![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Berapa Nilai Nominal Nafkah Yang Wajib Diberikan Suami Kepada Istri? |
PERTANYAAN Assalamu' alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Ust. ana mau bertanya tentang hak istri terhadap seluruh penghasilan suami. Berapa besar hak istri terhadap penghasilan suami? Lebih perioritas mana antara kebutuhan istri dengan kebutuhan orang tua suami atas penghasilan suami? Syukran Jazila ya ustadz, Wassalamu alaikum wr wb |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Hak istri atas nafkah dari suaminya dijamin 100% dalam syariat Islam. Ada begitu banyak dalil tentang kewajiban suami memberi nafkah harta kepada istrinya. Namun besarannya memang tidak diatur secara pasti di dalam Al-Quran atau pun As-Sunnah, sehingga para ulama juga berbeda pendapt dalam menetapkan besarannya. وعلى المولود له رزقعهن وكسوتهن بالمعروف
Dan kewajiban ayah (suami) untuk memberi rizqi (nafkah) dan pakaian kepada ibu (istri) secara makruf. (QS. An-Nisa' : 233) Mereka menyebutkan bahwa tidak ada standarisasi nilai nafkah yang ditetapkan secara baku, semua dikembalikan unsur kecukupan dan kepantasan saja. Dan istilah ini diwakili dengan lafadz bil-ma'ruf (بالمعروف) yang tersebar di dalam berbagai dalil, baik dari Al-Quran atau pun dari As-sunnah. Selain itu juga ada hadits tentang istri Abu Sufyan yang komplain kepada Rasulullah SAW atas kecilnya nafkah yang diterimanya. Lantas Rasulullah SAW membolehkannya untuk mengambil sendiri harta suaminya, tetapi dengan ukuran sewajarnya. عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَتْ هِنْدُ بِنْتُ عُتْبَةَ -اِمْرَأَةُ أَبِي سُفْيَانَ- عَلَى رَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم . فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ لَا يُعْطِينِي مِنْ اَلنَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ, إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمِهِ, فَهَلْ عَلَِيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ? فَقَالَ: خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ, وَيَكْفِي بَنِيكِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan masuk menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, sungguh Abu Sufyan adalah orang yang pelit. Ia tidak memberiku nafkah yang cukup untukku dan anak-anakku kecuali aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah yang demikian itu aku berdosa? Beliau bersabda: "Ambillah dari hartanya yang cukup untukmu dan anak-anakmu dengan baik." (HR. Bukhari Muslim) Kebanyakan pasangan suami istri memang menggunakan pendekatan pendapat pertama ini. Namun sebenarnya istilah 'secukupnya' kalau mau ditelusuri, masih meninggalkan tanda tanya juga, karena nilainya tidak pasti. Sebab boleh jadi urusan cukup atau tidak cukup ini buat tiap istri berbeda-beda nilainya. Apalagi kalau kasusnya seorang punya istri lebih dari satu, dan masing-masing pasang tafir atas nafkah yang menjadi hak mereka. Maka istilah 'secukupnya' boleh jadi tidak menyelesaikan masalah, karena sifatnya sangat relatif. 2. Pendapat Kedua Belum tuntasnya ukuran nilai nafkah di atas, akan terjawab kalau kita pindah pada pendapat kedua, yang merupakan pendapat mazhab Asy-Syafi'iyah secara muktamad, dan juga pendapat Al-Qadhi dari kalangan mazhab Al-Hanabilah. Mereka menyebutkan bahwa harus ada ukuran minimal standar nilai nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya. Dan ukurannya ditetapkan dalam bentuk bahan makanan pokok yang wajib diberikan per hari, oleh suami kepada istri. Sedangkan Al-Qadhi dari mazhab Al-Hanabilah menyebutkan minimal seorang suami wajib memberi nafkah kepada istrinya berupa bahan makanan pokok seberat dua rithl. Ukuran rithl (bukan liter) adalah ukuran yang biasa digunakan pada masa lalu untuk mengukur berat makanan. Pertanyaannya, dari manakah Al-Qadhi mendatangkan angka 2 rithl ini? Ternyata angka itu adalah qiyas dari kewajiban untuk membayar kaffarah. Karena keduanya sama-sama merupakan kewajiban yang identik, yaitu memberi makan. Kalau kaffrah adalah memberi makan fakir miskin sebanyak dua rithl, maka kewajiban memberi makan istri setidak-tidaknya seperti halnya memberi makan kepada fakir miskin, yaitu besarnya juga dua rithl. (5) Kalau dibandingkan dengan ukuran berat di zaman sekarang, banyak ulama kontemporer yang menyebutkan bahwa satu rithl setara dengan 454 gram. Jadi dua rithl itu sama dengan 908 gram atau mendekati satu kilo. 3. Pendapat Ketiga Pemerintah adalah waliyyul-amr, atau orang yang diamanahi urusan umat Islam. Dalam pandangan ini, apa yang belum ditetapkan nilainya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, maka menjadi tugas dari pemerintah yang sah. Sehingga berapa besaran nilai nafkah yang wajib dikeluarkan oleh suami kepada istrinya, maka harus menunggu ketetapan dari negara atau pemerintah. Kalau kita menggunakan pendapat ini, maka kurang lebih mirip di zaman sekarang ini dengan upah minimum regional (UMR), yang ditetapkan oleh penguasa kepada para pengusaha. Jadi semua dikembalikan kepada negara, berapa kira-kira nilai nafkah yang wajib dikeluarkan oleh seorang suami. Pendapat ini adalah pendapat sebagian dari para ulama yang bermazhab Asy-Syafi'iyah. (6) 4. Pendapat Keempat Pendapat yang keempat atau yang terakhir menyebutkan bahwa nilai besaran nafkah yang wajib diberikan suami kepada istrinya ditetapkan berdasarkan urf atau tradisi yang berlaku di suatu tempat. Dan boleh jadi satu tempat dengan tempat lainnya berbeda-beda dalam menetapkan nilai nafkah. Misalnya di suatu desa sudah mentradisi bahwa nakfah yang wajib diberikan adalah seluruh gaji, maka otomatis semua gaji suami menjadi nafkah buat istrinya. Namun bisa saja di tempat yang lain, kebiasaan yang berlaku berbeda lagi. Pendapat yang terakhir ini juga merupakan pendapat sebagian lain dari para ulama di dalam keluarga besar mazhab Asy-Syafi'i. Prioritas Antara Nafkah Istri Dan Kebutuhan Orang Tua Idealnya tidak boleh terjadi dualisme kepentingan seperti ini. Sebab masing-masing punya hak yang sudah diatur. Tetapi kalau istri tidak mau mengalah, begitu juga orang tua tidak mau mengalah, maka ada yang salah dalam keharmonisan rumah tangga. Istri yang tidak mau mengalah buat kebutuhan orang tua adalah istri yang kurang ajar. Sebaliknya, orang tua yang ingin menguasai anaknya dan menuntut si anak untuk memenangkan dirinya dan mengalahkan istrinya, juga bukan teladan yang baik. Seharusnya, kalau mau dibilang shalih dan baik, justru istri inginnya mengalah saja, sementara orang tua juga tahu diri. Kalau dua-duanya mengalah, maka itulah kebaikan hidup. Tapi kalau dua-duanya sama-sama tidak mau mengalah, kiamat lah dunia ini. Berarti suami itu salah memilih istri, walau pun bukan salah memilih orang tua. Namun kondisi ini tidak akan terjadi kalau sudah ada standar nafakh buat istri yang ditetapkan, entah lewat pemerintah, atau tradisi, atau pun lewat kesepakatan. Bahkan bisa juga berdasarkan makanan pokok sehari dua mud beras saja. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh ------------------------------------------------------------------------------- (1) Al-Kasani, Bada'iu Ash-Shanai', jilid 4 hal. 23 (2) Ibnu Rusydi, Bidayatul Mujtahid, jilid 2 hal. 59 (3) An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin, jilid 9 hal. 40 (4) Ibu Qudamah, Al-Mughni, jilid 9 hal. 21 (5) Al-Katib Asy-Syabini, Mughni Al-Muhtaj, jilid 3 hal. 426 (6) An-Nawawi, Raudhatu At-Thalibin, jilid 9 hal. 40 (7) Ad-Dasuqi, Hasyiyatu Ad-Dasuqi, jilid 2 hal. 509 |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |