![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Waktu Yang Utama Untuk Shalat Isya |
PERTANYAAN Assalamu'alaykum Wr. Wb.Ustadz yang dirahmati Allah SWT, ada beberapa hadits shahih yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW lebih mengutamakan pelaksanaan Shalat Isya di akhir waktu (1/3 malam terakhir) bahkan beliau ingin sekali menyarankan ummatnya untuk melaksanakannya, jika beliau tidak khawatir disalah-artikan menjadi perintah (dianggap wajib). Dalam beberapa hadits beliau juga kita mengetahui beberapa keutamaan shalat berjama'ah, yakni 27 derajat lebih tinggi dibanding shalat sendiri, mewajibkan orang buta untuk tetap shalat berjama'ah di masjid meskipun tidak punya penuntun, bahkan beliau berniat membakar rumah orang-orang yang malas shalat berjama'ah di masjid. Dalam Shirah Nabawiyah diberitakan pula beliau hampir tidak pernah meninggalkan shalat berjama'ah sampai akhir hayat beliau. Nah, yang ingin saya tanyakan, apa kaitan keutamaan sholat Isya di akhir waktu dengan sholat berjama'ah di masjid itu? Apa maksudnya di zaman Rasulullah SAW. shalat jamaahnya (di masjid) itu memang dilakukan di akhir waktu? Padahal shalat berjama'ah zaman sekarang umumnya dilaksanakan di awal waktu. Apakah maksudnya jika kita sholat sendirian di rumah karena punya uzur syar'i boleh/disunahkan untuk diakhirkan? Jazakallah atas penjelasan Ustadz.Wassalamu'alaykum Wr. Wb. |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh, Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu 'ala rsulillah, wa ba'du Waktu Isya' secara fiqih dimulai sejak berakhirnya waktu Maghrib sepanjang malam hingga dini hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya adalah ketetapan dari nash yang menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu memanjang dari berakhirnya waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu shalat berikutnya, kecuali shalat shubuh. Dari Abi Qatadah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidaklah tidur itu menjadi tafrith, namun tafrith itu bagi orang yang belum shalat hingga datang waktu shalat berikutnya." (HR. Muslim) Sedangkan waktu mukhtar (pilihan) untuk shalat `Isya` adalah sejak masuk waktu hingga 1/3 malam atau tengah malam. Atas dasar hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Seandainya aku tidak memberatkan umatku, aku perintahkan mereka untuk mengakhirkan / menunda shalat Isya` hingga 1/3 malam atau setengahnya." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmizy). Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW menunda shalat Isya` hingga tengah malam, kemudian barulah beliau shalat". (HR. Muttafaqun Alaihi). Dari Aisyah ra.: ”Rasulullah SAW mengakhirkan shalat Isya‘ pada suatu malam hingga melewati malam dan penduduk Madinah terlelap. Kemudian keluar dan beliau bersabda,”Inilah waktunya (isya‘), bila tidak memberatkan ummatku.” (HR. Muslim dan Nasai) Juga hadist lainnya: Dari Jabir ra berakata, " . . Dan Rasulullah SAW melakukan shalat isya‘ terkadang diakhirkan dan terkadang di awalnya. Bila beliau melihat jamaah telah berkumpul, maka isya‘ dipercepat dan bila mereka datang lebih lambat, maka shalat Isya diakhirkan. . . (HR. Bukhari dan Muslim). Namun sebaiknya bila melakukan shalat Isya‘ tengah malam tidak dengan tidur terlbih dahulu. Dari Abi Barzah al-aslami bahwa Rasulullah SAW suka mengakhirkan Isya‘ yang disebutnya ‘atmah, namun beliau tidak suka tidur sebelumnya atau bercakap-cakap sesudahnya. (HR Jamaah). Dengan adanya dalil-dalil di atas, para ulama menyimpulkan bahwa khusus untuk shalat 'Isya, memang tidak selalu dikerjakan di awal waktu. Namun seringkali Rasulullah SAW dan para shahabat mengerjakajannya agak sedikit lebih malam. Namun tetap dilakukan di masjid secara berjamaah. Bukan shalat sendiri-sendiri di rumah. Dan tentu saja dengan tetap melantunkan adzan yang berfurngsi sebagai panggilan kepada umat Islam untuk berkumpul, meski tidak dilantunkan di awal waktu. Penundaan pelaksanaan shalat terurama untuk shalat isya' berjamaah ini tidak menyalahi keutamaan, sebab keutamaan itu sendiri datangnya dari Rasulullah SAW juga. Sebab syariat Islami itu sumbernya dari beliau juga dan beliau tentu dari Allah SWT. Maka kalau kita sekarang ini menjalankan hal yang sebagaimana beliau SAW lakukan, tentu saja punya nilai tersendiri. Dan memang demikianlah Rasulullah SAW mengajarkan agama kepada kita. Wallahu a'lam bish-shawab Ahmad Sarwat, Lc. |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |