![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Hukum Menjual Dropshipping, Apakah Halal? |
PERTANYAAN Assalamu’alaikum |
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
لاَ تَبِعْ مَالَيْسَ عِنْدَكَ Janganlah kamu menjual barang yang tidak kamu miliki (HR. Tirmizy, Ahmad, An-Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud) Selain itu para ulama juga menyebutkan bahwa maksud larangan dalam hadits ini adalah seseorang menjual barang milik orang lain tanpa SEIZIN dari yang empunya. Perbuatan itu namanya pencurian alias nyolong. Tapi kalau yang punya barang malah minta dijualkan, tentu saja hukumnya halal. Dan yang menjualkan berhak untuk mendapatkan fee atas jasa menjualkan. Para shahabat dahulu terbiasa menjual kurma yang belum ada alias pohonnya belum berbuah. Namun buah yang rencananya akan ada itu sudah ditetapkan secara detail dengan jenis tertentu, kualitas tertentu, berat tertentu, dan juga ditetapkan kapan akan diserahkannya. Tentu kurma dengan spek seperti itu bukan hal yang mustahil untuk didapat atau diwujudkan, apalagi buat pedagang kurma di Madinah. Mereka toh sudah punya pohonnya, tiap tahun pasti berbuah. Maka oleh karena itu hukumnya halal. Dan akad ini disebut akad salam. Meski kurmanya belum berbuah, tetapi sudah boleh dijual duluan, asalkan speknya jelas dan pasti. Dasarnya adalah hadits-hadits berikut ini : عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ اَلنَّبِيُّ ص اَلْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ: مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa menjual buah kurma dengan cara salaf satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa menjual buah kurma dengan cara salaf, maka lakukanlah salaf itu dengan timbangan yang tertentu, berat tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim) وَعَنْ عَبْدِ اَلرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى، وَعَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالا: كُنَّا نُصِيبُ اَلْمَغَانِمَ مَعَ رَسُولِ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَِسَلَّمَ وَكَانَ يَأْتِينَا أَنْبَاطٌ مِنْ أَنْبَاطِ اَلشَّامِ فَنُسْلِفُهُمْ فِي اَلْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ وَالزَّبِيبِ وَفِي رِوَايَةٍ: وَالزَّيْتِ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى قِيلَ: أَكَانَ لَهُمْ زَرْعٌ؟ قَالا: مَا كُنَّا نَسْأَلُهُمْ عَنْ ذَلِكَ - رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ Abdurrahman bin Abza dan Abdullah bin Auf RA keduanya mengatakan,"Kami biasa mendapat ghanimah bersama Rasulullah SAW. Datang orang-orang dari negeri syam. Lalu kami melakukan akad salaf kepada mereka untuk dibayar gandum atau sya’ir atau kismis dan minyak sampai kepada masa yang telah tertentu. Ketika ditanyakan kepada kami,"Apakah mereka itu mempunyai tanaman?”. Jawab kedua sahabat ini,"Tidak kami tanyakan kepada mereka tentang itu”. (HR Bukhari dan Muslim) قال ابن عباس : أشهد أن السلف المضمون إلى أجل مسمى قد أحل الله في كتابه وأذن فيه ثم قرأ هذه الآية (أخرجه الشافعي في مسنده) Ibnu Al-Abbas berkata, Aku bersaksi bahwa akad salaf (salam) yang ditanggung hingga waktu yang ditentukan telah dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya dan Dia telah mengizinkannya. Kemudian beliau membaca ayat ini. (HR Asy-Syafi'i dalam musnadnya)
Dropship Halal
Dari dua cara akad di atas, maka jual beli dropship ini tidak melanggar ketentuan syariah. Meski kita sebagai penjual belum punya barangnya, dan modal kita cuma spek saja, tetapi syariat Islam membolehkan akad seperti ini. Akadnya bisa saja sebagai simsarah, atau broker. Mungkin yang agak mendekati adalah resaler. Berarti kita tidak membeli barang atau jasa, kita hanya membantu menjualkan barang atau jasa orang lain. Lalu kita mendapat fee dari tiap penjualan. Atau akadnya bisa juga pakai akad kedua, yaitu akad salam. Pembeli membayar dulu kepada kita atas suatu barang atau jasa yang belum kita serahkan, bahkan belum kita miliki. Lalu uang pembayarannya itu baru kita belikan barang yang dimaksud, dan kita jualkan kepada si pembeli, dimana kita mendapatkan selisih harganya. Kalau barang itu mau diatas-namakan milik kita juga boleh, karena kita memang benar-benar membeli dari sumbernya dan kita menjual kembali. Bahwa barang itu tidak sempat mampir ke tangan kita, tidak menjadi masalah. Toh, minyak kelapa sawit yang ada di hutan Kalimantan itu dijual ke berbagai negara lain (ekspor), tanpa harus mampir ke rumah pemiliknya. Siapa pemiliknya? Ya, wong londho yang ada di Belanda sana. Mereka cuma tahu bahwa rekening mereka tiap hari bertambah terus, tanpa pernah melihat sendiri kayak apa minyak kelapa sawit yang mereka perjual-belikan. Hanya saja dalam akad salam ini, harus dipenuhi beberapa syarat dan ketentuan, antara lain : 1. Bukan Ain-nya Tapi Spesifikasinya Dalam akad salam, penjual tidak menjual ain suatu barang tertentu yang sudah ditetapkan, melainkan yang dijual adalah barang dengan spesifikasi tertentu. Sebagai contoh, seorang pedagang material bangunan menjual secara salam 10 kantung semen dengan merek tertentu dan berat tertentu kepada seorang pelanggan. Kesepakatannya pembayaran dilakukuan saat ini juga, namun penyerahan semennya baru 2 bulan kemudian, terhitung sejak akad itu disepakati. Walaupun saat itu mungkin saja si pedagang punya 10 kantung semen yang dimaksud di gudangnya, namun dalam akad salam, bukan berarti yang harus diserahkan adalah 10 kantung itu. Pedagang itu boleh saja dia menjual ke-10 kantung itu saat ini ke pembeli lain, asalkan nanti pada saat jatuh tempo 2 bulan kemudian, dia sanggup menyerahkan 10 kantung semen sesuai kesepakatan. Sebab yang dijual bukan ke-10 kantung yang tersedia di gudang, tapi yang dijual adalah 10 kantung yang lain, yang mana saja, asalkan sesuai spesifikasi. 2. Barang Jelas Spesifikasinya Barang yang dipesan harus dijelaskan spesifikasinya, baik kualitas mau pun juga kuantitas. Termasuk misalnya jenis, macam, warna, ukuran, dan spesifikasi lain. Pendeknya, setiap kriteria yang diinginkan harus ditetapkan dan dipahami oleh kedua-belah pihak, seakan-akan barang yang dimaksud ada di hadapan mereka berdua. Dengan demikian, ketika penyerahan barang itu dijamin 100% tidak terjadi komplain dari kedua belah pihak. Sedangkan barang yang tidak ditentukan kriterianya, tidak boleh diperjual-belikan dengan cara salam, karena akad itu termasuk akad gharar (untung-untungan) yang nyata-nyata dilarang dalam hadits berikut: أنَّ النبي ص نهى عن بيع الغرر- رواه مسلم Nabi SAW jual-beli untung-untungan." (HR Muslim) 3. Barang Tidak Diserahkan Saat Akad Apabila barang itu diserahkan tunai, maka tujuan utama dari salam malah tidak tercapai, yaitu untuk memberikan keleluasan kepada penjual untuk bekerja mendapatkan barang itu dalam tempo waktu tertentu. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan sampai pada masa yang tertentu”. (HR. Bukhari dan Muslim) Al-Qadhi Ibnu Abdil Wahhab mengatakan bahwa salam itu adalah salaf, dimana akad itu memang sejak awal ditetapkan untuk pembayaran di awal dengan penyerahan barang belakangan. 4. Batas Minimal Penyerahan Barang Al-Karkhi dari Al-Hanafiyah menyebutkan minimal jatuh tempo yang disepakati adalah setengah hari dan tidak boleh kurang dari itu. Ibnu Abil Hakam mengatakan tidak mengapa bila jaraknya 1 hari. Ibnu Wahab meriwayatkan dari Malik bahwa minimal jarak penyerahan barang adalah 2 atau 3 hari sejak akad dilakukan. Ulama lain menyebutkan minimal batasnya adalah 3 hari, sebagai qiyas dari hukum khiyar syarat. 5. Jelas Waktu Penyerahannya Harus ditetapkan di saat akad dilakukan tentang waktu (jatuh tempo) penyerahan barang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW : إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ Hingga waktu (jatuh tempo) yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula." (Muttafaqun 'alaih) Para fuqaha sepakat bila dalam suatu akad salam tidak ditetapkan waktu jatuh temponya, maka akad itu batal dan tidak sah. Dan ketidak-jelasan kapan jatuh tempo penyerahan barang itu akan membawa kedua-belah pihak ke dalam pertengkaran dan penzaliman atas sesama. Jatuh tempo bisa ditetapkan dengan tanggal, bulan, atau tahun tertentu, atau dengan jumlah hari atau minggu atau bulan terhitung sejak disepakatinya akad salam itu. 6. Dimungkinkan Untuk Diserahkan Pada Saatnya Pada saat menjalankan akad salam, kedua belah pihak diwajibkan untuk memperhitungkan ketersedian barang pada saat jatuh tempo. Persyaratan ini demi menghindarkan akad salam dari praktek tipu-menipu dan untung-untungan, yang keduanya nyata-nayata diharamkan dalam syari'at Islam. Misalnya seseorang memesan buah musiman seperti durian atau mangga dengan perjanjian: "Barang harus diadakan pada selain waktu musim buah durian dan mangga", maka pemesanan seperti ini tidak dibenarkan. Selain mengandung unsur gharar (untung-untungan), akad semacam ini juga akan menyusahkan salah satu pihak. Padahal diantara prinsip dasar perniagaan dalam islam ialah "memudahkan", sebagaimana disebutkan pada hadits berikut: لا ضَرَرَ ولا ضِرَار Tidak ada kemadharatan atau pembalasan kemadhorotan dengan yang lebih besar dari perbuatan. (HR. Ahmad) Ditambah lagi pengabaian syarat tersedianya barang di pasaran pada saat jatuh tempo akan memancing terjadinya percekcokan dan perselisihan yang tercela. Padahal setiap perniagaan yang rentan menimbulkan percekcokan antara penjual dan pembeli pasti dilarang. 7. Jelas Tempat Penyerahannya Yang dimaksud dengan barang yang terjamin adalah barang yang dipesan tidak ditentukan selain kriterianya. Adapun pengadaannya, maka diserahkan sepenuhnya kepada pengusaha, sehingga ia memiliki kebebasan dalam hal tersebut. Pengusaha berhak untuk mendatangkan barang dari ladang atau persedian yang telah ada, atau dengan membelinya dari orang lain. Persyaratan ini bertujuan untuk menghindarkan akad salam dari unsur gharar (untung-untungan), sebab bisa saja kelak ketika jatuh tempo, pengusaha –dikarenakan suatu hal- tidak bisa mendatangkan barang dari ladangnya, atau dari perusahaannya.
Demikian sedikit ulasan tentang hukum dropshipping yang Antum tanyakan, semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahamtullahi wabrakatuh, Ahmad Sarwat,LC.,MA
|
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |