USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Pembagian Waris Dari Suami Yang Meninggal

Pembagian Waris Dari Suami Yang Meninggal

PERTANYAAN
Aslmk. Ustad.

Saya ingin bertanya tentang hak atas harta warisan dari Bapak kami yang telah meninggal dunia. Begini ; Almarhum dulu pernah menikah dan bercerai dari istri yang pertama (dengan 4 org anak -2 Lk & 2 Pr), dan akhirnya menikah dengan istri kedua (th.1993) yang telah memiliki 4 org anak juga (1 pr & 3 Lk), dalam pernikahan kedua ini tidak memiliki anak kandung.

Proses perceraian dan pernikahan ini tidak ada hitam putihnya (dari KUA), hanya disaksikan oleh orang2 dan tokoh masyarakat (karena kami tinggal di kampung). Bukti hitam putihnya hanya administrasi negara yaitu (Kartu Keluarga) yang telah diterbitkan sejak tahun 1995 lalu hingga diperpanjang sampai saat ini (KK terbaru).

Saat menikah untuk keduakalinya Almh tidak membawa apapun harta benda (bisa dimaklumi karena kemiskinan). Seiring dengan perjalanan waktu, dalam pernikahan kedua ini kehidupan beliau jauh lebih baik dari materi dan kebahagiaan karena disupport oleh anak dan menantu dari istri kedua yang telah mapan.

Dan hubungan baik antara kami anak2 dengan istri pertama termasuk dengan anak2 beliau dari istri pertama berlangsung harmonis, bahkan kami seringkali membantu menyantuni dan memberi uang kepada istri pertama dan anak2 dari istri pertama beliau (misalnya saat Ramdhan, lebaran, dll) itu atas dasar persetujuan beliau (Alm). karena

Beliau adalah salah satu tokoh adat, di tahun 2008 diberi rewards oleh salah satu perusahaan perkebunan di daerah kami 1 bidang kebun plasma, yang dalam pengurusannya dulu didampingi oleh anak beliau dari istri kedua dan setahun terakhir saat beliau sakit2an, seringkali beliau menyatakan (kepada istri kedua) dan kepada cucu2nya dari istri kedua kalau beliau tidak ada nanti plasma ini untuk bekal cucu2 kuliah nanti yang dititipkan ke Nenek (istri kedua). Hanya sayang tidak ada bukti tertulis dari pernyataan ini.

Namun Beliau pernah mengeluarkan surat kuasa (bermaterai) setelah beliau bicarakan kepada Nenek kami (istri kedua Alm.) kepada anak dari istri kedua untuk pengurusan Plasma ini 3 bulan lalu karena sakit. Hingga kini surat kuasa tersebut masih belum dicabut.

Pertanyaan saya, Speninggal Bapak, siapakah yang berhak atas harta Kebun Plasma tersebut ? Dari Tinjauan hukum Islam dan Hukum di Republik INdonesia. mengingat ada upaya dari anak2 beliau dari istri pertama yang juga ngotot menginginkan hal tersebut.

 Demikian saja Ustad. saya mohon bantuan jawaban dan pencerahan dari Ustad secepatnya. Wasllmkk.
JAWABAN
Inti jawaban ini adalah bahwa yang menjadi ahli waris dari seorang suami adalah istri dan semua anak yang 100% merupakan keturunan dan hasil dari bibitnya sendiri. 

1. Istri


Kalau mencermati cerita Anda, maka yang menjadi ahli waris almarhum disini adalah istri kedua saja dan bukan istri pertama. Kenapa?

Karena yang disebut sebagai ahli waris adalah istri sah yang statusnya sebagai istri, terhitung pada saat almarhum menghembuskan nafas terakhirnya. Adapun istri pertama, berhubungan pada saat suami menghembuskan nafas terakhir statusnya sudah bukan lagi menjadi istri, maka saat itu sudah bukan lagi ahli waris.

Dalam hal ini yang menjadi ukuran bukan semata-mata dokumen, melainkan lafadz talak yang dijatuhkan oleh suami. Kalau suami menjatuhkan talak kepada istri, dan sejak itu tidak pernah dirujuk lagi, maka begitu habis masa iddah, terlepaslah ikatan tali pernikahan untuk seterusnya. Dan otomatis, statusnya sudah bukan lagi istri, tetapi statusnya hanya mantan istri. Dan yang namanya mantan, jelas sekali bukan termasuk ahli waris, maka tentu tidak berhak atas harta warisan.

Bisa saja istri pertama mendapatkan harta, tetapi yang pasti bukan dengan jalan warisan. Mungkin dengan jalan pemberian dari anak-anaknya, atau uang kerahiman, atau lainnya. Tetapi yang pasti istri pertama tidak menerima harta secara warisan.

Yang menjadi ahli waris dalam kasus ini adalah istri kedua, karena pada saat almarhum wafat, statusnya jelas sekali, yaitu sebagai istri yang sah. Beliau ini menerima harta yang nilainya sebesar 1/8 bagian dari total harta yang dibagi waris.

2. Anak-anak

Prinsipnya, semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang lahir dari rahim istri pertama, atau pun lahir dari rahim istri kedua, semua berstatus anak.

Namun bila disimpulkan dari cerita Anda, karena dari istri kedua almarhum tidak punya anak yang lahir dari bibitnya sendiri, maka anak-anak istri itu statusnya bukan anak, melainkan anak tiri.

Anak tiri meski mirip seperi anak, namun dalam urusan hukum waris, harus diakui bahwa mereka bukan termasuk ahli waris yang sah. Jadi mereka tidak menerima harta waris dari ayah tiri mereka.

Sebaliknya, semua anak dari istri pertama justru termasuk ahli waris dan berhak menerima harta warisan. Walaupun ibu mereka sudah bukan lagi istri almarhum, tetapi hubungan ayah dan anak adalah hubungan abadi, sampai kapan pun yang namanya anak tetap anak, tidak ada yang bisa mengubah hubungan ini.

Memang ada hal atau kejadian yang bisa membuat seorang anak terhalang menerima waris, misalnya anak itu meninggal duluan sebelum almarhum wafat, atau dia murtad keluar dari agama Islam, atau dia membunuh ayahnya sendiri. Tetapi semua itu tidak ada hubunganya dengan status ibu mereka.

Harta Yang Diwariskan

Satu hal yang amat penting untuk dicermati adalah tentang harta mana yang harus dibagi waris. Prinsipnya, hanya harta yang 100% milik almarhum saja yang dibagi waris. Walau pun sewaktu menikah lagi, almarhum termasuk orang miskin, tetapi bila dia menghasilkan harta yang 100% menjadi haknya, harta itu tentu menjadi miliknya secara penuh.

Maka bila seorang pemilik harta meninggal dunia, maka status harta itu berpindah menjadi milik para ahli warisnya. Yang menjadi ahli waris tentu berhak atas harta itu. Sebaliknya, keluarga yang bukan ahli waris tentu tidak berhak untuk menerima harta warisan.

Bila almarhum memiliki harta bersama, maka harta itu harus dipisahkan terlebih dahulu. Katakanlah harta itu dimiliki secara bersama-sama dengan istri, maka kita harus keluarkan terlebih dahulu bagian yang menjadi hak istri.

Kalau pakai hukum Belanda yang sekuler, semua harta suami itu otomatis 50%-nya menjadi harta istri. Itu pun hanya istri pertama saja. Sedangkan istri-istri lainnya kalau memang ada, maka keberadaan mereka tidak dianggap.

Dalam hukum Islam, kepemilikan harta antara suami dan istri tidak otomatis dilebur begitu saja. Prinsipnya, harta milik suami itu 100% milik suami. Tetapi bila sebagiannya diberikan kepada istri, maka hanya bagian yang diberikan saja yang menjadi milik istri. Selama tidak ada pemberian yang disengaja, maka status harta itu tetap milik suami.