USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Bingung, Ini Hibah atau Wasiat?

Bingung, Ini Hibah atau Wasiat?

PERTANYAAN
Assalamualaikum

Saat seorang suami mengatakan kepada isterinya, "Saya serahkan kepemilikan rumah & toko di lokasi A kepada kamu," kemudian orang itu meninggal sebelum sempat memproses sertifikat kepemilikan bangunannya, apakah pemberian itu sah? Padahal yang saya pahami, dalam Islam seseorang tidak boleh mewasiatkan harta kepada ahli waris.

Apakah sama hukumnya apabila proses pemindahkan kepemilikan itu selesai sebelum orang itu meninggal (sudah ditandatangani sertifikat rumah atas nama isteri)?

Terima kasih atas jawabannya, ustadz..

Wassalamu'alaikum warahmatullah..
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Jawaban atas pertanyaan ini adalah kita harus sepakati apakah ikrar atau akad penyerahan di atas merupakan akad wasiat ataukah hibah.

Perbedaan Antara Wasiat dan Hibah

Wasiat dan hibah sekilas memang rada mirip, sehingga seringkali tertukar-tukar tidak karuan. Banyak orang terkecoh ketika menetapkan apakah sebuah penyerahan harta itu termasuk wasiat atau kah merupakan bentuk hibah.

Sebenarnya untuk membedakan keduanya tidak terlalu sulit. Kita bisa membedakannya lewat arti atau apa yang dipahami dari akad yang diikrarkan.

Membedakan Lewat Makna dan Maksud

Seringkali kita terkecoh dengan lafadz akad yang kurang jelas, sehingga kita bingung sebenarnya maksudnya hibah atau wasiat. Maka kalau dari lafadznya belum didapat kejelasan, bisa kita terjemahkan lewat pemahaman atau maksud dari yang berikrar.

Yang namanya wasiat itu sebenarnya seseorang berkata kepada orang yang diberi harta,"Kalau nanti saya sudah meninggal, harta ini AKAN saya serahkan kepadamu".

Sedangkan yang namanya hibah, apapun bunyi akadnya, tetapi niat dan maksudnya begini,"Terhitung mulai saat ini harta ini aku serahkan sepenuhnya kepadamu, sehingga 100% sudah jadi milikmu".

Jadi mari kita lihat akad penyerahan yang disebutkan oleh suami kepada istrinya di atas. Mari kita perhatikan dan pahami secara seksama, dan mari kita tarik kesimpulannya. Apakah ketika si suami menyerahkan kepemilikan rumah dan toko itu, niatnya melepaskan haknya saat itu juga dan otomatis saat itu rumah dan toko sudah jadi milik istri? Ataukah niat dan maksud si suami hanya sekedar berpesan bahwa kalau dirinya wafat nanti, entah kapan, maka rumah dan toko itu diwasiatkan agar menjadi milik istrinya?

Kalau jawabannya bahwa memang suami 100% menyerahkan harta itu sekaligus melepaskan hak kepemilikannya saat itu juga, maka itulah yang dikatakan akad hibah. Dan hukum hibah bebas, boleh diberikan kepada ahli waris, dan boleh juga kepada pihak lain selain ahli waris.

Tetapi kalau jawabannya ternyata hanya sekedar pesan, bahwa kalau nanti sesudah wafat, agar rumah dan toko itu diberikan kepada istri, maka akad itu adalah akad wasiat.

Tidak Ada Wasiat Buat Calon Ahli Waris


Dalam ketentuan syariah, pemberian harta lewat wasiat itu sudah tidak boleh lagi langsung diberikan kepada orang yang bakalannya menjadi ahli waris. Memang ketika awal mula pensyariatan dulu, Allah SWT masih mewajibkan agar orang-orang yang bakalannya meninggal dunia untuk cepat-cepat membuat akad wasiat yang diperuntukkan kepada calon ahli warisnya.

Hal itu sebagaimana tercantum di dalam firman Allah SWT berikut ini :

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 180)

Namun kemudian Allah SWT mengubah ketentuan-Nya di tengah-tengah masa pensyariatan itu. Sehigga turunlah ayat lain yang lebih baru, yaitu ayat-ayat tentang bagaimana pembagian harta warisan.

يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ فَإِن كُنَّ نِسَاء فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِن كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu : bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. (QS. An-Nisa' : 11)

Rincian siapa saja yang menerima harta warisan dan berapa nilainya masing-masing, ditetapkan Allah SWT lewat firman-Nya yang turun kemudian, yaitu pada surat An-Nisa' dari ayat 11 hingga ayat 14.

Kemudian Rasulullah SAW lewat haditsnya menegaskan lagi dan menyebutkan bahwa para ahli waris sudah tidak boleh lagi menerima harta dari pewarisnya lewat jalur wasiat.

إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى لِكُلِّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan hak untuk setiap orang. Maka tidak boleh memberi wasiat kepada ahli waris. (HR. Tirmizy, Abu Daud dan Ibnu Majah )

Maka sejak itu memberikan harta lewat jalur wasiat sebagaimana diteteapkan pada ayat di atas tidak lagi berlaku, khususnya buat calon ahli waris.

Legaliltas dan Dokumen

Dalam pandangan syariat Islam, sebuah akad atau ikrar yang diucapkan secara lisan sudah punya kekuatan hukum yang tetap. Namun bisa dikuatkan lagi dengan adanya saksi dan juga penulisan dalam dokumen legal.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA