JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Yang anda alami itu tidak lain adalah konflik antara dua zakat yang berbeda. Yang pertama adalah zakat profesi dan yang kedua adalah zakat uang tabungan.
Kalau begini kejadiannya, kira-kira mana yang menang dan mana yang harus kalah?
Para ulama punya dua pendekatan dalam hal ini. Pendekatan pertama, bahwa masing-masing zakat itu tidak saling mengalahkan, atau tidak saling meniadakan. Jadi kita tetap diwajibkan mengeluarkan zakat atas kedua jenis harta itu.
Pendekatan kedua adalah bahwa salah satu dari kedua zakat itu harus dikalahkan. Dan yang mana yang harus dikalahkan, mungkin akan menimbulkan lagi perdebatan.
1. Pendekatan Pertama
Dasar pemikirannya adalah bahwa zakat itu hukumnya wajib dan tiap jenis harta ada ketentuan zakatnya sendiri-sendiri. Walaupun suatu harta sudah dizakatkan ketika pertama kali dimiliki, tetapi ketika disimpan dalam bentuk tertentu, waktu tertentu dan ukuran tertentu, maka ada kewajiban zakat atasnya.
Mari kita ambil sebuah analogi sederhana. Katakanlah seorang petani berhasil memanen 1 ton (1.000 kg) padi. Jelas dia wajib mengeluarkan zakat on the spot alias saat itu juga. Hal itu karena hasil panennya melebihi nishab minimal yaitu 653 kg. Maka begitu panen, petani itu harus keluarkan 5% dari 1000 kg padi atau gabahnya, yaitu sebesar 50 kg untuk zakat.
Kalau dia menyimpan gabahnya di lumbung pagi, tentu tidak akan kena zakat lagi untuk setiap tahunnya. Sebab tidak ada zakat atas penyimpanan gabah. Tetapi bila disimpan dalam bentuk emas, maka ada zakat atas emas simpanan.
Anggaplah petani itu menjual hasil panen gabahnya dan dibelikan emas. Lalu emasnya terus bertambah, karena tiap kali panen langsung djual dan uangnya dibelikan emas. Hingga akhirnya jumlah emasnya mencapai 85 gram dan bahkan melebihi jumlah itu.
Saat jumlah simpanan emas telah melebihi 85 gram, dan telah dimiliki selama satu haul (setahun qamariyah), maka dia wajib membayar zakat atas simpanan emasnya. Walaupun sebenarnya emas itu dibeli dari hasil panen padi.
Tetapi dalam hal ini, kedua jenis zakat itu tetap eksis masing-masing dan tidak saling meniadakan atau menghalangi.
Maka analogi di atas juga tetap diterapkan dalam kasus zakat profesi versus zakat simpanan uang tabungan. Zakat profesi dibangun di atas logika zakat pertanian, dimana begitu seseorang menerima gaji, maka dia wajib mengeluarkan zakat.
Sedangkan zakat uang simpanan adalah zakat yang dibangun dari zakat simpanan emas, dimana bila nilainya telah mencapai nishab yaitu kurang lebih 42,5 juta (asumsi 1 gram emas seharga 500 ribu) dan dimiliki setahun, maka ada kewajiban zakat atasnya.
Keduanya tidak saling terkait dan tentunya tidak saling menghalangi, apalagi saling meniadakan. Maka kesimpulannya kalau kita pakai pendekatan pertama ini, kedua harus dibayarkan zakatnya.
Dan tidak ada istilah double tax atas harta yang sama, karena ternyata harta itu sudah mengalami perubahan wujud. Yang pertama berwujud padi yang baru dipanen dan yang kedua berwujud emas yang disimpan. Masing-masing ada zakatnya sendiri.
2. Pendekatan Kedua
Pendekatan kedua ini lebih menekankan pada prinsip bahwa tidak ada double tax atau double zakat atas satu harta yang sama atau harta yang itu-itu juga.
Logikanya, uang gaji yang sudah kena zakat sebelumnya, kalau disimpan dan ditabungkan dalam bentuk uang yang sama dan harus terkena zakat lagi, maka jelas sekali telah terjadi zakat ganda atas harta yang sama.
Oleh karena itu maka secara nalar harus ditetapkan bahwa salah satu zakat itu harus mengalah.
Masalahnya, dari kedua zakat itu, mana yang harus mengalah? Apakah zakat profesi ataukah zakat uang tabungan?
Kalau kita meneliti asal usul kedua zakat itu, sebenarnya yang lebih original dan punya dalil kuat serta sharih adalah zakat uang simpanan.
Walaupun di masa Nabi SAW orang tidak pernah menyimpan uang kertas karena belum ada dan belum dikenal, namun pada hari ini uang kertas telah mengganti kedudukan emas dan perak sebagai alat tukar dalam tiap transaksi jual-beli.
Maka kedudukan uang kertas oleh banyak ulama dianggap setara dan sederajat dengan emas dan perak di masa Nabi SAW. Bila uang kertas punya nilai setara dengan harga emas 85 gram, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Sedangkan zakat profesi, walaupun hari ini nyaris semua orang mendukung keberadaannya, tetapi kalau kita menengok ke belakang, zakat profesi ini tidak pernah ada sebelumnya.
Baru pada abad ke-20 dan 21 ini saja zakat profesi mulai diijtihadkan oleh para ulama kontemporer. Dr. Abdul Wahab Khalaf, Syeikh Abu Zahrah dan Dr. Yusuf Al-Qarawadi adalah nama-nama yang paling banyak disebut sebagai pelopor ijtihad zakat profesi.
Tetapi kita tidak pernah mendengar hadits Nabi SAW yang secara tegas mewajibkan pekerja untuk menzakatkan hasil gajinya. Tidak ada satu pun hadits, baik yang shahih ataupun yang dhaif yang merwajibkan atau setidaknya bercerita tentang perintah zakat profesi di masa Nabi SAW.
Dan satu lagi catatan penting, meski sama-sama mendukung adanya zakat profesi, ternyata mereka tidak selalu sejalan dalam rumusan hitung-hitungannya.
Ada kelompok pendapat yang sukanya main potong langsung dari semua uang masuk, apapun status uang itu. Pokoknya begitu ada transaksi uang masuk, entah itu berupa gaji, honor, upah, hadiah, warisan, bahkan termasuk dapat hutang dari bank, semua harus kena zakat. Ini adalah logika petugas pajak, apapun uang masuk harus kena pajak.
Tetapi ada juga yang agak lebih halus mainnya. Uang masuk harus dikurangi dulu dengan kebutuhan dasar yang pokok. Kalau masih ada lebihnya, maka dari kelebihan itulah dikeluarkan 2,5% zakatnya. Kalau tidak ada kelebihnannya, maka tidak ada kewajiban zakatnya.
Kesimpulannya, karena zakat profesi ini adalah zakat hasil rekayasa orang-orang zaman sekarang, maka hasilnya tidak bulat. Disana sini ada perbedaan pendapat yang cukup besar.
Oleh karena itu, kalau mau diadu antara zakat profesi dan zakat uang simpanan secara head to head dan harus ada yang kalah, tentu saja zakat profesi ini harus dikalahkan. Karena posisinya lebih lemah, dan hukumnya bahwa yang lemah harus tersingkir untuk memberi kesempatan kepada yang lebih kuat.
Lucunya, ada sementara kalangan yang lebih mempertahankan zakat profesi ketimbang zakat uang tabungan. Entah apa penyebabnya, mungkin kuang tahu asal usul keduanya, atau karena zakat profesi lebih populer, atau mungkin juga lebih mudah 'menodong' uang orang lewat zakat profesi ketimbang zakat uang tabungan.
Yang terjadi, zakat yang statusnya cuma tambahan atau hasil rekayasa malah lebih domian ketimbang zakat yang statusnya original.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA |