![]() | Tanya Jawab Fiqih Dr. Ahmad Sarwat., Lc.,MA : |
Bolehkah Anak Laki-laki Jadi Wali Nikah Ibunya Sendiri? |
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.. Ustadz, seorang janda yang telah selesai iddahnya dilamar oleh seorang laki-laki sebagai istrinya, janda tersebut tidak memiliki keluarga laki-laki lagi selain dari anak kandungnya, bolehkah anak kandungnya ini menjadi wali atasnya?.. Terima kasih atas jawabannya ustadz.. Wassalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.. |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Pertanyaan Anda tentang bisakan anak kandung menjadi wali bagi ibunya sendiri yang mau menikah dalam pandangan saya menarik untuk dikaji. وأحق الأولياء أب ثم جد ثم أبوه ثم أخ لأبوين أو لأب ثم ابنه وإن سفل ثم عم ثم سائر العصبة كالإرث، ويقدم أخ لأبوين على أخ لأب في الأظهر
Dan yang lebih berhak menjadi wali adalah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara laki-laki seayah-seibu, saudara laki-laki seayah saja, anak laki-laki dari saudara laki-laki dan kebawahnya, paman dan kemudian seluruh ashabah seperti waris. Dan diutamakan saudara seayah-seibu dari pada saudara seayah saja. 2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Hukum positif yang berlaku di negeri ini tegas diambil dari mazhab Asy-Syafi'iyah ini. Oleh karena itu bila pertanyaan ini dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku di negeri kita, katakanlah Kompilasi Hukum Islam (KHI), seorang anak laki-laki tidak boleh menjadi wali atas ibunya sendiri. Oleh karena itu dengan sederhana bisa kita simpulkan bahwa di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, khususnya di Indonesia, memang seorang anak tidak bisa menjadi wali bagi ibunya sendiri. 1. Mazhab Al-Hanafiyah Bila kita melirik pendapat mazhab lain, misalnya mazhab Al-Hanafiyah, justru kita akan terheran-heran sendiri. Karena mazhab tersebut membolehkan seorang anak laki-laki menjadi wali bagi ibundanya sendiri. فتقدم عصبة النسب وأولاهم الابن وابنه وإن سفل ... ثم الأب ثم الجد أبوه ثم الأخ الشقيق ثم لأب .....ثم ابن الأخ الشقيق ثم ابن الأخ لأب ثم العم الشقيق ثم لأب ثم ابن العم الشقيق ثم ابن العم لأب Yang lebih didahulukan adalah ashabah nasab, dan yang pertama adalah anak laki-laki, anak dari anak laki-laki dan ke bawahnya. Kemudian ayah, kemudian ayahnya ayah (kakek). Kemdian saudara seayah-seibu (syaqiq), kemudian saudara seayah saja. Kemudian anak laki dari saudara seayah-seibu, kemudian anak laki dari saudara seayah saja. Kemudian paman yang seayah dan seibu (paman syaqiq), kemudian paman yang hanya seayah tidak seibu. Kemudian anak laki dari paman yang seayah dan seibu (paman syaqiq) dan anak laki dari paman yang hanya seayah tidak seibu. . . . 2. Mazhab Al-Malikiyah Di dalam mazhab Al-Malikiyah, kita menemukan nash seperti berikut ini المسألة الثالثة : في ترتيب الأولياء: أما الذي يجبر فالأب ثم وصيه، وأما الذي لا يجبر فالقرابة ثم المولى ثم السلطان , والمقدم من الأقارب الابن ثم ابنه وإن سفل ثم الأب ثم الأخ ثم ابنه ثم الجد ثم العم ثم ابنه
Masalah kedua dalam hal urutan para wali : Yang termasuk wali mujbir adalah ayah, kemudian orang yang diberi wasiat olehnya. Sedangkan yang bukan termasuk wali mujbir adalah qarabah, lalu maula kemudian sultan. Dan lebih didahulukan dari aqarib adalah anak laki-laki, kemudian anak laki dari anak laki dan ke bawahnya lagi. Kemudian ayah, saudara laki dan anak laki dari saudara laki, kemudian paman kemudian anak laki dari paman. . . . 3. Mazhab Al-Hanabilah Kita merujuk ke salah satu kitab fiqih dalam mazhab Al-Hanabilah, Mukhtashar Al-Kharqi, disana disebutkan tentang anak yang bisa menjadi wali bagi ibunya sendiri. وأحق الناس بنكاح المرأة الحرة أبوها ثم أبوه وإن علا ثم ابنها وابنه وإن سفل
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Orang yangpaling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayah kandungnya, kemudian ayahnya lagi dan ke atasnya.Kemudian anak laki-lakinya, lalu anak laki dari anak lakinya dan ke bawahnya . . .
Kesimpulan sederhananya, seorang anak laki-laki tidak dapat menjadi wali bagi ibunya sendiri. Ini adalah hukum yang berlaku di Indonesia, yang secara umum didasari dari pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah. Namun boleh jadi di negeri muslim lain, dimungkinkan hal itu, karena mungkin saja sistem hukum yang berlaku disana mengacu kepada mazhab selain Asy-Syafi'iyah, yang membolehkan anak menjadi wali bagi ibunya sendiri. Ahmad Sarwat, Lc., MA |