Ketika berbicara mengenai hukum yang berkaitan dengan wanita haidh, ternyata masih beredar persepsi yang keliru di tengah masyarakat kita. Bukan hanya di kalangan awam, bahkan juga pada sebagian orang yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai rujukan.
Kekeliruan persepi ini, bisa jadi karena adanya kesalah pahaman dari orang-orang terhadap apa yang disampaikan oleh narasumber baik itu ustadz, guru atau siapa saja baik dalam suatu majlis ilmu maupun dari suatu artikel atau tulisan. Atau yang lebih disayangkan lagi bahwa kekeliruan tersebut justru berasal dari narasumber itu sendiri.
Salah satu bukti tentang adanya kekeliruan persepsi ini, penulis menemukan sebuah buku yang beredar di masyarakat tentang panduan tatacara shalat lengkap. Buku ini lumayan tebal, dan isinya memang sangat bermanfaat terutama bagi orang yang ingin belajar tata cara shalat dengan benar. Namun sangat disayangkan di dalamnya terdapat beberapa kekeliruan dalam menyebutkan beberapa hukum yang berkaitan dengan shalat.
Salah satu di antaranya disebutkan di dalam buku tersebut bahwa wanita haid adalah najis, sehingga jika ada orang sedang shalat baik itu laki-laki atau wanita kemudian dengan sengaja atau tidak sengaja menyentuh wanita yang sedang haid, maka shalatnya tidak sah. Karena wanita haidh menurut buku itu dianggap sebagai najis. Dengan begitu, hukumnya pun sama dengan benda najis.
Lalu apakah benar tubuh wanita haid itu adalah najis?. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus samakan persepsi kita terlebih dahulu mengenai apa itu najis dan apa itu hadats dan apa perbedaan antara keduanya.
Perbedaan Najis dan Hadats
Najis dan hadats dalam istilah ilmu fiqih, sebenarnya memiliki kesamaan dalam hal dua-duanya merujuk pada lawan dari kata suci atau thahir, yang mana keduanya sama-sama mengahalangi seseorang untuk melakukan ibadah ritual seperti shalat, thawaf dan sebagainya.
Namun keduanya juga mempunyai perbedaan yang mendasar di mana konsekuensi hukum dari masing-masing najis dan hadats nanti akan berbeda. Untuk mengetahui perbedaan tersebut terlebih dahulu kita paparkan definisi najis dan hadats.
a. Pengertian Najis
Najis menurut para ulama adalah:
مُسْتَقْذِرٌ يَمْنَعُ صِحَّةَ الصَّلاَةِ حَيْثُ لاَ مُرَخِّصَ
“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat, di saat tidak ada keringanan.”[1]
Atau:
صِفَةٌ حُكْمِيَّةٌ تُوجِبُ لِمَوْصُوفِهَا مَنْعَ اسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ بِهِ أَوْ فِيهِ
“Sifat hukum yang mencegah bolehnya seseorang melaksanakan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.”[2]
b. Pengertian Hadats
Sedangkan pengertian hadats menurut para ulam adalah:
الْوَصْفُ الشَّرْعِيُّ ( أَوِ الْحُكْمِيُّ ) الَّذِي يَحِل فِي الأْعْضَاءِ وَيُزِيل الطَّهَارَةَ
“Status hukum syar'i (hukmi) pada tubuh seseorang yang menghilangkan kesucian.”[3]
Dari definisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa perbedaan antara najis dan hadats antara lain:
1. Benda dan Status Hukum
Salah satu perbedaan antara najis dan hadats adalah bahwa najis merupakan benda yang bisa dirasakan, dilihat bentuknya dan dicium baunya. Sedangkan hadats hanyalah sebuah status hukum yang melekat pada seseorang ketika dia melakukan hal-hal yang menyebabkan dirinya berhadats. Seperti buang air kecil, buang air besar, haidh, nifas dan sebagainya, yang mana nantinya hadats itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu hadats kecil dan hadats besar.
2. Cara Penyucian
Sedangkan dari cara penyuciannya, hadats hanya boleh disucikan atau dihilangkan statusnya dengan cara-cara yang bersifat ritual yang telah ditentukan yaitu dengan wudhu, mandi janabah atau tayammum. Sedangkan najis umumnya disucikan dengan cara dibersihkan, dicuci, atau upaya lainnya sehingga secara fisik najis itu telah hilang. Kecuali najis ringan dan najis berat, dimana keduanya dihilangkan dengan cara melakukan pembersihan yang bersifat ritual.
Apakah tubuh wanita haidh najis?
Dari paparan di atas sebenarnya pertanyaan tersebut sudah bisa terjawab dengan sendirinya, jawabannya tidak lain bahwa tentu saja tubuh wanita haidh bukanlah najis. Karena seorang wanita ketika datang bulan atau haidh berarti dia sedang berstatus mempunyai hadats, dan itu hanya sekedar status (hukmiy). Bukan berarti seluruh tubuhnya otomatis menjadi benda najis. Karena sebagaimana telah kita ketahui bahwa hadats itu adalah status, bukan benda. Adapun yang menjadi najis hanyalah darah haidhnya saja, sedangkan tubuhnya tidak menjadi najis hanya karena ada najis yang keluar dari tubuhnya.
Selain itu terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tubuh wanita haidh tidaklah najis. Di antaranya:
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori :
عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم لقيه في بعض طريق المدينة وهو جنب، فانخنست منه، فذهب فاغتسل ثم جاء، فقال: «أين كنت يا أبا هريرة» قال: كنت جنبا، فكرهت أن أجالسك وأنا على غير طهارة، فقال: «سبحان الله، إن المسلم لا ينجس»
“Dari Abu Hurairoh r.a : bahwasanya nabi Muhammad SAW bertemu dengannya di salah satu jalan di madinah dalam keadaan abu Hurairah sedang junub, maka Abu Hurairah pun bersembunyi darinya. lalu dia pergi untuk mandi (janabah) kemudian dia datang (kepada Rasulullah SAW). Lalu Nabi berkata: “Kemana engkau tadi wahai Abu Hurairah?”, Abu Huraiarah menjawab, “Aku tadi sedang junub wahai Rasul, dan aku tidak berkenan menemanimu dalam keadaan aku tidak suci”, lalu Rasul berkata, “Maha Suci Allah, Sesungguhnya seorang muslim itu tidak najis”.
Dari hadits di atas jelas sekali bahwa seorang muslim itu tubuhnya tidaklah menjadi najis lantaran dia sedang dalam keadaan junub (hadats besar). Bahkan Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhori menyebutkan bahwa hal ini telah menjadi ijma’ para ulama.[4]
2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ عائشة قَالَتْ: قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ» . فَقُلْتُ: إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ: «إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يدك.
“Dari Aisyah r.a ia berkata: “Nabi Muhammad SAW. Berkata kepadaku, “berikan kepadaku sajadah kecil dari masjid!”, lalu aku berkata, “Tapi aku sedang haidh”, maka Nabi berkata, “Sesungguhnya haidhmu bukan pada tanganmu”.
Dari hadits ini juga dapat kita pahami bahwa tubuh wanita haid itu tidak najis. Karena darah haidh yang keluar itu tidak menjadikan seluruh tubuh wanita menjadi najis.
Kepercayaan Umat Yahudi
Dalam kepercayaan umat Yahudi, dipercaya bahwa wanita yang sedang haid adalah najis dan tidak boleh disentuh. bahkan jika wanita itu menyentuh suatu benda maka benda itu juga ikut menjadi najis karena sentuhan wanita tersebut. Sehingga orang yang menyentuh benda yang telah disentuh oleh wanita haidh harus mandi dan mencuci tangannya.
Oleh karena itu dalam kepercayaan mereka wanita yang sedang haid harus diasingkan dan tidak boleh dibiarkan bergaul dengan orang lain. Karena wanita haid adalah najis dan harus dijauhi. Karena konon, dalam kepercayaan mereka menyentuh benda najis adalah dosa besar.
Oleh karenanya, jika kita mempercayai bahwa wanita haid adalah najis, lalu apa bedanya kita dengan yahudi?. Karena berbeda dengan kepercayaan yahudi, dalam agama islam wanita haid dibolehkan untuk bergaul dan bersentuhan dengan wanita lain atau laki-laki yang merupakan mahramnya, tidak ada anjuran atau perintah untuk mengasingkan wanita haid dari kehidupan. Selain itu, bagi suami juga diperbolehkan untuk ber-istimta’ dengan istrinya yang sedang haid asalkan tidak melewati batas antara pusar dan lutut.
Jadi jelas, kesimpulannya adalah tubuh wanita yang sedang haid tidaklah najis. Tetapi tubuhnya tetap suci, hanya saja secara hukum dia berhadats sehingga tidak boleh untuk melakukan ritual ibadah tertentu sampai darah haidnya berhenti lalu kemudian melakukan mandi janabah.
Dan sebelum melakukan mandi janabah wanita haid tetaplah berhadats, tidak boleh melakukan ibadah tertentu seperti shalat, walaupun darah haidnya sudah berhenti keluar. Karena seorang wanita ketika haid, otomatis dia menjadi berhadats, dan hadatsnya adalah hadats besar (janabah) sehingga cara mengangkat hadats tersebut adalah dengan mandi janabah.
[1] Al-Qalyubi, Hasyiyata Al-Qalyubi wa Umairah 'ala Syarhi Al-Mahalli ‘alal Minhaj, jilid 1 hal. 68
[2] Ad-Dardir, Hasyiyatu Al-Dasuqi 'Ala Syarh Al-Kabir, jilid 1 hal. 32
[3] Nihayatul Muhtaj jilid 1 hal. 51-52
[4] Ibnu Rajab Al-Hanbali, Fathul bari Syarh Shahih al-Bukhari. Hal. 343
Berilmu Sebelum Berutang
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 27 August 2018, 08:40 | 10.211 views |
Fiqih Pinjam-meminjam
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 23 August 2018, 21:49 | 142.472 views |
Qardh dan Dain, Jenis Utang yang Serupa Tapi Tak Sama
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 30 August 2017, 11:29 | 17.635 views |
Bolehkah Melebihkan Pembayaran Utang dengan Alasan Inflasi?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 20 August 2017, 23:24 | 15.248 views |
Benarkah Go-Food Haram?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 16 July 2017, 22:27 | 49.272 views |
Ketika Ulama Tidak Mengamalkan Hadits
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 26 December 2016, 13:20 | 5.048 views |
Ustadz Sunnah dan Ustadz Tidak Sunnah?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 8 December 2016, 09:00 | 10.124 views |
Bolehkan Berwasiat Untuk Ahli Waris?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 1 May 2015, 15:55 | 30.026 views |
Benarkah Tubuh Wanita Haid Itu Najis?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 16 February 2015, 00:01 | 18.375 views |
Satu Keluarga Meninggal Bersamaan, Bagaimana Cara Pembagian Warisnya?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 25 January 2015, 19:12 | 10.218 views |
Bagian Waris Anak Angkat
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 28 November 2014, 17:35 | 8.151 views |
Islamisasi Atau Arabisasi?
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 12 April 2014, 08:01 | 11.773 views |
Hadits-hadits Yang Saling Bertentangan
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 6 April 2014, 12:00 | 29.829 views |
Ahmad Zarkasih, Lc | 106 tulisan |
Hanif Luthfi, Lc., MA | 66 tulisan |
Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA | 57 tulisan |
Ahmad Sarwat, Lc., MA | 48 tulisan |
Isnan Ansory, Lc, MA | 26 tulisan |
Firman Arifandi, Lc., MA | 23 tulisan |
Sutomo Abu Nashr, Lc | 20 tulisan |
Aini Aryani, Lc | 19 tulisan |
Galih Maulana, Lc | 15 tulisan |
Muhammad Abdul Wahab, Lc | 13 tulisan |
Ali Shodiqin, Lc | 13 tulisan |
Isnawati, Lc., MA | 9 tulisan |
Muhammad Ajib, Lc., MA | 9 tulisan |
Siti Chozanah, Lc | 7 tulisan |
Tajun Nashr, Lc | 6 tulisan |
Maharati Marfuah Lc | 5 tulisan |
Faisal Reza | 4 tulisan |
Ridwan Hakim, Lc | 2 tulisan |
Muhammad Aqil Haidar, Lc | 1 tulisan |
Muhammad Amrozi, Lc | 1 tulisan |
Luki Nugroho, Lc | 0 tulisan |
Nur Azizah, Lc | 0 tulisan |
Wildan Jauhari, Lc | 0 tulisan |
Syafri M. Noor, Lc | 0 tulisan |
Ipung Multinigsih, Lc | 0 tulisan |
Solihin, Lc | 0 tulisan |
Teuku Khairul Fazli, Lc | 0 tulisan |
Jadwal Shalat DKI Jakarta16-1-2021Subuh 04:27 | Zhuhur 12:04 | Ashar 15:29 | Maghrib 18:19 | Isya 19:32 | [Lengkap]
|
Rumah Fiqih Indonesiawww.rumahfiqih.comJl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Materi | Buku | PDF | Ustadz | Mawaris | Video | Quran | Pustaka | Radio | Jadwal Link Terkait : Sekolah Fiqih | Perbandingan Mazhab | img
|