PERTANYAAN Assalamualaikum Wr Wb,
Saya mau bertanya, semasa almarhum suami masih ada, orang tua suami memberikan waris kepada suami saya (suami saya anak kedua dari dua bersaudara dan semua laki-laki) ternyata setelah suami meninggal, warisan tersebut diambil kembali oleh keluarganya.
Saya memiliki 2 orang anak dari pernikahan dengan suami (perempuan dan laki-laki).
Apakah benar, saya sebagai istrinya tidak memiliki hak atas waris yang sudah diucapkan sebelumnya didepan suami saya, padahal saat itu bapaknya sendiri sangat tau bahwa anaknya yang diponis dokter tidak berumur panjang.
Setelah suami meninggal, sikap keluarga berubah, saya seperti orang lain yang sebelumnya mereka yang menguatkan saya dengan posisi suami sakit.
Dari suami meninggal, tidak serupiahpun dari mereka untuk meringankan biaya saya dan anak-anak.
Apakah salah kalau saya mempertanyakan, karena selama ini saya hanya diam, dan mencari nafkah sendiri untuk saya dan anak-anak (suami saya sudah meninggal dunia hampir 3 tahun).
Saya ikhlas mencari nafkah untuk buah hati saya, tapi mereka semakin besar dan semakin butuh biaya.
Wassalam Wr Wb.
|
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam hukum waris menurut syariah Islam, seorang anak yang seharusnya menjadi ahli waris, namun dia meninggal lebih dulu dari ayahnya sebagai pewaris, memang tidak mendapat harta lewat jalur waris. Sebab salah satu syarat untuk menerima harta warisan adalah bahwa si penerima itu masih hidup ketika pemberi warisnya (pewaris) meninggal dunia.
Dalam hal ini suami anda adalah si anak tersebut. Karena ayahanda beliau masih hidup tatkala suami anda wafat, memang secara jalur waris, suami anda bukan lagi ahli waris. Karena orang yang sudah meninggal tentu tidak menerima harta.
Sedangkan anda sendiri sebagai menantu dari ayah mertua, juga bukan termasuk dalam daftar ahli waris beliau. Yang menjadi ahli waris adalah anaknya langsung, yaitu suami anda, seandainya beliau masih hidup saat mertua meninggal dunia.
Bagaimana dengan anak-anak anda dari suami anda? Apakah mereka termasuk ahli waris? Apakah mereka berhak menerima harta warisan?
Anak-anak anda adalah anak suami anda juga. Dalam daftar ahli waris yang jumlahnya mencapai 22 pihak itu, posisi mereka adalah cucu lewat jalur anak laki-laki. Mereka memang termasuk ke dalam daftar ahli waris. . Namun belum tentu orang yang termasuk ke dalam daftar ahli waris, secara otomatis pasti menerima harta warisan. Dalam hal ini ada hijab atau penghalang yang membuat cucu tidak langsung menerima warisan. Hijab atau penghalang dalam hal ini adalah keberadaan anak yang memisahkan antara kakek dan cucunya.
Karena suami anda masih punya saudara, yang dalam hal ini tidak lain merupakan anak dari kakek, maka keberadaan anak-anak suami anda sebagai cucu menjadi terhalang atau terhijab. Mereka tidak menerima harta warisan dari kakek mereka.
Solusinya Apa?
Dalam kasus seperti ini, di dunia Islam dikenal istilah wasiyah wajibah. Maksudnya, oleh negara atau pemerintah, si kakek diwajibkan untuk membuat pernyataan wasiat buat cucunya sendiri. Isinya bahwa beliau berwasiat kalau suatu hari wafat nanti, sebagian dari hartanya akan diwasiatkan buat cucunya.
Sehingga cucu tetap mendapat harta si kakek, hanya dilihat secara jalur, jalurnya bukan lewat jalur pewarisan, melainkan lewat jalur wasiat. Dalam hal ini karena cucu tidak menerima harta waris, maka dia boleh menerima harta lewat jalur wasiat.
Yang menjadi catatan adalah bahwa jalur wasiat ini sifatnya tidak berlaku secara otomatis sebagaimana jalur warisan. Oleh karena itu diperlukan campur tangan pemerintah dalam hal ini, agar si kakek tidak menterlantarkan cucunya sendiri.
Karena surat wasiat ini dibuat prakarsa dari negara, maka suratnya mengandung kekuatan hukum yang kuat. Siapa pun tidak dengan semena-mena mengambil hak cucu yang telah mendapatkan wasiat kakeknya.
Pewaris Tidak Memberi Harta Kepada Ahli Waris
Di atas anda sempat menyinggung bahwa selagi masih hidup, kakek pernah memberikan 'harta warisan' kepada cucunya, yaitu anak-anak anda. Sebenarnya istilah memberi harta warisan dalam hal ini kurang tepat, sebab yang namanya warisan itu tidak diberikan oleh orang yang masih hidup. Harta warisan itu baru dibagi setelah pemiliknya wafat terlebih dahulu.
Dalam hal ini, yang lebih tepat dalam menggunakan istilah adalah memberi hibah atau wasiat. Maksudnya, ketika kakek masih hidup, beliau memberikan harta kepada cucunya, yang terhijab itu, sejumlah harta, lewat jalur hibah atau wasiat.
Tetapi yang menjadi pertanyaan, apa yang dimaksud dengan 'memberikan harta' disini? Apakah maksudnya cuma dijanjikan saja? Ataukah memang benar-benar ada harta secara fisik yang sudah diberikan?
Sebab anda bilang setelah kakek wafat, maka harta itu diambil lagi. Maksudnya apa kok harta yang sudah diberikan bisa diambil lagi? Apakah sewaktu diberikan sebelumnya, tidak ada penyerahan hitam di atas putih? Apakah tidak ada surat-suratnya? Kok bisa-bisanya harta yang sudah diberikan.
Catatan yang penting disini adalah segala bentuk pemberian harta, apa itu waris, hibah atau wasiat, semua harus disertai dengan dokumen yang legal. Kalau perlu kita panggil notaris resmi untuk mencatatkan akad-akad itu agar menjadi berkuatan hukum yang pasti.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA |