USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Disebut Tarawih Berarti Istirahat, Apa Hubungannya?

Disebut Tarawih Berarti Istirahat, Apa Hubungannya?

PERTANYAAN
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ustadz, saya mau bertanya sedikit tentang penyebutan istilah shalat tarawih. Kenapa disebut tarawih? Ada yang bilang makna tarawih itu adalah istirahat. Tetapi apa hubungannya antara shalat tarawih dengan istirahat? Ataukah ada makna yang lain selain istirahat?

Demikian pertanyaan saya, sebelumnya saya ucapkan syukran jazakallahu ahsanal jaza'.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Pengertian Tarawih

1. Bahasa


Benar sekali bahwa makna kata tarawih ini secara bahasa adalah istirahat. Dan tidak ada makna lain selain itu. Secara bahasa, kata tarawih (تراويح) adalah bentuk jama' dari bentuk tunggalnya, yaitu tarwihah (ترويحة).

Mari kita lihat dalam salah satu kamus standar bahasa Arab yang banyak digunakan para peneliti dan muhaqqiq, yaitu Kamus  Lisanul Arab.  Disana disebutkan  :

Tarawih pada asalnya adalah nama untuk duduk yang mutlak. Duduk yang dilakukan setelah menyelesaikan 4 rakaat shalat di malam bulan Ramadhan disebut tarwihah, karena orang-orang beristirahat setiap empat rakaat. [1]

2. Istilah

Secara syariah, Al-Imam An-Nawawi, sebagai salah satu mujtahid besar dalam sejarah ilmu fiqih, di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menyebutkan bahwa definisi shalat tarawih  adalah :

قِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ مَثْنَى مَثْنَى عَلَى اخْتِلاَفٍ بَيْنَ الْفُقَهَاءِ فِي عَدَدِ رَكَعَاتِهَا وَفِي غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ مَسَائِلِهَ

Shalat sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan, dengan dua-dua rakaat, dimana para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya. [2]

Para ulama sepakat bahwa di sela-sela rakaat tarawih disyariatkan duduk untuk istirahat. Bahkan nama tarawih itu sendiri diambilkan dari adanya pensyariatan untuk duduk istirahat. Dan para ulama menjelaskan bahwa duduk istirahat itu dilakukan pada tiap empat rakaat, meski pun shalat tarawih dilakukan dengan dua rakaat salam.

B. Hikmah Duduk Istirahat

Hikmah dari duduk istirahat ini tentu amat penting. Dan ada dua alasan kenapa disyariatkan untuk duduk istirahat.

1. Berdiri Lama Karena Bacaan Cukup Panjang

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan durasi yang lebih panjang dari umumnya shalat fardhu. Mengenai panjangnya berdiri ini umumnya para ulama sepakat, namun harus berapa lama memang agak sedikit berbeda.

Sebagian ulama, di antaranya mazhab Al-Hanafiyah menekankan bahwa setidak-tidaknya dalam shalat tarawih selama sebulan penuh bisa dikhatamkan 30 juz Al-Quran. Dan seorang imam jangan menguranginya karena kemalasan jamaah.

Untuk itu bila imam membaca kira-kira 10 ayat, maka dalam satu malam akan bisa dibaca 200 ayat. Dan kalau dikalikan 30 malam, jumlahnya kurang lebih 6.000 ayat. Dan jumlah ini sudah mendekati jumlah total ayat Al-Quran.

Ada juga pendapat lain yang lebih berat, yaitu dalam sebulan mengkhatamkan Al-Quran sampai tiga kali. Dan pendapat ini sejalan dengan pendapat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu yang memerintahkan agar dalam sebulan bisa dikhatamkan tiga kali.

Maka dalam satu rakaat imam membaca kurang lebih 30 ayat. Dan dalam satu rangkaian shalat tarawih yang 20 rakaat bisa dibaca 600 ayat. Maka bisa dikhatamkan Al-Quran dalam 10 malam saja. Dan dalam sebulan penuh bisa khatam 3 kali.

Tetapi lepas dari perbedaan para ulama tentang berapa banyak ayat yang harus dibaca, semua pasti sepakat bahwa duduk istirahat di sela-sela rakaat tarawih itu menjadi amat mutlak diperlukan. Karena tidak mungkin semua ayat dibaca dengan cara berdiri terus-terusan tanpa jeda istirahat.

2. Jumlah Rakaat Yang Cukup Banyak

Alasan kedua kenapa duduk istirahat dalam shalat tarawih multak dibutuhkan karena umumnya para ulama sepakat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih itu terbilang banyak. Meski tidak sepakat berapa jumlahnya, tetapi umumnya tidak kurang dari 20 rakaat.

Para pemuka ilmu fiqih Islam yang sudah sampai level mujtahid mutlak, yaitu jumhur (mayoritas) ulama, baik dari mazhab Al-Hanafiyah, sebagian kalangan mazhab Al-Malikiyah, mazhab Asy-Syafi’iyah dan mazhab Al-Hanabilah telah berijma’ bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rakaat. [3]

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Pendapat 20 rakaat ini juga didukung oleh Ad-Dasuki yang mengatakan bahwa para shahabat dan tabi’in seluruhnya melakukan shalat tarawih 20 rakaat. [4] .

Ibnu Abdin mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh seluruh umat baik di barat maupun di timur. [5]

Ali As-Sanhuri mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amal yang dikerjakan oleh semua manusia dari masa lalu hingga masa kita sekarang ini di semua wilayah Islam.[6]

2. Mazhab Al-Malikiyah

Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih selain 20 rakaat adalah 36 rakaat.

Dan Umar bin Abdul Aziz di Masjid Bani Umayyah menetapkan shalat tarawih 36 rakaat. Alasannya biar pahalanya biar mendekati pahala para shahabat di Madinah yang shalatnya 20 rakaat.

3. Mazhab Asy-Syafi'iyah

Mazhab Asy-syafi'iyah lewat fatwa para ulamanya tegas menetapkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 rakaat. Alasannya karena amalan para shahabat di masa khalifah Umar bin Al-Khattab itu punya status kekuatan hukum syar'i yang qath'i. Statusnya adalah ijma' yang merupakan salah satu sendi hukum dari empat sendi hukum Islam yang diakui mutlak.

Bahkan  level ijma'nya berada pada titik paling tinggi, yaitu ijma' shahabi. Artinya yang berijma' itu bukan orang sembarang, juga bukan sekedar ulama atau kiyai, tetapi mereka yang berstatus para shahabat ridhwanullahialaihim ajma'in.

Hal itu lantaran tidak ada seorang pun dari mereka yang menyelisihi 20 rakaat ini. Bahkan semua shahabat bukan cuma berpendapat 20 rakaat saja, tetapi mereka sendiri melakukannya secara langsung.

Dan apa yang telah dilaksanakan para shahabat ini tidak pernah berubah, tetap menjadi sunnah hingga diteruskan di masa tabi'in, tabi'ut-tabi'in, bahkan hingga abad 14 hijryah ini.

4. Mazhab Al-Hanabilah

Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat dilakukan di hadapan shahabat dan sudah mencapai kata ijma’, dimana nash-nash tentang itu amat banyak.[7]

Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa shalat tarawih jangan sampai kurang dari 20 rakaat, dan tidak mengapa bila jumlahnya lebih dari itu. [8]

Ibnu Taimiyah tidak memberikan batasan minimal atau maksimal jumlah rakat tarawih. Beliau menganjurkan shalat tarawih dilakukan antara bilangan 10 hingga 40 rakaat. Hal itu bisa kita periksa dalam Majmu’ Fatawa jilid 22 hal. 272

Masjid Al-Haram di Mekkah dan masjid An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah sampai kini masih menerapkan shalat tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana disaksikan dan dikerjakan oleh semua jamaah umrah Ramadhan secara langsung.

Lepas dari perbedaan pendapat di kalangan para ulama, yang jelas bahwa duduk istirahat di sela-sela rakaat tarawih yang banyak jumlahnya itu nyaris tidak bisa ditawar-tawar lagi menjadi teramat penting.

Karena itulah naman shalat ini disebut shalat tarawih, yaitu shalat yang banyak diselingi dengan duduk istirahat.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA


[1] Ibnul Mandzhur, Lisanul Arab jilid 2 madah (روح)

[2] Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab jilid 4 hal. 30

[3] Badai’us-shana’i’ jilid 1 hal. 288

[4] Hasyiyatu Ad-Dasuqi jilid 1 hal. 315

[5] Raddul Muhtar jilid 1 hal. 474

[6] Syarah Az-Zarqani jilid 1 hal. 284

[7] Kasysyaf Al-Qina’ jilid 1 hal. 425

[8] Mathalib Ulin Nuha jilid 1 hal. 563

[9] Hadits-hadits Palsu Seputar Ramadhan, Prof Ali Musthafa Ya’qub, MA, hal. 70