![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Apakah Jilbab Itu Harus Berupa Gamis Lebar dan Cadar? |
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz, saya ingin bertanya. Sebetulnya saya pernah bertanya tentang hal ini ke ustadz-ustadz lain. Namun, saya masih belum yakin karena khawatir jawaban kurang obyektif dan cenderung subyektif. Saya ingin paham seperti apakah itu jilbab? Yang saya yakini sekarang adalah bahwa jilbab adalah pakaian lapis kedua yg digunakan untuk keluar rumah sebagai pembeda antara budak dan wanita merdeka. Yang namanya jilbab, pasti longgar. Maka saya yakin mengenakan rok itu suatu keniscayaan (rok sebagai bagian dari jilbab krn menurut Al Ahzab 59 bahwa yang disebut jilbab itu menutup seluruh tubuh bukan sebagian saja). Nah, untuk penutup kepala ini yang membingungkan saya, ustadz.. Penutup kepala harus sepanjang apa sehingga ia bisa dikatakan sebagai bagian dari jilbab sisanya? Saya pernah baca artikel di sebuah situs bahwa jilbab itu harus menutupi tangan jika dilihat dari gambarnya. Nah, menurut penulis artikel, jilbab itu penutup kepala lapis kedua yang panjangnya hingga menutupi tangan. Berarti rok yg digunakan bukan termasuk jilbab? Di dalam jilbab tersebut pun tetap harus mengenakan khimar yang menutupi dada. Jadi dirangkap. Ustadz, mohon maaf pertanyaannya panjang. Ini karena saya pernah berdiskusi dengan orang yang mendefinisikan jilbab sebagai gamis. Jadi baginya, penutup kepala itu bukan jilbab melainkan khimar. Baginya jilbab itu ya terusan (pakaian yg bukan potongan). Mohon penjelasan dari ustadz semoga pertanyaan saya jelas. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Yang menjadi kesepakatan seluruh ulama adalah kewajiban menutup aurat bagi wanita. Dan yang nyaris sudah jadi kesepakatan juga bahwa batasan aurat wanita itu seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Pengecualiannya ada dalam mazhab Al-Hanafiyah, bahwa yang termasuk bukan aurat wanita ditambah lagi yaitu kedua kaki hingga batas mata kaki. ياأيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 33 : 59) Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan jilbab di dalam ayat ini adalah pakaian khas yang unik, dimana manfaatnya adalah untuk membedakan kelas dan kedudukan wanita di masa itu. Sebagaimana kita tahu di masa Nabi SAW hidup masih ada perbudakan. Ada kelas wanita mulia dan ada kelas wanita budak. Tetapi perlu dicatat disini, walaupun seorang wanita termasuk dari kalangan budak, bukan berarti mereka wanita kafir. Mereka bisa saja tetap sebagai wanita muslimah, meski statusnya budak. Umumnya wanita merdeka dan mulia lebih dihormati dan tidak diganggu oleh orang fasik. Tidak seperti wanita dari kelas budak, yang walau pun beragama Islam, tetapi memang hak-hak mereka jauh di bawah para wanita merdeka. Maka agar tidak diganggu orang fasik di jalan pada malam hari, diperintahkan para wanita merdeka, khususnya para istri nabi dan puteri-puteri beliau, termasuk istri-istri shahabat yang memang termasuk wanita mulia, untuk mengenakan pakaian khas ini, yaitu jilbab. Mari kita bolak-balik halaman kitab-kitab tafsir, kita akan dapat keterangan yang menarik. Salah satunya apa yang disebutkan oleh mufassri besar, As-Suddi, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya yang masyhur. Beliau menjelaskan sebagai berikut : كان ناس من فساق أهل المدينة يخرجون بالليل حين يختلط الظلام إلى طرق المدينة يتعرضون للنساء وكانت مساكن أهل المدينة ضيقة ، فإذا كان الليل خرج النساء إلى الطرق يقضين حاجتهن ، فكان أولئك الفساق يبتغون ذلك منهن ، فإذا رأوا امرأة عليها جلباب قالوا : هذه حرة ، كفوا عنها . وإذا رأوا المرأة ليس عليها جلباب ، قالوا : هذه أمة . فوثبوا إليها .
Penduduk Madinah yang fasik keluar di malam hari di kegelapan jalanan kota Madinah. Mereka menggoda para wanita. Rumah-rumah di Madinah itu sempit. Bila malam menjelang, para wanita keluar untuk memenuhi kebutuhan mereka, lalu orang-orang fasik itu menggoda mereka. Tetapi kalau ada wanita yang pakai jilbab mereka akan bilang,"Ini wanita merdeka, jangan diganggu". Sebaliknya, bila melihat wanita tidak pakai jilbab, mereka bilang ini budak dan mereka pun mengerjainya. Tentu saja tafsir ini hanya salah satu versi dari beragama versi lainnya yang akan kita dapat di dalam kitab tafsir. Sebut saja misalnya pendapat Ibnu Abbas radhiyallahuanhu. Pendapat beliau malah sangat berbeda dengan apa yang banyak kita yakini selama ini tentang jilbab. Buat beliau, jilbab itu bukan cuma sekedar kerudung panjang yang menutup sampai dada, tetapi juga harus menutup wajah juga. Coba perhatikan perkataan Ibnu Abbas berikut ini : عن ابن عباس : أمر الله نساء المؤمنين إذا خرجن من بيوتهن في حاجة أن يغطين وجوههن من فوق رؤوسهن بالجلابيب ، ويبدين عينا واحدة
Dari Ibnu Abbas : Allah memerintahkan kepada wanita mukminin apabila keluar dari rumah untuk suatu keperluan untuk menutup wajah mereka dari atas kepala dengan jalabib, dan menyisakan satu mata saja yang kelihatan.
Hal senada juga disebutkan oleh Muhammad bin Sirin : وقال محمد بن سيرين : سألت عبيدة السلماني عن قول الله تعالى : ( يدنين عليهن من جلابيبهن ) ، فغطى وجهه ورأسه وأبرز عينه اليسرى Aku bertanya kepada Ubaidah As-Salmani tentang firman Allah (Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya), maka beliau menutup wajah dan kepalanya dan memperlihatkan mata kirinya.Berarti jilbab itu bukan sekedar besar dan longgar, tetapi juga harus menutup kepala dan wajah juga. Setidaknya ini menurut Ibnu Abbas dan Muhammad bin Sirin serta banyak ulama lainnya. Nah, apakah kita akan bilang bahwa seluruh wanita muslimah wajib mengenakan cadar yang menutup wajah? Tentu saja kita serahkan saja tafsir dan pengertiannya kepada masing-masing ulama. Kita harus terima bahwa masalah ini, baik kewajiban pakai cadar, atau pun makna jilbab itu sendiri, termasuk masalah-masalah khilafiyah yang mana para ulama tidak pernah sampai ke satu titik pendapat. Dan itu hak mereka yang wajib kita hormati. Jadi apakah bahan kerudung atau khimar itu harus nyambung dari penutupi kepala dan wajah hingga sampai ke dada dan seluruh tubuh atau tidak harus begitu, tentu semua itu silahkan diperdebatkan. Apakah jilbab itu mau diartikan sebagai gamis panjang dan yang diatas kepala itu namanya khimar, monggo silahkan diperdebatkan secara ilmiyah. Toh semua itu ada dan merupakan pendapat-pendapat mulia dari para ulama yang juga mulia. Keberagaman pendapat mereka tidak bisa kita nafikan begitu saja. Dan kita bebas sebebas-bebasnya untuk mengikuti salah satu pendapat dari mereka. Dan juga bebas untuk pindah dari satu pendapat ke pendapat lainnya. Namun yang tidak ada perbedaan pendapat lagi adalah masalah menutup auratnya. Sedangkan model pakaiannya, dan silang pendapat dalam masalah nama model pakaiannya, termasuk juga ukuran, warna, corak dan motifnya, silahkan saja para ulama berbeda pendapat. Ahmad Sarwat, Lc., MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |