USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Cara Perhitungan Zakat Hasil Pertanian

Cara Perhitungan Zakat Hasil Pertanian

PERTANYAAN
Assalamu\'alaikum wr.wb.

Ustazd, saya ingin menanyakan cara perhitungan zakat mal untuk pertanian.

Sebagai gambaran, saya mempunyai sawah seluas satu hektar, sawa tersebut saya tanami padi dengan biaya operasional ( pembelian bibit, pupuk, pengairan, obat insektisida dan ongkos buruh untuk penanaman dan pemanenan ) misal sebesar Rp. 5 juta. Setelah panen saya mendapatkan harga jual dari padi tersebut misal sebesar Rp. 27 juta ( 9000 kg x Rp. 3000/kg ),

Apakah perhitungan zakatnya total hasil panen dikalikan prosentasi zakat : 5 % x  Rp. 27 juta = Rp. 1,350,000? atau hasil panen dikurangi modal baru dihitung zakatnya : Rp 27 juta - Rp 5 juta = Rp 22 juta X 5% = Rp. 1,100,000?

Demikian terima kasih.

Wassalam
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pertanyaan Anda ini sangat menarik untuk dibahas, dan nampaknya banyak juga dipertanyaan orang. Saya sendiri seringkali mendapatkan pertanyaan serupa.

1. Apakah Hasil Panen Dikurangi Dulu Dengan Biaya Produksi?

Jumhur ulama dalam menjelaskan teknis penghitungan zakat hasil panen, umumnya tidak mengenal pengurangan atau pemotongan nilai hasil panen. Berapapun berat timbangan hasil panen itu, maka dari total hasil timbangan panen itulah  dikeluarkan zakatnya sekian persen.

Kalau ada pengurangan atau pemotongan, yang 'dimainkan' adalah angka prosentase zakatnya. Kita mengenal angka 5% dan 10%, yang dibedakan berdasarkan apakah tanaman itu diairi atau tidak diairi.

Selain itu yang juga dapat 'dimainkan' adalah apakah hasil panen itu dihitung ketika masih ada kulitnya atau harus dikuliti (dikupas) terlebih dahulu.

Tetapi biaya produksi tidak pernah dijadikan faktor pengurang kewajiban zakat. Kalaupun ada yang mencoba-coba melakukannya, perlu diketahui bahwa hal itu lebih merupakan ijtihad segelintir kalangan, khususnya di masa modern ini.

Sedangkan bila kita merujuk apa yang telah ditetapkan oleh jumhur ulama di masa lalu, maka kita tidak menemukan pendapat untuk memotong hasil panen dengan biaya produksi.

Kalau panen 1 ton, maka zakatnya adalah 5% atau 10% dari 1 ton itu, tidak perlu hasil 1 ton itu dikurangi dulu dengan modal atau biaya produksi. Sebab yang dizakati bukan uang hasil penjualan panen, melainkan buah atau bulir dari hasil panen langsung.

Dalam kenyataannya, 5% atau 10% hasil panen yang dizakati itu pun tidak berbentuk uang, melainkan berbentuk hasil panen itu sendiri. Jadi bentuk zakat 1 ton (1.000 kg) kurma adalah 50 Kg atau 100 Kg kurma. Kalau setelah itu mau diuangkan atau dikonversi, lain urusan.

2. Yang Masih Segar Atau Yang Sudah Dikuliti/Dikeringkan

Faktor pengurang yang kedua, kalau boleh disebut demikian, terletak pada perbedaan sebagian ulama, tentang apakah hasil panen itu harus dikupas atau dikuliti terlebih dahulu atau tidak.

Memang ada dua versi cara penghitungan batas nishab atas hasil panen tanaman ini yang berbeda dalam pandangan para ulama.

a. Versi Pertama : Dikuliti dan Dikeringkan Terlebih Dahulu Baru Ditimbang

Versi pertama menurut sebagian ulama, bahwa hasil panen itu harus dikuliti atau dikeringkan terlebih dahulu, baru ditimbang untuk diketahui apakah jumlah hasil panen itu memenuhi nishab atau tidak.

Di dalam mazhab Asy-Syafi’iyah disebutkan bahwa angka nishab di atas dihitung dalam keadaan sudah terkupas, sehingga kulit dari masing-masing hasil panen itu tidak dihitung. Istilahnya adalah la qisyra ’alaiha (لا قشر عليها).

Mazhab Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa bahwa berat 5 wasaq itu adalah berat bulir panenan yang sudah dikupas. Jadi itu bukan berat gabah melainkan berat padinya.

Begitu juga bila bentuknya buah yang wajib dizakati seperti kurma, yang ditimbang adalah yang sudah kering, bukan yang masih basah.

Dengan versi dikuliti atau dikeringkan ini, maka nilai nishabnya adalah 520 kg dan bukan 653 Kg.

Maka dalam versi pertama ini, yang dizakatkan bukan padi atau gabah, melainkan beras. Bila panennya kurma, yang dihitung bukan beratnya ruthab atau kurma yang masih segar, tetapi kurma yang sudah dikeringkan.

Sekedar untuk diketahui bahwa kurma yang kita kenal sehari-hari di negeri kita bukanlah buah kurma segar yang masih banyak mengandung air, tetapi buah kurma yang sudah dikeringkan. 

b. Versi kedua : Ditimbang Apa Adanya

Versi Kedua adalah pendapat yang menyebutkan bahwa yang ditimbang adalah hasil panen asli, tanpa harus dikeringkan terlebih dahulu atau dikuliti. Dan batas nishabnya adalah 653 Kg.

Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa ukuran 5 wasaq itu ditimbang dengan kulit-kulitnya kalau bulir padi atau gandum, dan ditimbang ketika masih basah kalau buah-buahan.

3. Besarnya Zakat : 5% atau 10% ?

Adapun tentang besarnya nilai zakat yang harus dikeluarkan dari tanaman telah disepakati oleh para ulama, yaitu usyur (1/10) dan nishful ushr (1/120). Dalam bentuk prosentase berarti 10% dan 5 %. Dasarnya adalah hadits berikut ini :

فِيْمَا سَقَتِ الأَنْهَارُ وَالغَيْمُ العُشُر وَفِيْمَا سُقِيَ بِالسَّانِيَةِ نِصْفُ العُشُر

Dari Jabir bin Abdilah ra dari Nabi SAW,"Tanaman yang disirami oleh sungai dan mendung (hujan) zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ats-tsaniyah zakatnya setengah dari sepersepuluh (1/20). (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasai dan Abu Daud)

فِيمَا سَقَتِ السَّمَاءُ وَالْعُيُونُ أَوْ كَانَ عَثَرِيًّا الْعُشْرُ وَمَا سُقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ الْعُشْرِ

Tanaman yang disirami langit dan mata air atau atau mengisap air dengan akarnya, zakatnya sepersepuluh. Sedangkan tanaman yang disirami zakatnya adalah setengah dari sepersepuluh (1/20). (HR Bukhari)

Dari hadits-hadits tersebut, nampak Rasulullah SAW membagi dua kadar zakat yang wajib dikeluarkan sesuai dengan cara pengairannya sebagai berikut:

a. Sepersepuluh (10%)

Yang termasuk zakatnya sepersepuluh adalah tanaman yang diairi tanpa alat pengangkut air dan beban biaya yang besar. Jenis ini meliputi tiga hal:

  • Pertama : Tanaman yang diairi dengan air hujan (tadah hujan).
  • Kedua : Tanaman yang diairi dengan air sungai atau mata air secara langsung, tanpa butuh biaya dan alat untuk mengangkutnya. Meskipun pada awalnya seseorang butuh untuk membuat saluran di tanah sebagai tempat aliran air sungai itu ke areal tanamannya di mana hal ini butuh sedikit biaya, namun setelahnya air mengalir ke tanaman secara langsung dan tidak butuh untuk diangkut dengan alat dan biaya yang besar.
  • Ketiga : Tanaman yang mengisap air dengan akar-akarnya, karena ditanam di tanah yang permukaannya dekat dari air atau ditanam di dekat sungai, sehingga akar-akarnya mencapai air dan mengisapnya.

b. Seperduapuluh (5%)

Tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar seperduapuluh dari seluruh hasil tanaman yang ada, yaitu tanaman yang diairi dengan bantuan alat pengangkut air dan beban biaya yang besar. Jenis ini meliputi beberapa hal:

  • Pertama : Tanaman yang diairi dengan bantuan unta atau sapi atau kerbau untuk mengangkutnya, sebagaimana pada hadits Ibnu ‘Umar dalam Shahih Al-Bukhari dan hadits Jabir radhiyallahuanhuma dalam Shahih Muslim.
  • Kedua :Tanaman yang diairi dengan bantuan alat timba, sebagaimana pada hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahuanhuma dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dan Sunan Al-Baihaqi.
  • Ketiga : Tanaman yang diairi dengan bantuan alat kincir air atau mesin air. Ibnu Qudamah berpendapat bahwa jika air sungai mengalir melalui saluran air menuju suatu tempat yang jaraknya dekat dari tanaman dan tertampung di tempat itu,

Kemudian air tersebut harus diangkut ke tanaman dengan bantuan timba atau kincir air, maka hal ini merupakan beban biaya yang menggugurkan setengah kadar zakat yang wajib dikeluarkan (dari sepersepuluh menjadi seperdua puluh).

Karena perbedaan besar kecilnya biaya serta jauh dekatnya air yang diangkut tidak berpengaruh, kriterianya adalah butuhnya air itu untuk diangkut ke tanaman dengan bantuan alat berupa timba, binatang, kincir, dan semacamnya.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA