USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Apakah Banjir Melanda Lantaran Manusia Banyak Dosa?

Apakah Banjir Melanda Lantaran Manusia Banyak Dosa?

PERTANYAAN
Assalamu'alaikum War. Wab

Yth. Pak Ustadz

Beberapa bagian negeri kita sekarang sedang mengalami bencana yang cukup parah, contohnya banjir di Jakarta dan ini selalu terjadi tiap tahun dan tampaknya cukup mustahil untuk bisa dicegah walaupun berbagai upaya sudah dilakukan oleh semua pihak untuk mencegahnya.

Saya jadi kadang berfikir apakah banjir ini hanya diakibatkan oleh letak geografis kota Jakarta atau ini memang peringatan atau bahkan siksaan dari Allah SWT dikarenakan manusia-manusianya terlalu banyak berbuat dosa.

Yang ingin saya tanyakan bagaimana terjadinya hal seperti ini menurut kacamata agama Islam?

Wassalamu\'alaikum War. Wab
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Boleh-boleh saja kalau kita mengambil i'tibar dari banyak mushibah sebagai peringatan dari Allah bahwa kita telah banyak berbuat dosa.

Allah SWT di dalam Al-Quran memang memerintahkan kepada kita untuk mengambil i'tibar.

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

Maka ambillah  untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (QS. Al-Hasyr : 2)

قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ فَانْظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذَّبِينَ

Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah ; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan. (QS. Ali Imran : 137)

Memang di masa nabi-nabi terdahulu, seringkali bencana itu diturunkan lantaran orang-orang sudah pada meninggalkan ajaran agama dan berlaku kufur. Lalu Allah adzab mereka dengan beragam bencana. Bahkan tidak sedikit yang kemudian Allah matikan.

Dalam beberapa hal ada benarnya, bahwa musibah itu terjadi lantaran banyak dosa dilakukan manusia. Sebagaimana firman Allah SWT :

وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu  tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS. Al-Isra' : 16)

Allah SWT kirimkan dua malaikat yang memberi kabar kepada Nabi Ibrahim alaihissalam bahwa negeri tersebut akan dihancurkan. Dan penyebabnya memang karena penduduknya telah berlaku zhalim.

وَلَمَّا جَاءتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ

Dan tatkala utusan Kami  datang  kepada  Ibrahim  membawa kabar   gembira  ,  mereka  mengatakan:  "Sesungguhnya  kami  akan menghancurkan penduduk negeri   ini;  sesungguhnya  penduduknya adalah orang-orang yang zalim". (QS. Al-Ankabut : 21)

Tidak Semua Bencana Merupakan Hukuman

Namun kalau kita teliti lebih dalam, walaupun ayat-ayat Al-Quran banyak sekali bercerita tentang dihancurkannya suatu negeri lantaran kezaliman penduduknya, ternyata bukan berarti semua ini menjadi sebuah hukum Allah yang baku.

Dalam kenyataannya, khususnya di masa kita hidup ini, tidak jarang terjadi musibah dan bencana, yang tidak melulu lahir dari dosa. Dan sebaliknya juga demikian, yaitu belum tentu dosa-dosa yang dilakukan manusia  langsung diadzab oleh Allah SWT di dunia ini.

Mari kita buktikan bersama. Dunia hari ini dihuni oleh sekitar 6,5 milyar manusia. Yang beragama Islam kurang lebih sekitar 1,5 milyar. Artinya, di dunia ini ada sekitar 5 milyar manusia tidak beragama Islam alias non muslim yang tidak beriman kepada Allah SWT.

Pertanyaannya, apakah musibah dan bencana hanya terjadi di negeri bukan muslim saja? Apakah negeri yang berpenduduk muslim selalu aman dari bencana?

Jawabnya tentu tidak selalu demikian, bukan?

Negara-negara barat yang sekuluer dan bukan negara orang-orang muslim, tidak selalu jadi langganan musibah dan bendcana. Begitu juga negara-negara timur yang  komunis dan tidak bertuhan, ternyata juga tidak selalu berlangganan  bencana.

Sementara negeri-negeri yang nota bene berpenduduk muslim, seringkali kita dengar malah terkena musibah dan bencana.

Maka kesimpulannya, tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang kafir dan dosanya, lantas segera dimusnahkan Allah. Dan tidak mentang-mentang suatu negeri banyak orang beriman di dalamna, lantas selalu aman dari bencana dan musibah.

Kalau saja hukumnya berbunyi : siapa yang beriman akan aman dan siapa tidak beriman akan dimusnahkan, maka seharusnya semua negara barat yang notabene bukan negara Islam itu sudah hancur sejak dulu. RRC, Korea Utara dan Rusia juga seharusnya sudah hancur. Sebab penduduknya jelas tidak ada yang beriman kepada Allah, alias pada jadi orang atheis.

Tetapi kenyataannya, kok negara kafir itu sehat-sehat saja? Sebaliknya, kok negeri-negeri yang mayoritas berpenduduk muslim pun juga tidak luput dari bencana?

Kita pernah mendengar di masa lalu, ada pesawat jamaah haji yang jatuh dan semua penumpangnya mati tak tersisa. Lho kok orang pergi haji malah mati, sedangkan ada jutaan penerbangan lain yang isinya orang kafir semua, malah aman-aman saja?

Jawabnya sederhana saja, karena bencana itu tidak selalu terjadi akibat adanya orang beriman atau tidak beriman. Bencana itu bisa saja terjadi dengan banyak sebab. Dan yang paling tahu penyebabnya adalah Allah SWT.

Istidraj

Boleh jadi tidak langsung disiksanya orang kafir di masa kita merupakan istidraj dari Allah SWT. Istidraj dari Allah kepada hamba dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang ini dan tidak disegerakan adzabnya, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Quran :

سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ

Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (QS. Al-Qalam: 44)

فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)

Dan Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا رَأَيْتَ اللَّهَ تَعَالى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنْهُ اسْتِدْرَاجٌ

Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.

Salah Satu Penyebab : Melanggar Sunnatullah

Salah satu dari sekian banyak penyebab bencana adalah dilanggarnya sunnatullah. Umumnya orang-orang sering menyebutnya dengan hukum alam.

Tangan-tangan manusia, lepas dari agama dan keimanan mereka, seringkali ikut andil dalam kerusakan di alam ini. Akibatnya, mereka tertimpa bencana dari apa yang perbuat sendiri. Kasusnya bukan melanggar hukum syariat Allah, tetapi melanggar sunnatullah.

Dasarnya adalah firman Allah SWT :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari  perbuatan mereka, agar mereka kembali. (QS. Ar-Ruum : 41)

Secara sunnatullah, air itu selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Nah, kalau tempat-tempat yang rendah seperti rawa, sungai, danau, serta bantarannya disulap jadi rumah hunian, lalu pas musim hujan jadi banjir, sebenarnya ini bukan urusan beriman atau tidak beriman, tetapi karena sunnatullah sudah dilanggar.

Seharusnya jangan bikin rumah di bantaran sungai, kalau tidak mau terkena sapuan air banjir  di musim penghujan. Seharusnya rawa, sawah dan tempat-tempat penampungan air jangan dihilangkan, apalagi dijadikan perumahan. Kalau air datang di musim penghujan, tentu akan mencari tempat yang lebih rendah. Dan terjadilah banjir. Sederhana saja sebabnya, yaitu ada sunnatullah yang dilanggar.

Jadi kalau kaitannya dengan banjir di Jakarta dan beberapa wilayah lainnya, sebenarnya semua pihak sudah tahu penyebabnya, bahkan bisa diperhitungkan kapan akan terjadinya. Malah sudah jadi langganan tiap periode tertentu. Sampai ada yang menyebut dengan istilah 'banjir langganan'.

Dan anehnya, tidak sedikit dari para korban banjir itu yang tetap betah menghuni bantaran kali dan tempat-tempat rawan banjir lainnya. Seolah musibah banjir itu sudah dianggap sesuatu yang biasa-biasa saja.

Bahwa ada banyak sunnatullah yang terlanjur dilanggar, dianggap sudah wajar pula. Dan selama pelanggaran itu terjadi, banjirnya tentu saja masih tetap akan setia mendatangi pada setiap musim penghujan.  Dan korbannya asyik-asyik saja.

Lucu juga ya?

Musibah Tanpa Sebab

Dan ada juga jenis musibah yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelanggaran sunnatullah. Juga tidak ada kaitannya dengan kemunkaran atau pelanggaran hukum syariah. Seringkali kita pun juga tidak bisa menebak penyebabnya secara pasti.

Katakanlah misalnya musibah gempa bumi, yang sampai hari ini tidak (belum) ada alat yang bisa meramalkan secara akurat terjadinya gempa. Korbannya bisa saja orang beriman, bisa juga orang kafir, bisa juga mereka yang banyak dosa tetapi bisa juga mereka yang rajin ibadah.

Meski ada penjelasan ilmiyahnya, namun terjadinya gempa nyaris tidak bisa diramalkan sebagaimana banjir yang melanda Jakarta. Sehingga memang tidak bisa diantisipasi sebelumnya. Dalam hal ini, unsur Kemahakuasaan Allah SWT lebih dominan. Kita hanya bisa pasrah dan ikut apa yang Allah SWT kehendaki.

إِن يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ وَكَانَ اللّهُ عَلَى ذَلِكَ قَدِيرًا

Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain . Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian. (QS. Ani-Nisa' : 133)

Mushibah Dijadikan Bahan Menyerang Lawan Politik

Namun kadang ada juga pihak-pihak tertentu yang berseteru dengan lawan-lawan politiknya dengan memanfaatkan isu musibah. Misalnya, bila lawan politiknya kebetulan lagi jadi penguasa dan kebetulan terjadi musibah, seringkali musibah itu dijadikan 'alat' untuk menjelek-jelekkan si penguasa oleh seterunya.

Nanti giliran pihak seterunya yang menjadi penguasa dan si penguasa lama sudah turun jabatan, maka gantian yang dilakukan. Si penguasa baru yang dulu sebelum jadi penguasa sering menjelek-jelekkan lawannya dan kini jadi penguasa, sekarang dapat giliran untuk dijelek-jelekkan lewat musibah yang kebetulan terjadi oleh lawan politiknya.

Dan begitulah yang selalu terjadi. Penguasa dimana-mana seringkali dijadikan sasaran tembak oleh lawan politiknya, termasuk lewat musibah yang terjadi. Ini namanya musibah dijadikan bahan black campaign.

Lebih lucu lagi dalam dunia politik ternyata tidak ada teman atau musuh abadi. Bisa saja dua pihak di pagi hari bermusuhan, tiba-tiba sore hari sudah berkoalisi. Semua kejelekan yang sebelumnya ditembakkan tiba-tiba terlupakan dengan sendirinya.

Dan sangat-sangat mungkin yang tadinya satu kubu dalam memperjuangkan nilai-nilai idealisme, tiba-tiba karena satu dan lain hal, pecah dan jadi dua kubu yang saling memaki dan saling membunuh karakter. Dan semua terjadi dalam hitungan yang amat singkat, sehingga peta perpolitikan tidak pernah tetap.

Maka kalau yang bicara tokoh-tokoh politik memang agak sulit kita bisa memahaminya, sebab agak kurang istiqamah dalam pendiriannya. Hari ini satu pihak dijadikan musuh dengan 1001 alasan, eh tiba-tiba besok sudah jadi teman sejati. Dan semua terjadi tanpa alasan yang logis.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA