![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Saya Sedang di Iran, Halalkah Sembelihan Mereka? |
PERTANYAAN Assalamu'alaikum wr wb, |
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُواْ أَيْدِيَهُمَا جَزَاء بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. Al-Maidah : 38) Sebagai muslim yang beriman kepada Allah dan kitab suci-Nya, kita harus mengakui hukum wajibnya pencuri dipotong tangan. Tetapi hukuman potong tangan tidak bisa kita terapkan begitu saja secara membabi buta, pada siapa pun yang kita 'curigai' sebagai maling. Maling memang harus dipotong tangan, tetapi kita tidak bisa main potong tangan orang hanya karena kita beropini bahwa seseorang adalah maling. Tidak dibenarkan buat kita untuk masuk ke sebuah kampung yang konon banyak dihuni oleh para maling, lantas kita grebek mereka dan kita potong-potong tangan mereka satu per satu. Tidak demikian hukum Islam dijalankan. Semua ada ketentuannya, yaitu harus diproses lewat lembaga penegakkan hukum dan juga lewat meja hijau. Harus ada tuntutan dari jaksa, lalu ada pembelaan dari terdakwa, kemudian ada rangkaian sidang-siang yang boleh jadi sangat panjang, baru pada akhirnya turun vonis dari hakim yang mengangani. Dalam kenyataannya, kadang keputusan hakim di tingkat Pengadilan Negeri (PN) masih bisa berubah lagi di tingkat Pengadilan Tinggi (PT). Dan masih juga berubah di tingkat Mahkamah Agung (MA). Kalau sudah di MA sering disebut dengan keputusan hukum yang tetap. Tetapi meski sudah diputuskan sedemikian rupa lewat proses hukum, bukan berarti apa sudah divonis itu langsung bisa dieksekusi. Apalagi kalau terkait dengan hukuman mati. Bahkan orang yang sudah divonis mati oleh MA masih bisa meminta keringanan hukum dari kepala negara, seperti grasi dan teman-temannya. Vonis Hukum Atas Pemeluk Ajaran Syiah Katakanlah misalnya seseorang beryakinan bahwa ajaran syiah itu ajaran sesat dan kafir, namun bukan berarti otomatis orang yang kita anggap syiah berarti harus kita perlakukan sebagai orang kafir. Dan kita tidak bisa menganggap siapa saja yang tinggal di Teheran Iran itu pasti berstatus sebagai orang kafir. Alasannya, tidak semua warga negara Iran itu memeluk syiah, meski syiah adalah agama resmi pemerintah. Sebagaimana kita tidak bisa memvonis semua warga negara Amerika itu Kristen atau Yahudi, walau pun negara itu didominasi oleh agama-agama tersebut. Itulah kenapa pemerintah Saudi Arabia meski sangat benci dengan syiah atau negara Iran, tetapi jamaah haji dan umrah dari Iran tetap diberi izin masuk ke tanah suci Mekkah. Padahal, kalau status mereka resmi bukan pemeluk Islam, pasti akan ditolak mentah-mentah. Sebab hanya muslim saja yang boleh masuk ke tanah suci. Misalnya ada seorang berkebangsaan Indonesia yang kebetulan di KTP-nya tertulis agamanya Kristen, Khatolik, Hindu, Budha atau Konghuchu, lalu dia mengajukan visa umrah atau haji, pasti sejak awal sudah ditolak oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta. Visanya tidak akan keluar, alasannya karena pemohon visa bukan beragama Islam. Tetapi kenapa warga negara Iran yang notabene bermazhab syiah kok tetap mendapat visa dan bebas melenggang masuk ke tanah suci? Jawabnya karena secara status agama mereka tetap agama Islam. Meski pun aqidah mereka banyak yang melenceng jauh dari aqidah dasar Islam. Setidaknya, itulah pandangan pemerintah Saudi Arabia, yang sangat gencar memerangi syiah dan para pendukungnya. Kesimpulan :
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |