Jilid : 2 Juz : 1 | Al-Baqarah : 72
Al-Baqarah 2 : 72
Mushaf Madinah | hal. 11 | Mushaf Kemenag RI

وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا ۖ وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ

Kemenag RI 2019 : (Ingatlah) ketika kamu membunuh seseorang lalu kamu saling tuduh tentang itu. Akan tetapi, Allah menyingkapkan apa yang selalu kamu sembunyikan.
Prof. Quraish Shihab : Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling menuduh tentang I siapa pembunuhnya). Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang (selama ini) kamu sembunyikan.
Prof. HAMKA : Dan (ingatlah) ketika kamu membunuh satu diri, maka bersitolak-tolakkan kamu padanya, dan Allah mengeluarkan apa yang kamu telah sembunyikan.

Seharusnya kalau berdasarkan urutan kejadian, ayat ini diletakkan sebelum ayat-ayat terkait dengan penyembelihan sapi. Hal itu mengingat bahwa asal muasal ada perintah penyembelihan sapi justru disebabkan karena ada kasus pembunuhan yang tidak diketahui pelakunya. 

Setelah akhirnya menyerah karena misteri pembunuhan tidak menemukan hasil, maka upaya terakhir tinggal mengandalkan mukjizat dari Allah SWT. Mereka pun meminta Nabi Musa alaihissalam untuk beroda memohon kepada Allah SWT agar diberi petunjuk tentang siapakah si pembunuh yang sebenarnya.

Untuk itu maka Allah SWT pun memerintahkan mereka menyembeli sapi, yang kisahnya sudah kita lalui sejak membahas ayat 67. 

Namun demikianlah salah satu keunikan Al-Quran, justru awal kisahnya baru dimulai di ayat ke-72 ini. 

Lafazh wa idz (وَاِذْ) ini sudah berkali-kali terulang dalam rangkaian ayat-ayat yang sebelumnya dibahas. Maknanya adalah : "Dan ingatlah ketika".

Ayat ini mengingatkan kepada kalangan Yahudi Madinah terkait kisah yan melibatkan nenek moyang dan leluhur mereka  yang sangat populer, dimana kejadiannya terjadi di masa kenabian Musa alaihisalam, ribuan tahun sebelum masa kenabian Muhammad SAW.  Dalam hal ini kisah tentang terbunuhnya seseorang yang tidak ketahuan siapa yang melakukannya. 

Setidaknya ada dua versi yang berbeda terkait latar belakang dan mmotiv dari peristiwa pembunuhan nyawa ini. 

1. Versi Pertama

Ada yang mengatakan pembunuhan dilatar-belakangi kasus perebutan harta warisan antara paman dan keponakan. Si keponakan kemudian membunuh sang paman, demi agar bisa mendapatkan harta peninggalannya. Al-Qurthubi mengatakan bahwa di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Abbas radhiyallahuanhu.

Boleh jadi di masa itu syariat mereka belum mengharamkan harta warisan buat orang yang jadi pembunuh pewarisnya sendiri. Maka dengan kejadian itu kemudian barulah Allah haramkan dalam syariat mereka.

Yang pasti dalam syariat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW, sejak awal kalau ada orang yang membunuh calon pewaris yang akan memberikannya harta warisan maka dipastikan dia tidak akan menerima harta warisan. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW : 

لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنْ تِرْكَةِ الْمَقْتُوْلِ شَيْئا

 Pembunuh tidak berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. (HR. An-Nasai)

مَنِ اسْتَعْجَلَ الشَّيْءَ قَبْلَ اَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ

Siapa ingin mempercepat mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia dikenakan sanksi tidak boleh mendapatkannya.

2. Versi Kedua

Selain versi rebutan harta waris di atas, ada juga versi lain yang sedikit berbeda latar belakangnya, yaitu disebabkan putus cinta atau rasa kecewa. Rupanya sang paman punya puteri yang jelita dan sang keponakan naksir bahkan jatuh cinta ingin menikahi sepupunya sendiri.

Namun sang paman yang juga ayah kandung si gadis tidak setuju bila puterinya itu dinikahi oleh keponakan sendiri. Maka sang paman sengaja menghalangi dan tidak setuju dengan pernikahan itu. 

Maka menjadi kalap lah sang keponakan, karena cintanya ditolak. Laku dia main kasar dan tanpa ampun sang paman pun dihabisi nyawanya. Lalu jasadnya dibuang begitu saja di kampung lain sambil dia berpura-pura tidak tahu.

 

Lafazh fad-daara'tum () dimaknai dengan beberapa versi. Sebagian menerjemahkannya menjadi : kamu saling menyalahkan, sebagian lainnya mengatakan bahwa kamu saling berselisih saja. 

Al-Baqarah : 72

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-3-2024
Subuh 04:40 | Zhuhur 11:59 | Ashar 15:14 | Maghrib 18:03 | Isya 19:10 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia