USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Apakah Cucu Yang Ayahnya Wafat Duluan Terhijab Oleh Saudara Ayah?

Apakah Cucu Yang Ayahnya Wafat Duluan Terhijab Oleh Saudara Ayah?

PERTANYAAN
Ustadz yang dirahmati Allah SWT.

1. Apakah benar bahwa masih adanya anak menyebabkan cucu menjadi terhijab dan tidak mendapat harta warisan?

2. Dalam kasus yang saya temukan, seorang kakek punya dua anak, dimana masing-masing anak itu juga punya anak-anak lagi (cucu). Bila salah satu anak si kakek meninggal dunia, katanya cucunya tidak mendapat warisan. Benarkah hal itu?

3. Kalau benar cucu yang orang tuanya wafat duluan dari si kakek memang tidak mendapat warisan, lalu bagaimana solusinya menurut agama Islam?

Mohon penjelasan dan syukran.

Wassalam
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang ada benarnya bahwa posisi cucu bisa terhijab tidak menerima harta warisan, manakala masih ada anak-anak langsung dari kakek yang sudah almarhum. Tetapi tidak selalu keberadaan anak itu menghijab haknya cucu, tergantu jenis kelamin anak yang masih hidup, apakah dia laki-laki ataukah dia perempuan.

1. Konsidi Dimana Cucu Tidak Terhijab Oleh Anak

Dalam kasus tertentu cucu tidak terhijab. Contohnya seorang kakek bernama Ahmad punya dua anak bernama Qasim dan Fatimah. Keduanya sudah menikah dan punya anak yang menjadi cucu bagi kakek Muhammad.

Apabila Toha wafat duluan lalu kakek Ahmad kemudian juga meninggal dengan warisan, maka yang menerima warisan bukan cuma Fatimah seorang, tetapi para cucu dari anak almarhum Qasim pun juga termasuk cucu yang menerima warisan.

Keberadaan Fatimah sebagai bibi dari anak-anaknya Qasim tidak menghijab mereka. Alasannya karena Fatimah bukan paman tetapi bibi, alias saudari wanita dari ayah mereka. Dalam hal ini, cucu tidak terhijab oleh anak.  yaitu manakala si anak berjenis kelamin wanita.

2. Kondisi Dimana Cucu Terhijab Oleh Anak

Namun bila anak itu berjenis kelamin laki-laki, maka cucu yang orang tuanya wafat duluan akan terhijab. Dalam kasus kedua ini kita perlihatkan bagaimana cucu yang terhijab oleh keberadaan anak.

Misalnya seorang kakek bernama Ibrahim punya dua anak laki-laki, bernama Ismail dan Ishak. Keduanya sudah menikah dan masing-masing punya anak lagi, yaitu cucu dari kakek Ahmad.

Apabila Ismail wafat terlebih dahulu, maka nanti pada saat kakek Ibrahim wafat, yang menerima warisan cuma Ishak saja. Ismail tentu tidak menerima warisan karena sudah wafat. Dan anak-anak Ismail juga tidak menerima warisan, karena posisi mereka 'terhijab' oleh keberadaan paman mereka, yang juga merupakan anak dari kakek Ibrahim.

3. Solusi

Ketika anak-anak Ismail tidak mendapat warisan, kita akan spontan mengatakan kasihan sekali mereka. Gara-gara orangtuanya wafat duluan, mereka tidak mendapat warisan dari kakek mereka. Dan beruntung sekali anak-anak Ishak, sebab orangtua mereka saja (Ishak) yang mendapat warisan. Dan bila nanti Ishak wafat, tentu mereka akan kebagian jatah juga.

Dalam hal ini ada dua macam solusi, yaitu solusi yang digunakan orang-orang kafir di Barat sana, dimana tentunya solusi ini bertentangan dengan syariat Islam. Dan kedua adalah solusi yang dibenarkan syariat Islam dan dipraktekkan di negeri-negeri muslim.

a. Solusi non Syariah


Solusi non syariah yang diharamkan adalah dengan cara menciptakan istilah baru yaitu ahli waris pengganti. Cucu yang terhijab itu, yaitu anak-anak dari Ismail kemudian 'dinaikkan' derajatnya menjadi pengganti ayah mereka.

Sayangnya meski cara ini hasil jiplakan utuh dari sistem warisa Barat yang kafir dan sekuler, ternyata di negeri kita cara inilah yang dipakai secara resmi. Lebih parahnya lagi, menaikkan status cucu menjadi ahli waris pengganti ini juga dimasukkan ke dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Sebagai produk hukum non Islam yang jahiliyah, sebenarnya sangat tidak layak untuk dipaksakan masuk ke dalam hukum Islam. Ibaranya cara ini adalah 'anak haram jadah' yang dipaksakan secara hina untuk menjadi anak kandung.

Tentu para pendukung cara ini nanti di akhirat harus mempertanggung-jawabkan kekeliruan mereka di hadapan Allah SWT.

b. Solusi Syariah

Adapun solusi yang syar'i bukan dengan menaikkan status cucu menjadi ahli waris pengganti. Tetapi dengan menggunakan syariat Islam juga, yaitu hibah atau wasiat.

Disinilah untungnya kita menggunakan syariat Islam yang luas. Tidak bisa kita pakai satu cara yang syar'i, ternyata kita masih bisa pakai hukum syariah yang lain tapi tetap syar'i.

Caranya, si kakek Ahmad ketika tahu bahwa puteranya, Ismail telah wafat, maka beliau bisa berwasiat. Isi wasiatnya apabila dirinya nanti menutup mata, maka sebagian dari harta miliknya diwasiatkan kepada para cucu yang merupakan anak dari Ismail.

Nilainya terserah saja, asalkan tidak lebih dari 1/3 dari total nilai harta miliknya. Cara ini digunakan di berbagai negeri Islam, seperti di Syiria dan Mesir. Istilah bakunya adalah washiyah wajibah.

Selain cara ini ada juga cara lain yang jauh lebih praktis. Begitu kakek Ahmad tahu puteranya, Ismail, wafat, maka dia segera dekati para cucunya yang merupakan putera Ismail. Lalu kakek menyerahkan harta secara langsung di saat itu juga kepada mereka.

Nilainya terserah di kakek, bahkan dalam hal ini malah tidak ada batasan nilainya. Sebab cara ini bukan washiyah melainkan hibah. Salah satu perbedaan washiyah dan hibah adalah dari sisi nilai maksimalnya. Washiah tidak boleh melebihi 1/3 sedangkan hibah terserah mau berapapun.

Demikian jawaban singkat kami semoga bermanfaat.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA