang ini tentu sangat mengusik rasa keadilan dan rasa sosial para ulama. Sehingga sebagian mereka menghimbau agar lebih memperhatikan masalah ini.

Bukankah haji yang mereka kerjakan itu bukan haji wajib? Bukankah kewajiban haji mereka sudah gugur? Bukankah biaya haji itu tiap tahun itu akan jauh lebih bermanfaat dan berbekas bila digunakan untuk memberi makan korban bencana alam dan korban perang, yang hukumnya fardhu?

Bukankah biaya umrah Ramadhan tiap tahun itu sangat besar, padahal hukumnya hanya sunnah dan berdimensi sangat pribadi? Seandainya uang jutaan mu'tamirin untuk sekali bulan Ramadhan itu sepakat dikumpulkan untuk membangun proyek sekolah gratis di dunia Islam, sudah lebih dari cukup?

Bukankah masjid di banyak kota di negeri ini sudah sangat banyak? Bahkan tidak jarang dalam jarak yang sangat dekat terdapat beberapa masjid sekaligus, sehingga jumlah jamaah yang shalat di masing-masing masjid jadi sedikit?

Mengapa dana membangun masjid yang bermilyar itu tidak digunakan untuk melindungi saudara-sudara kita yang sedang mengalami proses pemurtadan? Bukankah melindungi iman jauh lebih penting dari sekedar bermegahan dan berlomba membangun masjid yang sudah terlalu penuh?

Semua pemikiran kritis ini sama sekali tidak berniat untuk mengecilkan nilai ibadah haji, umrah dan membangun masjid. Akan tetapi perlu diketahui bahwa haji berkali-kali tiap tahun, demikian juga dengan umrah serta kemegahan masjid, bukanlah amal yang bersifat wajib. Sementara memberi makan korban bencara alam, memberikan pendidikan serta melindungi iman dari kemurtadan, hukum fardhu.

Maka sesuatu yang fardhu dan bersifat massal harus lebih dipriorotaskan dari ibadha yanghukumnya sunnah lagi berdimensi individual.

Sayangnya kesadaran akan hal seperti ini masih kurang di tengah umat Islam, terutama di kalangn orang-orang kaya di antara mereka. Buktinya, jamaha haji yang sudah gugur kewajiban hajinya masih tetap memaksa berangkat haji tiap tahun. Umrah Ramadhan tiap tahun pun tidak kalau berjejalnya dengan musim haji.

Semua ini tentu sangat menggugah rasa keadilan, bahkan sangat tidak memenuhi kaidah fiqih prioritas, lantara ada sejumlah orang yang ngotot mengejar pahala sunnah dan indvidual dengan meninggalkan kewajiban yang lebih asasi dan bersifat jama'i.

Karena itu kampanye dan sosialisasi fiqih proritas perlu terus digalakkan, terutama oleh kalangan ustadz dan para penceramah, yang punya akses penuh kepada khalayak umat Islam.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Baca Lainnya :

Di Luar Negeri Hanya 7 yang Muslim, Shalat Jumatnya Bagaimana?
18 September 2014, 20:00 | Shalat > Shalat Jumat | 12.794 views
Haramkah Barang Temuan
17 September 2014, 18:25 | Kontemporer > Hukum | 42.289 views
Benarkah Keshahihan Shahih Hanya Sebuah Produk Ijtihad?
16 September 2014, 05:45 | Hadits > Musthalah Hadits | 58.389 views
Dalam Penyembelihan Syar'i, Urat Mana Saja Yang Harus Putus?
14 September 2014, 07:50 | Qurban Aqiqah > Menyembelih | 87.870 views
Adab dan Etika Ketika Berjima
13 September 2014, 14:23 | Pernikahan > Terkait jima | 63.275 views
Apakah Mengadzankan Bayi Bid
12 September 2014, 11:00 | Kontemporer > Bidah | 206.488 views
Mensiasati Pembagian Waris Biar Yang Diterima Anak Laki dan Wanita Sama
11 September 2014, 07:35 | Mawaris > Bagi waris berbagai keadaan | 14.551 views
Bolehkah Menjadikan Jeddah Sebagai Miqat?
9 September 2014, 19:35 | Haji > Miqat | 46.422 views
Bolehkah Tiap Tahun Pergi Haji?
6 September 2014, 15:40 | Haji > Haji Berbagai Keadaan | 13.138 views
Benarkah Tidak Semua Jenis Harta Wajib Dizakatkan?
5 September 2014, 09:20 | Zakat > Apakah Kena Zakat? | 18.892 views
Bolehkah Kita Bertransaksi Dengan Cara Lelang?
4 September 2014, 10:22 | Muamalat > Jual-beli | 39.189 views
Etika dan Batasan Dalam Berbeda Pendapat
3 September 2014, 10:35 | Ushul Fiqih > Ikhtilaf | 14.951 views
Apakah Uang Santunan Kematian Harus Dibagi Waris?
2 September 2014, 05:06 | Mawaris > Masalah terkait waris | 46.457 views
Benarkah Dalam Islam Suami Istri Punya Harta Sendiri-sendiri
1 September 2014, 10:44 | Pernikahan > Hak dan kewajiban | 76.668 views
Bolehkah 7 Orang Patungan Sapi Dengan Niat Berbeda-beda?
30 August 2014, 04:30 | Qurban Aqiqah > Qurban | 15.439 views
Haramkah Mengkornetkan Daging Qurban?
29 August 2014, 06:30 | Qurban Aqiqah > Qurban | 11.423 views
Orang yang Gugur dari Mendapat Warisan
28 August 2014, 10:40 | Mawaris > Ahli waris | 46.897 views
Belum Di-Aqiqahi Mau Qurban, Bolehkah?
26 August 2014, 08:09 | Qurban Aqiqah > Qurban | 18.107 views
Aborsi Dengan Alasan Darurat dan Trauma Pemerkosaan, Bisakah Dibenarkan?
24 August 2014, 05:21 | Kontemporer > Fenomena sosial | 18.107 views
Perbedaan Antara Khalwat dan Ikhtilat
20 August 2014, 10:27 | Wanita > Fenomena terkait wanita | 89.161 views

TOTAL : 2.294 tanya-jawab | 51,730,499 views

Jadwal Shalat DKI Jakarta

29-11-2023
Subuh 04:05 | Zhuhur 11:43 | Ashar 15:08 | Maghrib 17:58 | Isya 19:11 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia

www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia
Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Buku | PDF | Quran | Pustaka | Jadwal | Sekolah Fiqih | Pustaka | Jadwal | SF
Fatwa | Fikrah | Ilmu Al-Quran | Tafsir Fiqhi | Ilmu Hadits | Ushul Fiqih | Dirasah Mazahib | Fiqih Nisa | Fiqih Muamalat