Jilid : 1 Juz : 1 | Al-Baqarah : 50
Al-Baqarah 2 : 50
Mushaf Madinah | hal. 8 | Mushaf Kemenag RI

وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنْجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ

Kemenag RI 2019 : (Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut Fir‘aun, sedangkan kamu menyaksikannya.24)
Prof. Quraish Shihab : Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untuk kamu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan para pengikut Firaun, sedangkan kamu menyaksikan- (nya).
Prof. HAMKA : Dan, {ingatlah) tatkala Kami belahkan lautan untuk kamu maka Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan kaum Fir`aun, padahal kamu melihat sendiri.

Lafazh wa idz (وَإِذْ) ini terulang-ulang berkali-kali dalam rangkaian ayat-ini, setidaknya jumlahnya sampai dua puluh  kali terulang-ulang hanya di dalam surat Al-Baqarah saja, yaitu : 

  1. Ayat 34 : (وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُو)
  2. Ayat 49 : (وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ)
  3. Ayat 50 : (وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ)
  4. Ayat 51 : (وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَىٰ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً)
  5. Ayat 53 : (وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ)
  6. Ayat 54 : (وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ)
  7. Ayat 55 : (وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ)
  8. Ayat 58 : (وَإِذْ قُلْنَا ادْخُلُوا هَٰذِهِ الْقَرْيَةَ)
  9. Ayat 61 : (وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَىٰ لَنْ نَصْبِرَ عَلَىٰ طَعَامٍ)
  10. Ayat 63 : (وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا)
  11. Ayat 67 : (وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً)
  12. Ayat 72 : (وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا)
  13. Ayat 83 : (وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ)
  14. Ayat 84 : (وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ لَا تَسْفِكُونَ دِمَاءَكُمْ)
  15. Ayat 93 : (وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا)
  16. Ayat 124 : (وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ)
  17. Ayat 125 : (وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ)
  18. Ayat 126 : (وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا)
  19. Ayat 127 : (وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ)
  20. Ayat 260 : (وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَىٰ)

Lafazh faraqana (فَرَقْنأَ) berasal dari kata faraqa yang diterjemahkan menjadi : membelah. Sebagian ulama ahli qiraat seperti Az-Zuhair ada yang membacanya dengan tasydid pada huruf ra (ر) menjadi farraqna (فَرَّقْنأَ) yang pada dasarnya punya makna sama. 

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa NAbi Musa bersama umatnya meninggalkan Mesir atas izin Fir'aun, tetapi rupanya setelah mereka berangkat, Fir'aun baru sadar dan berhitung ulang, sebab dengan perginya bangsa Yahudi dari negeri Mesir secara keseluruhannya, sama saja dia akan tenaga kerja murah yang mereka pekerjakan selama ini. Tentu ini akan berpengaruh pada kestabilan ekonomi di Mesir.  Maka yang awalnya Firaun membiarkan kepergian bangsa Yahudi, tiba-tiba dikejar-kejarlah mereka. 

Namun ada juga yang menduga bahwa Firaun khawatir Bangsa Yahudi akan melakukan makar atasnya karena beliau menempuh jalur yang tidak biasa, maka karena itu Fir'aun mengejar mereka untuk dibunuh semuanya.

Peristiwa pengejaran Firaun itu banyak diceritakan dalam ayat yang lain secara lebih detail, salah satunya dalam Surat Asy-Syua'ara' berikut ini :

1. Berdasarkan Petunjuk

Berangkatnya Musa dan kaumnya meninggalkan Mesir itu semua tidak lain kecuali hanyalah atas dasar wahyu dari Allah SWT. Salah satu perintahnya bahwa Nabi Musa diperintahkan pergi meninggalkan Mesir di malam hari. 

وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ

Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: "Pergilah di malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan disusuli". (QS. Asy-Syua'ara' : 52)

2. Firaun Mengejar Musa

Konon awalnya Firaun tidak terlalu peduli dengan kepergian Musa dan kaumnya meninggalkan Mesir. Namun kemudian Firaun berbalik mengejar Musa dan berusaha untuk menyerang. Tentu saja pasukan Firaun bisa dengan cepat menyusul Musa dan kaumnya. Sehingga dari kejauhan nampak di mata para pengikut Musa yang ketakutan. 

فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَىٰ إِنَّا لَمُدْرَكُونَ

Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul. (QS. Asy-Syua'ara' : 61)

Namun Nabi Musa meyakinkan kaumnya agar tidak gentar, sebab pasti akan ditolong Allah.

قَالَ كَلَّا ۖ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ

Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". (QS. Asy-Syua'ara' : 62)

Tentang lokasinya yaitu di laut sebelah manakah yang pernah terbelah dan bisa buat lewat Nabi Musa dan kaumnya, memang tidak ada kepastikan. Ada banyak asumsi dan teori yang saling bertentangan. 

1. Teluk Nuwaiba

Kota Nuweiba di Teluk Aqaba juga diperkirakan sebagai tempat penyeberangan. Diperkirakan jarak antara Nuweiba ke Arab sekitar 1800 meter.Lebar lintasan Laut Merah yang terbelah diperkirakan 900 meter.

Kedalaman maksimum perairan di sekitar lokasi penyeberangan adalah 800 meter di sisi ke arah Mesir dan 900 meter di sisi ke arah Arab. Sementara itu di sisi utara dan selatan lintasan penyeberangan (garis merah) kedalamannya mencapai 1500 meter. 

Dapatkah kita membayangkan berapa gaya yang diperlukan untuk dapat membelah air laut hingga memiliki lebar lintasan 900 meter dengan jarak 1800 meter pada kedalaman perairan yang rata-rata mencapai ratusan meter untuk waktu yang cukup lama, mengingat pengikut Nabi Musa yang menurut sejarah berjumlah ribuan?

Ada pihak yang memperkirakan panjangnya rombongan pengikut Musa ini mencapai 7 km, jumlahnya sekitar 600.000 orang dan waktu yang ditempuh untuk menyeberang sekitar 4 jam.

Menurut sebuah perhitungan, diperkirakan diperlukan tekanan (gaya per satuan luas) sebesar 2.800.000 Newton/m2 atau setara dengan tekanan yang kita terima jika menyelam di laut hingga kedalaman 280 meter.

Jika kita kaitkan dengan kecepatan angin,menurut beberapa perhitungan,setidaknya diperlukan hembusan angin dengan kecepatan konstan 30 meter/detik (108 km/jam) sepanjang malam untuk dapat membelah dan mempertahankan belahan air laut tersebut dalam jangka waktu 4 jam.

Asumsi para ahli bahwa di Nuwaibah itulah lokasinya juga diperkuat oleh pernyataan Ron Wyatt, seorang arkeolog amatir Amerika Serikat, mengaku pernah menyelam di lokasi ini dan mengambil foto roda kereta Mesir kuno pada tahun 1978.  Menurutnya, mungkin ini merupakan bangkai kereta tempur Firaun yang tenggelam di lautan tersebut saat digunakan untuk mengejar Musa bersama para pengikutnya. Wyatt bersama para krunya juga menemukan beberapa tulang manusia dan tulang kuda ditempat yang sama.

Temuan ini tentunya semakin memperkuat dugaan bahwa sisa-sisa tulang belulang itu merupakan bagian dari kerangka para bala tentara Fir’aun yang tenggelam di laut Merah. Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan, memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun silam. Dimana menurut sejarah, kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama.

2. Danau Timsah

Menurut Kamus Browning: 'Laut Merah' yang dilewati orang Israel mungkin menunjuk pada rawa-rawa dari Danau Timsah, yang sekarang adalah bagian dari Terusan Suez. Danau Timsah itu adalah sebuah danau berair asin, yang terletak tepatnya di sebelah utara Teluk Suez.

3. Delta Nil (Wadi Tumilat)

***

Hukum alam yang berlaku pada air ialah bahwa air sebagai salah satu benda cair tidak dapat terpisah tanpa adanya benda lain yang memisahkannya. Undang-undang inilah yang diubah dan dibatalkan-Nya ketika terbelahnya air laut itu. Air laut tersibak dan berdiri seperti dinding-dinding yang tegak lurus tanpa ada sesuatu yang menahannya, sehingga terbentanglah jalan di antara dinding-dinding tersebut.

Mukjizat yang Allah SWT turunkan itu berupa dibelahnya laut menjadi dua, sehingga di tengah-tengah belahan itulah Musa dan pengikutnya berjalan. Bahkan digambarkan belahan di kanan dan kirinya seperti gunung yang besar.

فَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ ۖ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (QS. Asy-Syua'ara' : 63)

Ketika mereka sampai di tepi Laut Merah yang membatasi kota Suez dengan Semenanjung Sinai, Allah memerintahkan Nabi Musa agar memukulkan tongkatnya ke laut. Lalu Nabi Musa melakukannya. Maka terbelahlah air laut dan terbentanglah dua belas jalur jalan raya yang akan dilalui Nabi Musa bersama pengikut-pengikutnya yang terdiri dari dua belas rombongan, sehingga selamatlah mereka sampai ke seberang.

Demikian besamya nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada Bani Israil. Mereka telah dibebaskan dari kekejaman Fir'aun dan rakyatnya. Kemudian mereka diselamatkan pula ketika menyeberang laut. Sesudah itu mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri tenggelamnya musuh-musuh mereka di tengah laut yang tentu saja menggembirakan hati mereka. Sepatutnyalah mereka mensyukuri nikmat-nikmat tersebut.

Al-Qurtubi menuliskan bahwa jumlah kaum pengikut Musa yang ikut menyeberang Laut Merah saat itu sangat banyak, jumlahnya tidak kurang dari 600 ribu orang. 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa lima ratus tahun sebelumnya, ketika Bani Israil anak-anak dan para cucu dari keturunan Nabi Ya'qub datang ke Mesir untuk mengungsi, jumlah mereka hanya 76 orang saja. Namun ketika mereka berjalan kembali menuju negeri leluhur mereka, disebutkan jumlahnya mencapai 600 ribu orang. 

Peristiwa diselamatkannya Musa dan pengikutnya dari kejaran tentara Firaun itu terkonfirmasi juga di dalam hadits Nabi Muhammad SAW, khususnya terkait dengan perayaan atau puasa hari Asyura.

قَدِمَ النَّبِيُّ r فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ عَاشُورَاءَ  فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالُوا : يَوْمٌ صَالِحٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَبَنِي إسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى  فَقَالَ : أَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa, beliau pun bertanya, "apa ini?". Mereka menjawab: "Ini hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada hari itu. Maka Rasulullah SAW menjawab: Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhari)

Lafazh aghraqna (أغْرَقْنَأ) bermakna : Kami tenggelamkan. 

Ketika Musa dan pengikutnya sudah sampai di tepi pantai seberang dan Firaun dan pasukannya masih di tengah laut yang kering, tiba-tiba kedua belah laut itu pun menyatu kembali dan tenggelamlah Firaun.

وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ الْآخَرِينَ وَأَنْجَيْنَا مُوسَىٰ وَمَنْ مَعَهُ أَجْمَعِينَ ثُمَّ أَغْرَقْنَا الْآخَرِينَ

Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. (QS. Asy-Syua'ara' : 64-66)

Hukuman Allah SWT kepada kaum kafir di masa lalu memang sangat fantastis atau mungkin lebih tepatnya sadis dan brutal. Bayangkan pasukan yang lagi berjalan di dasar laut yang terbelah, tiba-tiba laut itu menyatu kembali. Pastilah mereka mati tenggelam seketika.

Dan tehnik menenggelamkan sudah pernah Allah SWT jatuhkan juga kepada kaum pembangkang sebelumnya, salah satunya kaumnya Nabi Nuh alaihissalam. 

فَكَذَّبُوهُ فَأَنْجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ

Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya). (QS. Al-Araf : 64)

Dalam beberapa kitab tafsir ada disebutkan bahwa jumlah tentara Firaun yang ikut dalam aksi pengejaran itu sangat banyakm yaitu mencapai jumlah 1,2 juta pasukan.

Nampaknya memang begitulah karakteristik bagaimana umat terdahulu diperlakukan Allah, yaitu semua dosa dan kesalahan mereka langsung dibalas di dunia ini. 

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا ۚ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-Ankabut : 40)

Yang menarik untuk diperhatikan bahwa ujung akhir ayat ini, yaitu peristiwa bagaimana ditenggelamkan 1,2 juta  tentara Firaun di tengah laut  itu disaksikan langsung oleh Nabi Musa dan para pengikutnya. Tentunya mereka yang ikut serta dalam perjalanan itu semakin bertambah keimanannya kepada Allah, sebab mereka langsung menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana musuh-musuh Allah SWT itu dieksekusi mati secara massal di depan mata kepala mereka.

Sayangnya mukjizat sedahsyat itu lama-lama dilupakan orang, apalagi buat sebagian kalangan yang tidak beriman di masa sekarang. Banyak juga para ahli sains yang memandang bahwa kejadian itu bukan mukjizat, melainkan hal yang bisa dijelaskan secara sains modern. 

Pandangan Kalangan Anti Mukjizat

Kalangan sekuler ada yang mencoba menjelaskan secara ilmiyah, yaitu dengan mengembangkan asumsi yang agak berbeda dengan yang banyak diyakini orang, bahwa laut yang diseberangi Musa dan pengikutnya bukanlah Laut Merah, tetapi sebuah celah di daerah Suez. Kalau menggunakan asumsi ini, memang dari satu sisi lebih logis karena jarak dari terdekat dari Mesir ke Sinai jelas lebih dekat lewat sini, ketimbang lewat Laut Merah. 

Kalau menggunakan pendapat ini, maka laut yang membelah dan diseberangi Musa dan pengikutnya memang bukan Laut Merah, tetapi laut yang lain, yaitu celah Suez. Dan celah itu bukan laut yang dalam, sehingga ketika terjadi pasang surut alami, bisa dilewati dengan mudah. Pendapat ini memang mengembangkan teori pasang surut laut.

Menurut versi ini, Nabi Musa tahu dan paham bahwa pada waktu-waktu tertentu laut Merah khususnya pada celah Suez akan mengalami surut. Khususnya ketika letak matahari, bulan dan bumi berada dalam satu garis lurus maka akan terjadi pasang maksimum. Sebaliknya jika posisi ketiganya membentuk sudut 90 derajat maka air laut akan surut minimum. Dalam kondisi laut yang surut, Nabi Musa berpikir akan dapat membawa umatnya (Bani Israil) menyeberangi celah Suez. 

Nabi Musa mengetahui jalur ini karena pernah melarikan diri dari Mesir saat didakwa membunuh seorang penduduk Mesir. Dalam pelariannya, beliau sampai ke sebuah daerah di seberang dan bertemu dengan Nabi Syu'aib dan kemudian menikah dengan putri beliau.

Nabi Musa mulai memperhitungkan kapan waktu yang pas untuk keluar dari Mesir. Setelah mengamati pergerakan Bulan dan Matahari, Nabi Musa pun dapat mengestimasi waktu pemberangkatan yang tepat untuk meninggalkan Mesir.

Nabi Musa mengestimasi jika berangkat di saat yang tepat, ia dan pengikutnya akan sampai di tepi celah Suez saat laut sedang surut-surutnya sehingga dapat dilalui oleh Bani Israil. Dengan kata lain, perjalanan menuju Promised-Land sudah direncanakan dengan matang oleh Nabi Musa.

Setelah seluruh pengikut Nabi Musa (Bani Israil) meninggalkan Mesir, seketika penduduk Mesir mengeluh karena kehilangan tenaga kerja. Firaun berubah pikiran, keluarlah Firaun dan bala tentaranya mengejar Nabi Musa berikut Bani Israil untuk ditangkap dan dibawa kembali sebagai budak di Mesir.

Di tengah perjalanan, Nabi Musa mendapat kabar Firaun sedang mengejar mereka. Nabi Musa meminta Bani Israil agar bergegas mempercepat langkah. Akibatnya di luar estimasi, Nabi Musa dan Bani Israil tiba di tepi celah Suez lebih awal saat kondisi laut sedang pasang.

Sementara untuk tipe pasang surut harian ganda dengan dua kali pasang dan dua kali surut (semi diurnal), kondisi surut kembali masih harus menunggu selama 12 jam 24 menit. Nabi Musa meminta Bani Israil bersabar sembari menunggu surut.

Bani Israil yang kurang sabar terus mendesak Nabi Musa agar dicarikan jalan keluar. Nabi Musa memohon untuk terus bersabar. Setelah sekian lama menunggu, Bani Israil pun mulai memberontak.

Nabi Musa sudah mulai meliat tanda-tanda air laut akan surut. Untuk menenangkan kaumnya, Nabi Musa berdoa (memohon agar kondisi laut dapat lebih cepat surut). Beliau mendapat petunjuk untuk melempar tongkatnya dan air laut pun mulai surut, terus menyurut hingga dapat dilewati oleh Bani Israil.

Saat Firaun tiba di tepi celah Suez (12 jam kemudian), seluruh suku Bani Israil sudah berada di seberang. Ketika Firaun mulai memasuki celah Suez, air mulai pasang lagi. Karena sombong ia tidak menghiraukan air laut yang terus naik. Kuda perangnya terus dipaksa untuk melalui air yang sudah meninggi.

Di tengah celah, Firaun tersadar kalau ia tidak akan mungkin mencapai seberang dengan kondisi air laut yang terus naik. Firaun berupaya kembali, sambil berdoa kepada tuhan agar ia bisa diselamatkan sampai di tepian kembali. Namun, kondisi laut masih pasang dan pasang laut yang terus meninggi menenggelamkan Firaun sebelum ia mencapai tepian kembali.

Pasang surut sendiri termasuk kategori gelombang yang disebut Tidal Wave. Dalam proses naik dan turunnya air laut ketika pasang dan surut, massa air yang bergerak mengambil pola gelombang. Gelombang pasang ini yang akhirnya menenggelamkan Firaun di celah Suez ketika hendak berupaya kembali ke tepian setelah gagal mengejar Nabi Musa dan Bani Israil.

Buya HAMKA Menolak Tegas

Namun pendapat yang ingin menjelaskan mukjizat Nabi Musa itu secara pendekatan sains nampaknya banyak ditentang oleh para ulama. Salah satunya dari Buya HAMKA, penyusun Tafsir Al-Azhar. Menurut Beliau, laut Qulzum  yang disebut-sebut sebagai tempat penyeberangan Musa dan Bani lsrail itu masih ada.

Namun selama empat ribu tahun lebih kejadian yang hebat itu terjadi, belumlah ada berita bahwa pernah pasang surut sehingga ada orang dapat menyeberang di tempat itu, atau pasang naik sehingga ada orang terbenam.

Al-Baqarah : 50

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 28-3-2024
Subuh 04:40 | Zhuhur 11:59 | Ashar 15:13 | Maghrib 18:03 | Isya 19:10 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia