Jilid : 1 Juz : 1 | Al-Fatihah : 5
Al-Fatihah 1 : 5
Mushaf Madinah | hal. 1 | Mushaf Kemenag RI

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Kemenag RI 2019 : Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
Prof. Quraish Shihab : Hanya kepada-Mu Kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.
Prof. HAMKA : Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkau saja kami memohon pertolongan

Al-Qurtubi (w. 671 H) menyebutkan bahwa para salaf menyebutkan bahwa Surat Al-Fatihah itu adalah rahasia Al-Quran, dan ayat ini adalah rahasia surat Al-Fatihah.[1]

Secara balaghah, ayat ini mengubah khitab yang dari awal menyebut Allah dalam bentuk ghaibah atau orang ketiga, menjadi bentuk mukhatab atau jadi lawan bicara. Maksudnya, sejak ayat pertama hingga ayat keempat, ayat ini menyebut Allah dengan posisi sebagai Dia, namun mulai ayat kelima ini, menyebut Allah sebagai yang diajak bicara, yaitu Engkau.[2]

Kata iyyaka (إياك) dalam struktur kalimat adalah dhamir manshub munfashil (ضمير منصوب منفصل). ‘Amilnya di dalamnya adalah kata na’budu (نعبد). Statusnya adalah maf’ul yang seharusnya berada setelah fi’il. Urutannya baku dalam jumlah ismiyah adalah fi’il, fa’il baru maf’ul. Jadi struktur kalimat bakunya na’buduka (نعبدك) atau kami menyembah-Mu. Namun dalam hal ini Allah yang dalam struktur kalimat awalnya menjadi maf’ul bihi,  kemudian justru diletakkan di awal kalimat.  

Secara balaghah, kesan yang ingin ditegaskan bahwa maf’ul yang dalam hal ini adalah Allah menjadi hal yang penting (إهتمام)dan juga dijadikan satu-satunya (الحصر). Sehingga makna kalimat ini bukan lagi kami menyembah-Mu, tetapi berubah menjadi : Kami mengkhususkan hanya kepada-Mu saja kami menyembah’.


[1] Ibnu Katisr, 1/134

[2] Al-Qurtubi, 1/145

Fi’il mudhari’ yang asalnya dari fi’il madhi : ‘abada – ya’budu. Biasanya diterjemahkan jadi  menyembah. Makna aslinya secara bahasa adalah merendah (الذلة).  Sedangkan secara istilah, yang dimaksud dengan ‘menyembah’ menurut Ar-Razi (w. 606 H) dalam Mafatih Al-Ghaib adalah

الْعِبَادَةُ عِبَارَةٌ عَنِ الْفِعْلِ الَّذِي يُؤْتَى بِهِ لِغَرَضِ تَعْظِيمِ الْغَيْرِ

Perbuatan yang dilakukan dengan tujuan mengagungkan Allah.

Sedangkan Ibnu Katsir (w. H 774 H) menyebutkan dalam Tafsir Al-Quran Al-Azhim adalah :

عِبَارَةٌ عَمَّا يَجْمَعُ كَمَالَ الْمَحَبَّةِ وَالْخُضُوعِ وَالْخَوْفِ

Gabungan antara kesempurnaan cinta, merendahkan diri dan takut. [1]

As-Syaukani (w. 1250 H) dalam tafsir Fathul Qadir menyebutkan bahwa ibadah itu adalah aqsha ghayatil khudhu’i wa at-tadzallul (أقصى غاية الخضوع والتذلل) yaitu puncak ketundukan dan merendah. [2]


[1] Ibnu Katsir, 1/134

[2] Fathul Qadir, 1/27

Asal katanya dari ‘aun (عون) yang berarti pertolongan, ketambahan tiga huruf yaitu hamzah, sin dan ta’ dengan wazan istaf’ala (استفعل), sehingga maknanya menjadi permintaan (thalab), yaitu minta tolong atau thalabul ‘aun (طلب العون). Ketika diawali dengan lafadz iyaaka, maka makna lengkapnya menjadi : “Kami mengkhususkan hanya kepada Engkau untuk meminta pertolongan”.

Anas bin Malik dari Abi Thalhah meriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah dalam suatu perang berdoa kepada Allah dengan iqtibas dengan lafadz dari dua ayat ini, maka tiba-tiba lawan mati ditebas lehernya oleh para malaikat dari depan dan belakang.[1]

يَا مَالِكَ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Wahai Raja di hari akhir, hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami minta pertolongan.


[1] Fathul Qadir, 1/27

Al-Fatihah : 5

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-3-2024
Subuh 04:40 | Zhuhur 11:59 | Ashar 15:14 | Maghrib 18:03 | Isya 19:10 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia