Maulid Nabi, Bagaimana Sikap Kita? | rumahfiqih.com

Maulid Nabi, Bagaimana Sikap Kita?

Galih Maulana, Lc Sat 10 December 2016 06:02 | 13742 views

Bagikan lewat

Maulid Nabi memang tak pernah sepi dari pembicaraan, baik itu dari kalangan yang pro maupun yang kontra, semua itu terjadi akibat dari perbedaan sudut pandang tentang esensi dari Maulid itu sendiri, berbagai argumen terlontar, ada dengan cara yang baik ada juga dengan cara yang buruk, ada yang menggunakan bahasa santun ada juga dengan bahasa yang kasar dan sinis, ada yang menjelaskan secara objektif ada juga yang subjektif, dan lain-lain.

Maksud dari maulid Nabi

Maulid Nabi adalah perayaan kelahiran Nabi Muhammad dengan cara berkumpul di masjid atau lainnya yang diisi dengan bacaan al-Qur’an, sholawat Nabi, pembacaan sejarah Nabi, do’a dan makan-makan.

Pandangan tentang Maulid

Disini saya akan mencoba memaparkan beberapa pendapat tentang Maulid Nabi seobjektif mungkin sebatas pengetahuan saya. Maksud dari tulisan ini tidak lain hanya untuk memberi informasi yang adil kepada saudara-saudara, agar kita bisa bersikap lebih bijak terhadap masalah ini.

Dalam masalah Maulid ini ada dua kubu yang saling bersebrangan, kubu pertama memandang bahwa Maulid itu sebaiknya ditinggalkan, sedangkan kubu kedua memandang bahwa Maulid adalah sesuatu yang baik, dan sangat dianjurkan untuk dilakukan.

 

Argumen kubu pertama

Sebaiknya perayaan Maulid Nabi itu ditinggalkan dengan beberapa alasan:

  • Bahwa Rosulullah sama sekali tidak pernah merayakan Maulidnya sendiri dan tidak pula beliau memerintahkan para sahabat untuk merayakannya.
  • Para sahabat khususnya al-khulafa ar-rosyidun tidak pernah merayakan Maulid Nabi, padahal merekalah yang paling mencintai Nabi
  • Bila Nabi dan para sahabat tidak melakukannya, mengapa kita melakukannya, bukankah Rosulullah pernah bersabda:

فعليكم بسنّتي ، وسنّة الخلفاء الرّاشدين المهْديّين[1]

” Berpegang teguhlah kalian kepada sunahku dan sunah al-khulafa ar-rosyidin yang mendapat petunjuk”

  • Bila kita melihat sejarah, Maulid itu muncul di era dinasti Fathimiyah yang mana mereka beraliran syiah bathiniyah.
  • Waktu, rangkaian acara dan lantunan-lantunan yang dibaca dalam maulid, apakah pernah ada tuntunannya dari Rosulullah?
  • Biasaanya dalam perayaan Maulid ada kemaksiatan-kemaksiatan, seperti ikhtilath antara laki-laki dan wanita atau lainnya.
  • Dalam hal yang berkaitan dengan agama harus berdasarkan kepada dalil, apakah perayaan Maulid Nabi ada dalilnya?

Diantara ulama yang menganjurkan untuk meninggalkan maulid Nabi adalah Syekh ‘Utsaimin, Syekh Ibnu Baz dan Syekh Sholeh al-Fauzan.

Argumen kubu kedua

Maulid Nabi adalah perkara yang baik dan dianjurkan bagi kaum muslimin untuk merayakannya dengan beberapa alasan:

  • Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ[2]

“katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmatNya maka dengan yang demikian itu hendaklah mereka bergembira, itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”

Ayat ini memerintahkan kaum muslimin untuk bergembira dengan rahmat dan karunia Allah, dan salah satu rahmat terbesar bagi manusia adalah kelahiran Nabi , Allah ta’ala berfirman:

 وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ [3]

“dan tiadalah kami mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam”

Dan Maulid Nabi dilaksakan dalam rangka bergembira atas kelahiran Nabi .

  • Bukan hanya sebagai rahmat Allah saja, kelahiran Nabi juga merupakan kelahiran yang istimewa, yang berbeda dengan kelahiran manusia manapun, Rosulullah bersabda:

ورأت أمي حين حملت بي كأنه خرج منها نور أضاءت له قصور بصرى من أرض الشام

“dan ibuku melihat cahaya ketika melahirkanku yang menerangi istana-istana basroh di negri Syam”[4]

Dan hadits-hadits yang semisal ini banyak[5].

Maka sudah selayaknya kaum muslimin menaruh perhatian lebih dan mengistimewakan hari kelahiran ini, sebagaimana Allah mengistimewakannya.

  • Ketika Rosulullah tiba di Madinah, Rosulullah mendapatkan bahwa bangsa yahudi melakukan puasa asyura, kemudian bertanya, mengapa mereka melakukan puasa asyuro, merekanpun menjawab bahwa hari asyuro adalah hari diselamatkannya Musa dari tentara fir’aun, dan fir’aun beserta bala tentaranya tenggelam di laut, oleh karena itulah kami berpuasa sebagai bentuk syukur kepada Allah. Kemudian Rosulullah bersabda:

نحن أولى بموسى منكم[6]

“kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”

 

Dari keterangan diatas dapat diambil faidah yaitu : bahwa melakukan syukur atas karunia Allah (baik berupa pemberian nikmat atau terhindar dari bencana) yang terjadi di hari tertentu, kemudian pelaksanaan syukur itu diulang dihari yang sama setiap tahunnya tidaklah mengapa. Bentuk syukur kepada Allah bisa berupa puasa, sedekah, membaca al-Qur’an atau lainnya.

 

Dan karunia mana lagi yang lebih besar dari kelahiran Rosulullah ? Allah ta’ala berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ [7]

“sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, ketika Allah mengutus seorang Rosul dari kalangan mereka sendiri”

  • Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَذَكِّرْهُم بِأَيَّامِ اللَّهِ

“Dan ingatkanlah merekalah kepada hari-hari Allah”

Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat ini membawakan hadits Nabi yang berbunyi :

 

عن ابن عباس رضي الله عنهما، عن النبي صلى الله عليه وسلم في قوله تبارك وتعالى : وذكرهم بأيام الله ، قال: بنعم الله تبارك وتعالى

 Dari ibnu ‘abbas rodhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi tentang firman Allah : “Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”, maksudnya adalah nikmat-nikmat Allah tabaroka wata’ala.[8] 

 

Dan kelahiran Nabi merupakan nikmat terbesar bagi umat manusia khususnya umat Islam tanpa bisa dibantah lagi. Perayaan maulid Nabi adalah sarana untuk mengingat nikmat Allah tersebut.

  • Allah ta’ala berfiman :

ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ [9]

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.

 

Syiar-syiar Allah adalah hurumatullah, hurumatullah adalah segala seuatu yang Allah muliakan, bisa berupa benda atau waktu seperti Masjid dan Bulan romadhon.

Dan Rosulullah merupakan makhuk Allah yang paling agung keutamaannya dan paling mulia kedudukannya, tentu sudah sepantasnya kaum muslimin mengagungkan dan merayakan syiar ini.

  • Rosulullah ditanya tentang puasa hari senin, maka beliau menjawabnya dengan sebuah kabar bahwa hari senin adalah hari kelahirannya, bila kabar ini tidak ada faidahnya, tentu Nabi tidak akan menyebutkannya dalam menjawab pertanyaan itu.

 

ذاك يوم ولدت فيه[10]

“hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”

 

Dalam ushul fiqih[11], bila Nabi ditanya suatu masalah kemudian menjawab dengan sebuah kabar yang seolah-olah tidak ada kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan, maka itu justru sebenarnya latar belakang atau sebab dari masalah yang dipertanyakan.

Dalam kasus ini berarti, kenapa Nabi puasa hari senin, karena hari senin adalah hari kelahirannya, maka sebab itu Nabi berpuasa.

 

Dengan alasan Nabi memberi perhatian kepada hari kelahirannya, maka kaum muslimin harus lebih perhatiaan lagi kepada hari kelahiran beliau karena hari yang dipentingkan oleh Nabi mengandung keutamaan.

  • Abu lahab diringankan siksanya karena bergembira dengan kelahiran Nabi Muhammad yang diekspresikan dengan memerdekakan tsuwaibah,

وثويبة مولاة لأبي لهب كان أبو لهب أعتقها فأرضعت النّبيّ صلَى اللّه عليه وعلى آله وسلّم فلمّا مات أبو لهب أريه بعض أهله بشرّ حيبة قال له ماذا لقيت قال أبو لهب لم ألق بعدكم غير أنّي سقيت في هذه بعتاقتي ثويبة[12]

“Tsuwaibah dulunya adalah budak perempuan Abu Lahab. Abu Lahab membebaskannya, lalu dia menyusui Nabi . Tatkala Abu Lahab mati, dia diperlihatkan kepada sebagian keluarganya (dalam mimpi) tentang buruknya keadaan dia. Dia (keluarganya ini) berkata kepadanya, “Apa yang engkau dapatkan?”, Abu Lahab menjawab, “Saya tidak mendapati setelah kalian kecuali saya diberi minum sebanyak ini (sedikit) karena saya memerdekakan Tsuwaibah”.

 

Bila abu lahab yang kafir dibalas Allah karena memerdekaan tsuwaibah karena senang akan kelahiran Nabi , maka bagaimana dengan kaum muslimin ?

Diantara ulama yang menganjurkan untuk melaksakan maulid Nabi adalah al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani, al-Imam as-Suyuthi, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami dan al-Imam Abu Syamah (guru dari al-Imam an-Nawawi).

 

Jawaban untuk kubu pertama

1. Bahwa maulid Nabi tidak pernah dilakukakn Nabi.

Jawaban :

Sebuah kaidah fikih mengatakan :

ترك النبي على شيء لا يدل على تحريمه[13]

“Nabi tidak melakukan sesuatu tidak berarti sesuatu itu hukumnya haram”

 

Seperti ketika Nabi tidak memakan daging Dhob, bukan berarti daging Dhob itu haram, karena nyatanya para sahabat memakannya.[14]

Sesuatu yang ditinggalkan Nabi apakah hukumnya haram atau tidak, itu dikembalikan kepada dalil, apakah ada dalilnya atau tidak dalam syariat Islam tentang masalah itu.

2. Bahwa para sahabat tidak melakukan itu.

jawaban :

Sahabat tidak melakukan Maulid karena kenangan akan Rosulullah masih sangat kuat, mereka tahu sosok Rosulullah, nasabnya, kedudukannya, perjuangannya dan segala sesuatu tentang Rosulullah masih terasa dan tertancap kuat dalam hati dan pikiran mereka.

Sedangkan tujuan dari Maulid sendiri adalah mengingat kembali segala sesuatu tentang Rosulullah sehingga bertambah rasa cinta kepada beliau dan bertambah semangat dalam mengikutinya.

3. Bahwa kita harus mengikuti sunah Beliau dan sunah al-Khulafa ar-Rosyidin

Jawaban:

Benar kita harus mengikuti sunah mereka, dan salah satu sunah al-Khulafa ar-Rosyidin adalah berijtihad. Para ulama dalam menentukan hukum sesuatu yang tidak secara eksplisit terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi akan melakukan ijtihad.

Maulid Nabi tidak secara eksplisit disebutkan hukumnya dalam al-Qur’an dan Hadits, maka untuk mengetahui hukumnya para ulama melakukan ijtihad sebagai bentuk meneladani sunah al-Khulafa ar-Rosyidin.

4. Bahwa maulid itu muncul di era dinasti Fathimiyah yang berairan syiah bathiniyah

Jawaban :

Sejarah kemunculan maulid Nabi adalah hal yang belum disepakati. Justru imam as-Suyuthi mengatakan bahwa pertama kali Maulid dilakukan oleh seorang Raja yang bernama al-Mudhofar abu sa’id kaukabary [15](w: 630H). Untuk mengenal siapa itu raja al-Mudhofar, saudara bisa merujuknya di kitab al-Bidayah wa an-Nihayah karangan al-imam Ibnu katsir.

Walaupun seandainya benar tejadi di dinasti Fathimiyah, maka tidakah mengapa selama perbuatan itu ada dalilnya dalam syariat, seperti puasa asyuro yang merupakan kebiasaan orang yahudi.

5. Waktu, rangkaian acara dan lantunan-lantunan yang dibaca dalam maulid tidak ada tuntunannya dari Rosulullah.

Jawaban :

Waktu dan apa-apa yang dibaca dalam Maulid berupa bacaan al-Qur’an dan Sholawat Nabi, atau makan-makan, yang mana makanan itu merupakan bentuk shodaqoh adalah kebaikan-kebaikan yang diperintahkan secara mutlak,tidak ada ketentuan harus kapan dan bagaimana.

Selama itu perintah mutlak maka boleh melakukannya dengan cara bagaimanapun selama tidak melanggar syariat. Sehingga kita dapati bentuk dan cara maulid di berbagai tempat itu bermacam-macam, tidak sama karena tidak ada ketentuannya.

 

Adapun menentukan waktu adalah karena telah disepakati bahwa Nabi lahir di bulan Robi’ul awal, adapun tanggalnya memang masih diperselisihkan, oleh sebab itu, biasanya perayaan Maulid dilaksanakan sebulan penuh.

6. Bahwa dalam Maulid biasannya terjadi kemaksiatan.

Jawaban :

Itu kembali kepada teknis pelaksanaan bukan kepada substansi Maulid itu sendiri. Namun yang perlu diperhatikan adalah, para panitia atau pelaksana acara Maulid selalu berusaha menjaga perayaan Maulid ini dari segala benuk kemaksiatan.

7. Dalam hal yang berkaitan dengan agama harus berdasarkan kepada dalil, apakah perayaan maulid Nabi ada dalilnya?

Jawaban :

Dalil-dalil tentang Maulid telah disebutkan diatas.

 

Kesimpulan dan sikap yang harus dilakukan

Telah kita saksikan bersama bahwa maulid ini memang selalu menjadi bahan pebincangan karena adanya pihak yang tidak setuju dan pihak yang mendukung, dan semua pihak ternyata punya argumen dan hujah yang patut kita hormati.

Dan memang masalah ini sudah diperbicangkan dari dulu, maka sudah selayaknya bagi kita untuk menghentikan ini demi terciptanya keharmonisan dan persatuan umat Islam. Yang tidak setuju dengan Maulid maka tidak ada paksaan untuk ikut melaksakannya, dan hendaklah jangan mencibir orang-orang yang melaksanakan maulid. Begitu pula yang mendukung Maulid hendaklah melaksakannya dengan cara yang penuh hikmah tanpa ada cacian dan kebencian kepada pihak yang tidak setuju.

Alangkah indahnya bila kita bisa saling memahami dan menghormati, karena sejatinya, ajaran inti dari Islam adalah untuk menebar perdamaian, kasih sayang dan keadilah kepada seluruh umat manusia.

 


[1] HR. Abu dawud dan at-Tirmidzi

[2] QS. Yunus ayat 58

[3] QS. Al-anbiya ayat 107

[4] HR ibnu ishaq, al-hakim, adz-dzahabi dan ibnu jarir dalam tafsirnya

[5] Seperti riwayat dari Ahmad, ibnu hiban dll

[6] HR. Bukhori Muslim.

[7] QS. Ali imron ayat 164

[8] Tafsir ibnu katsir jilid 4 hal. 398

[9] QS al-hajj ayat 32

[10] HR. Muslim

[11] Ushul fiqih adalah metode para ulama dalam menggali hukum dari al-Qur’an dan Hadits.

[12] Hadits mursal riwayat Bukhori

[13] Kaidah ini banyak tertulis di kitab-kitab ulama, baik dalam ilmu fikih maupun ushul fikih, diantarannya pernyataan Ibnu daqiq (w: 702H) dalam kitab ihkamul ahkam syarhu ‘umdatil ahkam jilid 1 hal. 205

[14] Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.

[15] Lihat kitab al-Hawi lil-fatawiy jilid 1 hal.272


Baca Lainnya :

more...

Semua Tulisan Penulis :
Imam Suyuthi dan al-Itqon
Galih Maulana, Lc | 24 January 2018, 16:28 | 37.885 views
Menghormati Madzhab Suatu Negri Merupakan Tanda Kefaqihan Seorang Faqih
Galih Maulana, Lc | 13 January 2018, 13:46 | 14.349 views
Taklid Boleh Apa Tidak
Galih Maulana, Lc | 17 October 2017, 12:49 | 9.953 views
Kupas Tuntas Qunut Subuh
Galih Maulana, Lc | 15 October 2017, 19:50 | 15.899 views
Ahli Hadits Dan Ahli Fiqih
Galih Maulana, Lc | 27 September 2017, 11:45 | 13.432 views
Fatwa Dan Tarjih
Galih Maulana, Lc | 26 September 2017, 08:35 | 11.562 views
Antara Fiqih Dan Tasawuf
Galih Maulana, Lc | 6 August 2017, 21:47 | 41.345 views
Sesuai Pemahaman Sahabat, Bagaimana Maksudnya?
Galih Maulana, Lc | 5 August 2017, 21:21 | 21.186 views
Siapakah yang Berhak Mengambil Hukum Langsung Dari Al-Qur’an dan As-Sunnah ?
Galih Maulana, Lc | 20 July 2017, 15:48 | 37.748 views
Makna Kullu Menurut Para Ulama
Galih Maulana, Lc | 18 July 2017, 02:23 | 49.695 views
Tukar Menukar Kado, Boleh apa Tidak ?
Galih Maulana, Lc | 27 May 2017, 14:31 | 33.163 views
Apa Setiap Manfaat yang Diambil dari Transaksi Pinjam Meminjam Itu Riba ?
Galih Maulana, Lc | 4 April 2017, 13:16 | 20.268 views
Hukum Melafadzkan Niat
Galih Maulana, Lc | 8 January 2017, 16:57 | 35.241 views
Manhaj Imam Syafii dalam Memahami Al-Quran dan As-Sunnah
Galih Maulana, Lc | 29 December 2016, 10:29 | 15.910 views
Maulid Nabi, Bagaimana Sikap Kita?
Galih Maulana, Lc | 10 December 2016, 06:02 | 13.742 views
PENULIS :
Ahmad Zarkasih, Lc106 tulisan
Hanif Luthfi, Lc., MA69 tulisan
Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, MA57 tulisan
Ahmad Sarwat, Lc., MA48 tulisan
Isnan Ansory, Lc, MA26 tulisan
Firman Arifandi, Lc., MA23 tulisan
Sutomo Abu Nashr, Lc20 tulisan
Aini Aryani, Lc19 tulisan
Galih Maulana, Lc15 tulisan
Muhammad Abdul Wahab, Lc13 tulisan
Ali Shodiqin, Lc13 tulisan
Isnawati, Lc., MA9 tulisan
Muhammad Ajib, Lc., MA9 tulisan
Siti Chozanah, Lc7 tulisan
Tajun Nashr, Lc6 tulisan
Maharati Marfuah Lc5 tulisan
Faisal Reza4 tulisan
Ridwan Hakim, Lc2 tulisan
Muhammad Aqil Haidar, Lc1 tulisan
Muhammad Amrozi, Lc1 tulisan
Muhammad Alfatih Mubarok1 tulisan
Luki Nugroho, Lc0 tulisan
Nur Azizah, Lc0 tulisan
Wildan Jauhari, Lc0 tulisan
Syafri M. Noor, Lc0 tulisan
Ipung Multinigsih, Lc0 tulisan
Teuku Khairul Fazli, Lc0 tulisan

Jadwal Shalat DKI Jakarta

30-5-2023
Subuh 04:36 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:14 | Maghrib 17:48 | Isya 18:59 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia

www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia
Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Buku | PDF | Quran | Pustaka | Jadwal | Sekolah Fiqih