Fri 30 May 2008 00:45 | Umum > Halal Haram | 10.512 views
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''nasyid''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''trend'' saat ini - sebagai ''bahasa setempat'' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu'alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban :
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra'd: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliauberkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir. Antara lain:
Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram bila syarat-syaratnya tidak terpenuhi.
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderngberpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Bersalaman Setelah Sholat Berjama'ah 30 May 2008, 00:42 | Shalat > Ritual Terkait Shalat | 9.793 views |
Wali Nikah Tidak Setuju, Bagaimana Ini? 28 May 2008, 01:29 | Pernikahan > Nikah berbagai keadaan | 8.321 views |
Fenomena Kubah Terbang di Ambon, Bolehkah Dipercaya? 27 May 2008, 01:13 | Aqidah > Ghaib | 10.007 views |
Perbedaan Tentang Batasan Bid'ah 26 May 2008, 23:49 | Umum > Bidah | 18.788 views |
Berapa Hak Waris Seorang Isteri? 25 May 2008, 21:20 | Mawaris > kadar bagian ahli waris | 113.093 views |
Makan di Standing Party 25 May 2008, 20:37 | Kuliner > Adab Makan | 13.931 views |
Ibadah dan Amalan Apa Saja yang Bisa Ditransfer Pahalanya ke Orang Lain 24 May 2008, 03:28 | Aqidah > Alam Barzakh | 20.879 views |
Mohon Semua "Ustad Menjawab" Dibukukan 23 May 2008, 00:17 | Dakwah > Sarana Dakwah | 8.023 views |
Apa yang Dibaca Imam Ketika Diam Sebentar Setelah Membaca Fatihah? 22 May 2008, 23:36 | Shalat > Bacaan Shalat | 13.554 views |
Bacaan Basmallah di Timur Tengah Ada yang Dikeraskan dan Ada Juga yang Tidak 22 May 2008, 03:09 | Shalat > Bacaan Shalat | 8.853 views |
Apakah yang Dimaksud Golongan Ingkarsunnah? 22 May 2008, 00:37 | Hadits > Pengingkar hadits | 6.818 views |
Memahami Sifat Shalat Nabi 21 May 2008, 00:42 | Shalat > Tatacara shalat | 12.663 views |
Gusdur Vs FPI 20 May 2008, 23:46 | Negara > Arus politik | 9.233 views |
Khilafah Islam, Haruskah Ditegakkan (lagi)? 19 May 2008, 10:56 | Negara > Khilafah Negara Islam | 12.729 views |
Sistem Demokrasi: Apakah Sesuai Syariah? 19 May 2008, 03:11 | Negara > Demokrasi | 9.038 views |
Menjadi TKI Ilegal, Halalkah Rejeki Saya? 15 May 2008, 22:41 | Muamalat > Syubhat | 14.882 views |
Bayar Riba dengan Uang Riba, Bolehkah? 14 May 2008, 23:57 | Muamalat > Riba | 9.897 views |
Isteri Sudah Bersih Tapi Belum Mandi Wajib 14 May 2008, 01:33 | Thaharah > Haidh Nifas Istihadhah | 9.723 views |
Menjama Maghrib dan Isya Saat Summer di Austria 13 May 2008, 01:07 | Shalat > Shalat Jama | 7.510 views |
Dakwah Tauhid Tidak Up To Date Lagi? 12 May 2008, 01:23 | Dakwah > Metode dakwah | 8.930 views |
TOTAL : 2.294 tanya-jawab | 50,935,795 views
Jadwal Shalat DKI Jakarta--2023Subuh | Zhuhur | Ashar | Maghrib | Isya | [Lengkap]
|
Rumah Fiqih Indonesiawww.rumahfiqih.comJl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Buku | PDF | Quran | Pustaka | Jadwal | Sekolah Fiqih
|