![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Vonis Murtad dan Mahkamah Syari'ah |
PERTANYAAN Assalamu'alaikum Dalam jawaban Pak Ustadz atas sebuah pertanyaan berjudul "Keluar dari Suatu Jamaah, Murtadkah Saya?",Pak Ustadz sebutkan bahwa : Vonis murtad kepada seseorang tidak bisa langsung dikeluarkan saat itu juga, harus menunggu ada ketetapan resmi dari pengadilan syariah. Pengadilan syariah ini harus diselenggarakan oleh lembaga formal atas nama negara Islam yang berdaulat. Bukan pengadilan jalanan atau pengadilan swasta.Status kemurtadan seseorang harus berdasarkan sebuah ketetapan hukum positif yang tetap dan dikeluarkan oleh negara Islam yang berdaulat. Yang ingin saya tanyakan adalah apakah MUI sudah termasuk dalam kategori Mahkamah/Pengadilan Syari'ah. Kalau memang iya bukankah Indonesia bukanlah negara Islam yang berdaulat? Jadi, apakah fatwa-fatwa MUI tentang murtadnya Ahmadiyah itu bisa dikatakan tidak sah atau bagaimana? Selain itu, kalau boleh saya ingin sekali Pak Ustadz memberikan contoh tentang Mahkamah/Pengadilan Syari'ah yang memang diselenggarakan oleh lembaga formal atas nama negara Islam yang berdaulat! Apakah ada di Mesir, Arab Saudi? Wassalam |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Majelis Ulama Indonesia tentu saja bukan mahkamah syar'iyah (pengadilan syariah), oleh karena itu lembaga swadaya masyarakat ini belum bisa mengeluarkan vonis dengan diiringi eksekusi hukumannya. Yang punya wewenang untuk itu sebenarnya adalah lembaga peradilan, dimana pembentukannya ditetapkan oleh negara. Sayangnya, karena negara ini tidak memberikan wewenang itu kepada MUI, sehingga MUI tidak bisa dikatakan sebagai lembaga peradilan. Sebenarnya umat Islam punya banyak sekali pengadilan agama yang resmi, yaitu Pengadilan Agama (PA) yang tersebar di tiap kabupaten. Sayangnya, kewenangannya sangat terbatas, sekedar mengurusi masalah nikah, talak, rujuk dan seputarnya saja. Secara fiqih, hanya seputar ahwal asy-syakhshiyah dan sama sekali tidak masuk ke wilayah jinayat. Oleh karena itu, produk hukum yang dikeluarkan sekedar status pernikahan suami istri yang terlibat gugat cerai saja, tidak sampai ke wilayah jinayat potong tangan, cambuk atau hukuman mati. Padahal mahkamah syar'iyah yang sesungguhnya pasti punya hak untuk melakukan eksekusi mati kepada penjahat syariah. Dari segi perundangan, negara kita tidak memberikan hak kepada MUI untuk menjadi sebuah mahkamah syar'iyah dengan segala wewenang dan fungsi utamanya. Maka apa boleh buat, kita harus menerima kenyataan bahwa fatwa-fatwa MUI secara jurisids memang tidak mengikat warga negara Republik Indonesia. Fatwa Haramnya Bunga Bank Sebagai contoh, ketika MUI mengharamkan bunga bank bagi umat Islam, seharusnya semua umat Islam yang masih saja menabung di bank konvensional harus diadili dan dihukum setimpal, karena bank konvensional melanggar syariah Islam. Tetapi nyatanya, semua bank konvensional tetap saja dibolehkan beroperasi di tengah umat Islam. Bank-bank konvensional masih berjalan dan bahkan dimiliki oleh orang-orang yang nota bene beragama Islam, demikian juga dengan para direksi, manager dan karyawannya, kebanyakan beragama Islam. Dan yang pasti, nasabahnya juga beragama Islam. Lalu dimana letak titik fatwa MUI tentang haramnya bunga bank? Memang tidak ada konsekuensi hukumnya. Setiap muslim bisa dengan enaknya bermuamalat ribawi dengan bank-bank non syariah, tanpa ada sanksi apapun. Hal itu karena pada hakikatnya sekelas fatwa MUI memang bukan undang-undang. Dan MUI sendiri memang bukan lembaga peradilan hukum. Keputusannya tidak mengikat siapa pun secara jurudis. Vonis Murtad Ahmadiyah Secara hukum, yang bisa menetapkan status kafir hanya lembaga peradilan, yang kita kenal dengan istilah mahkamah syar'iyah. Sayangnya, di negeri kita ini tidak ada representasinya. Pengadilan Agama Islam yang sah dan resmi khusus mengangani masalah umat Islam yang terdapat di tiap kabupaten itu tentu saja bukan representasi dari mahkamah syar'iyah. Pengadilan Agama tidak punya kewenangan di bidang jinayat, yang salah satu jenis pasalnya adalah urusan orang murtad dan hukumannya adalah hukuman mati. Jadi kalau ada orang yang ikut aliran sesat, lalu menyebarkan paham aqidah dasar yang menyimpang, tidak ada tempat yang representatif untuk diadili. Dan Majelis Ulama Indonesia jelas bukan lembaga peradilan. Pengadilan Saudi Arabia Di Saudi Arabia kita menemukan pengadilan yang menjalankan hukum jinayat, sehingga pencuri bisa dipotong tangan, pezina bisa dicambuk 100 kali atau dirajam, peminum khamar bisa dicambuk 40 atau 80 kali. Dan orang yang membunuh serta menghilangkan nyawa orang lain bisa dihukum bunuh juga (qishash). Sudah cukup banyak warga kita yang dieksekusi mati oleh pengadilan di negeri itu. Tetepi umumnya yang kita kenal hanya dalam kasus-kasus pembunuhan. Saya sendiri belum pernah mendengar ada orang murtad dihukum mati disana. Entahlah yang sesungguhnya, barangkali informasi yang saya dapat sangat terbatas. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Ahmad Sarwat, Lc |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |