USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Gusdur Vs FPI

Gusdur Vs FPI

PERTANYAAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pa ustadz, bagaimana menurut anda tentang sepak terjang FPI (Front Pembela Islam) dalam memberantas kemungkaran di indonesia? Saya jadi bingung sebagai muslim yang awam karena banyak orang Islam sendiri yang setuju dengan tindakan laskar FPI, juga tidak sedikit orang Islam yang mencaci maki bahkan sampai memvonis FPI kafir..na'udzubillah

Apalagi menurut Gus Dur kalau Habib Riziq itu sebagai biang keladi dari semua tindak kekerasan yang terjadi di Indonesia, bahkan meminta pemerintah untuk menangkap Habib Riziq, bagaimana menurut ustadz?

Ustadz Sobri Lubis dari FPI saat dakwah di kota BanjarJabar bulan feb' 08 menyerukan kepada semua untuk membunuh jamaat Ahmadiyah, karena menurut beliau pengikut ahmadiyah darahnya halal, bagaimana kita sebagai muslim yang baik dalam menyikapinya?

Mohon pencerahannya pa ustadz segera because sangat pusing sekali khususnya saya dalam menyikapinya.

Terima kasih

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

JAWABAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saling mengkafirkan dan saling menghalalkan darah, itulah akibatnya kalau kita beragama dengan nafsu, bukan dengan ilmu dan akal. Pemandangan seperti yang anda sampaikan inilah yang memang selama ini telah mengharu-biru wajah umat Islam, terutama di negeri kita.

Ada FPI yang diberitakan dan diisukan berisi orang-orang yang kasar dan anarkis. Tentu teman-teman di FPI tidak bisa terima kalau dibilang kasar dan anarkis. Namun setidaknya, tuduhan itulah yang kerap mereka terima.

Ada juga model Gusdur yang punya pandangan selalu menyalahi mainstream umat Islam. Sehingga seringkali terdengar celetukan dan lontaran yang kadang membuat panas telinga lawan politiknya, terutama mayoritas umat Islam.

Padahal kedua belah pihak sama-sama mengaku muslim, sama-sama shalat lima waktu sehari semalam, dan sama-sama berjuang demi tegaknya agama Islam.

Sayang sekali kalau tokoh-tokoh umat Islam yang masing-masing punya pengikut itu malah saling bertengkar sendiri, apalagi sampai saling mengkafirkan. Berarti memang ada masalah yang belum terselesaikan dalam wilayah komunikasi internal di tubuh umat Islam.

Setidaknya, kalau mau diskusi atau saling kritik, kenapa tidak dilakukan di tempat yang tertutup, dan juga langsung kepada tokoh-tokoh intelektualnya. Bukan perang tudingan di media. Namanya media, mereka memang paling suka kalau melihat umat Islam saling tikam satu dengan yang lain. Sensasi, itulah yang mereka ingini.

Sebenarnya umat Islam ini sudah bosan kalau harus tiap hari membaca berita yang isinya kurang bermutu itu. Dan kita seharusnya merasakan rasa sakit yang tak terkira ketika melihat tokoh-tokoh dari masing-masing elemen umat diadu domba seperti itu.

Berita tidak bermutu itu misalnya tentang partai umat Islam yang saling berpecah belah di dalamnya sehingga mereka bukan sekedar saling maki, tetapi sampai berantem secara fisik. Konyol dan jauh dari kesan terpelajar memang. Tapi kenapa pula yang seperti itu yang jadi berita?

Umat Islam butuh informasi yang lebih menyegarkan dan menjadi solusi kehidupan. Bukan sensasi dan luapan amarah yang tidak ada nilai produktifnya.

Mengapa kita jarang mengangkat berita yang isinya bagaimana pak Joko yang orang Indonesia asli dari Jawa TImur itu telah berhasil menciptakan mobil berbahan bakar air laut, sehingga bisa menjadi solusi dari naiknya BBM?

Mengapa kita jarang membaca berita yang isinya bagaimana hak-hak bangsa ini telah dipecunangi oleh para mafia Berkeley yang telah bercokol bertahun-tahun?

Mengapa kita jarang membaca tulisan yang mengangkat bagaimana para mahasiwa kita di Jepang telah mampu menciptakan reaktor nuklir yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik?

Mengapa kita lebih suka mengangkat opini yang bersifat sensasi ketimbang berita kemajuan umat dengan berbagai prestasi?

FPI dan Media

Kami sebenarnya pernah mengangkat tulisan tentang FPI dan peran media anti Islam. Lepas dari apakah kita setuju atau tidak dengan sikap terjang FPI, tapi harus diakui bahwa umumnya media memang agak berlebihan ketika memojokkan FPI.

Kalau kesannya aksi-aksi itu anarkis, memang liputannya memang dibuat sedemikian rupa, setidaknya kesan anarkis itu memang diekspose, entah tujuannya untuk memojokkan posisi FPI, atau untuk menggambarkan betapa umat Islam itu anarkis atau memang sekedar kerjaan insan media yang haus sensasi.

Namun bukan berarti kami setuju 100% apa yang dilakukan oleh teman-teman FPI, sebagai sebuah gerakan, tidak berarti semua kerja FPI bersih 100% dari hal-hal yang kurang sejalan dengan agama Islam itu sendiri. Setidaknya, kesan bahwa Islam itu anarkis, sudah berhasil diidentikkan pada sosok FPI. Dan ini tentu saja merupakan salah satu bentuk hasil yang masih perlu didiskusikan lagi dengan para petinggi di FPI.

Misalnya, apakah kinerja yang selama ini sudah dijalankan, memang benar-benar bisa mengurangi kemaksiatan secara efektif?Apakah para pelaku kemaksiatan memang benar-benar berhenti dari kelakuannya, ataukah hanya sekedar berhenti sejenak menunggu momentum lainnya?

Juga ada beberapa pertanyaan lain, misalnya, bagaimana menghilangkan kesan anarkis yang terlanjur disematkan oleh insan media yang anti Islam itu? Bagaimana mensikapinya? Apakah itu dianggap merupakan resiko perjuangan ataukah memang sebuah hasil yang masih bisa disempurnakan lagi?

Menghalalkan Darah Pengikut Ahmadiyah

Memang benar bahwa darah seorang yang murtad itu halal. Namun rasanya agak terburu-buru bila kita harus memancung leher para pengikut Ahmadiyah itu dengan beberapa pertimbangan.

Misalnya, apakah sudah ada keputusan resmi dari penguasa tentang kafirnya orang per orang dari pengikut Ahmadiyah itu? Keputusan ini sangat dibutuhkan, karena ini menyangkut status hukum. Tentu tidak benar kalau vonis kafir hanya lahir dari siapa saja yang bisa bicara dan punya massa. Apalah guna sebuah pemerintahan dan juga para ulama?

Lalu ada masalah lainnya lagi, sejauh mana kedaulatan umat Islam dan kekuasaannya untuk dapat melakukan eksekusi atas vonis kafir itu? Pertanyaan ini juga penting untuk dijawab, lantaran Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya :

Hindarilah hukum hudud itu lewat masih adanya syubuhat

Artinya, meski secara hukum memang dibenarkan membunuh orang yang murtad, berzina dan pembunuh nyawa, namun pada kenyataannya Rasulullah SAW tidak terlalu mudah mengayunkan pedang untuk merajam pezina.

Bahkan sampai seorang wanita pezina harus berkali-kali meyakinkan beliau SAW agar dirinya dihukum mati saja, karena telah pernah menikah sebelumnya tapi berzina. Dan berkali-kali pula Rasulullah SAW mencari alasan agar wanita itu tidak perlu sampai dirajam.

Husnudzdzhan dan Santun

Yang dibutuhkan oleh bangsa dan umat ini sebenarnya adalah sikap huznudzdzan dan sikap santun dalam berkomunikasi. Dengan dua pola pendekatan ini, rasanya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan.

Kalau belum apa-apa kita sudah main tuduh duluan, apa pun jadi jelek dalam pandangan kita. Semua orang akan jadi pesakitan di mata kita. Dan semua pihak akan jadi lawan kita. Dada kita akan sesak dipenuhi purbasangka yang tidak ada ujung pangkalnya.

Sebaliknya, walau pun niat dan tujuan kita mulia, tetapi ketika kita kurang pandai dalam berbahasa, kurang santun dalam menyampaikan isi hati, kurang berempati dalam bertutur, maka apa yang niatnya baik bisa jadi malah tambah buruk.

Seorang tokoh, siapa pun dia, tidak salah kalau pandai memilih ungkapan dan istilah yang baik-baik. Akan punya nilai tambah bila mulutnya tidak asal bunyi, lontaran pemikirannya disampaikan dalam bahasa yang sejuk. Sehingga orang yang mendengarnya semakin mendapat ilmudanwawasan yang positif.

Yang seharusnya keluar dari lisan setiap orang yang mengaku muslim bukan sensasi murahan yang tidak bertanggung-jawab. Tetapi hendaknya berisi kebenaran hati nurani yang mengandung hakikat dan makna yang dalam untuk direnungkan oleh siapa pun.

Dan kita memang mengalami krisis pemimpin yang hatinya baik, santun dalam berbicara dan bersikap, serta berilmu dan selalu membawa solusi. Yang kita punya umumnya hanya menonjol di satu sisi tapi kurang di sisi yang lain.

Ada yang hatinya baik, tapi bahasanya kurang enak didengar. Sebaliknya, ada yang lidahnya manis sekali, tapi hatinya lebih jahat dari Batoro kolo.

Ada yang berilmu, tapi ilmunya hanya teori, kurang bisa membaca solusi yang pasti. Ada yang bisa memberi usulan solusi, tapi tidak ditunjang dengan ilmu yang kuat. Dan begitulah seterusnya.

Rasanya ke depan nanti, kita wajib lebih mensosialisasikan kesantunan bahasa dan juga kebaikan persangkaan terhadap sesama muslim. Dan dialog yang komunikatif serta intensif antar elemen umat sudah tidak bisa ditunda-tunda lagi. Karena bila tidak demikian, yang paling dirugikan adalah diri kita sendiri.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc