USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Kafirkah Indonesia Karena Tidak Menjalankan Hukum Islam?

Kafirkah Indonesia Karena Tidak Menjalankan Hukum Islam?

PERTANYAAN
Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ada yang bilang bahwa negara kita ini adalah negara kafir. Alasannya karena tidak menerapkan hukum Islam yang menjadi syarat negara disebut sebagai negara Islam. Apakah benar tuduhan seperti itu ustadz?

Wassalam
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang ada pendapat segelintir kalangan yang memandang bahwa Indonesia negara kafir. Alasannya karena tidak menerapkan hukum Islam. Namun pendapat ini tidak sepenuhnya didukung oleh fatwa umumnya para ulama. Sebab untuk mengkafirkan suatu negara bukan perkara mudah. Walhasil, kita punya dua pendapat dalam hal ini, dimana pendapat yang mengkafirkan itu dianggap lemah dan tidak kuat hujjahnya.

1. Pendapat Yang Mengkafirkan

Sebagian kalangan berpendapat bahwa tidak terlaksananya hukum Islam mengakibatkan kekafiran, baik di level pemerintahan atau pun di kalangan rakyat. Sebab penerapan hukum Islam dalam pandangan kalangan ini termasuk ke dalam wilayah aqidah yang sifatnya fundamental.

Dalil-dalil tentang kafirnya suatu masyarakat yang tidak menerapkan hukum Islam antara lain adalah ayat-ayat Al-Quran serta sunnah nabawiyah.

a. Dalil Sharih

Setidaknya dua kali Al-Quran menyebutkan status orang-orang yang tidak menerapkan hukum Islam. Pertama, Al-Quran menyebut mereka sebagai orang kafir. Kedua, Al-Quran menyebut mereka sebagai orang yang tidak beriman. Kafir dan tidak beriman, kurang lebih sama kedudukannya.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Dan siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44)

Di dalam ayat ini secara tegas tanpa perlu ditafsirkan lagi, disebutkan bahwa orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan, yaitu hukum Islam, statusnya adalah orang kafir.

فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.(QS. An-Nisa’ : 65)

Sedangkan di ayat ini disebutkan bahwa orang-orang yang tidak berhukum kepada Muhammad SAW sebagai tindakan tidak beriman. Dan yang dimaksud dengan berhukum kepada Muhammad SAW adalah menerapkan hukum Islam.

b. Berhukum Islam Bagian Dari Aqidah

Selain dengan dalil di atas, pendapat mereka juga didasari oleh pemahaman bahwa berhukum dengan hukum Islam merupakan bagian aqidah yang tidak terpisahkan.

Ada tiga istilah tauhid yang sering mereka gunakan, yaitu tauhi rububiyah, tauhid mulkiyah dan tauhid uluhiyah. Ketika teori tauhid ini sering disandarkan pada tiga ayat pertama dari surat An-Nas.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ - مَلِكِ النَّاسِ - إِلَهِ النَّاسِ

Katakanlah, Aku berlindung kepada rabb manusia, malik manusia dan ilah manusia. (QS. An-Naas : 1-3)

Allah SWT diteorikan memilik tiga sifat dasar, yaitu sebagai rabb (ربّ), malik (ملك) dan ilah (إله). Sebagai rabb, Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan alam semesta dan juga manusia, memeliharanya dan memberi rizqi. Sebagai malik, Allah SWT wajib kita jadikan sebagai raja dengan cara kita menerapkan hukum Islam. Dan sebagai ilah, kita diwajibkan menghambakan diri kepada-Nya dalam ritual ibadah.

Bila ada suatu negara tidak menerapkan hukum Islam, dalam pandangan mereka, negara itu adalah negara kafir. Dan bila seorang muslim menjadi pemimpin di suatu negara, namun dia tidak menerapkan hukum Islam, maka pemimpin itu adalah orang kafir, meski dia shalat, puasa, zakat, dan berhaji tiap tahun.

2. Pendapat Yang Tidak Mengkafirkan

Pendapat yang tidak mengkafirkan pada dasarnya adalah pendapat jumhur ulama. Mereka mengatakan bahwa ketika suatu negeri tidak melaksanakan hukum Islam secara hukum formal, positif dan berlaku secara resmi, maka negara itu, sekaligus juga dengan orang-orang yang menjadi warga negara serta pejabat negara, semuanya tidak lantas berstatus kafir, alias mereka hakikatnya tetap muslim. Dasarnya antara lain :

a. Menjadi Kafir Harus Lewat Pintu Yang Sama

Setiap orang pada dasarnya dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan muslim, dan tidak menjadi kafir kecuali setelah orang tuanya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. Hal itu merupakan ketetapan nabi SAW :

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلىَ الفِطْرَةِ إِلاَّ مِنْ أَبَوَيْهِ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan muslim, kemudian nanti kedua orang tuanya yang akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. Sedangkan mereka yang beragama Islam, tidak bisa tiba-tiba dijatuhi status kafir, kalau dia tidak melakukan hal-hal membuatnya kafir.

Dengan hanya sekedar tinggal di sebuah negeri yang tidak menerapkan hukum Islam, padahal negeri itu adalah negeri kelahiran dan tanah tumpah darah, tentu tidak bisa mengubah penduduknya menjadi kafir.

Sebab status kekafiran didapat manakala seseorang secara serta merta melakukan hal-hal yang secara tegas menggugurkan keislaman.

b. Bahaya Mudah Mengkafirkan

Bahaya menuduh atau mengkafirkan seorang muslim, menakibatkan beberapa konsekuensi yang berat. Padahal setiap orang yang berikrar dan mengucapkan syahadat telah dianggap muslim, dimana nyawa dan hartanya terlindung. Hukumnya amat berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi. Di antaranya ialah:

  • Bagi isterinya, dilarang berdiam bersama suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak sah menjadi isteri orang kafir.
  • Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya kafir, maka menjadi tanggungjawab ummat Islam.
  • Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong, dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
  • Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.
  • Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi, dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat mewarisi.
  • Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal dalam neraka.

Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir. Itulah akibat yang harus ditanggungnya.

c. Kufrun Duna Kufrin

Ibnu Abbas ketika menafsirkan surat Al-Maidah ayat 44 di atas, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tidak berhukum dengan hukum Allah itu kafir, maksudnya adalah kekafiran yang bukan kafir. Beliau mengistilahkan dengan kufrun duna kufrin (كفر دون كفر).

d. Tidak Semua Shahabat Hidup Dalam Hukum Islam

Kalau sekedar tinggal di sebuh negeri yang tidak menerapkan hukum Islam dianggap kafir, maka ada banyak pertanyaan yang akan keluar. Misalnya apakah para shahabat Nabi SAW itu kafir, lantaran tidak semua dari mereka yang di Madinah. Banyak dari mereka yang tinggal di Makkah, Thaif dan negeri lain yang belum ditaklukkan oleh umat Islam. Salah besar kalau dikatakan bahwa syarat keIslaman itu harus masuk ke dalam negara Islam.

Lagian, mana sih di zaman sekarang ini yang bisa dibilang sebagai negara Islam, di mana syariah Islam dijalankan 100%, tapi jugadiakui keberadaannya oleh dunia, dan bukan sekedar negara Islam 'jadi-jadian' yang hanya ada dalam klaim saja?

Memang beberapa oknum ada yang membangun 'negara Islam'dalam angan-anganya, lalu mencari pengikut dari kalangan awam yang tidak mengerti apa-apa. Para pengikut yang tidak mengerti apa-apa itu dijejali dengan berbagai doktrin sesat, sampai dibaiat segala. Kemudian diwajbkan bayar pajak kepada si penyebar ajaran sesat itu, kalau perlu berdusta, mencuri, merampok dan segala jalan yang haram.

Alasannya, toh semua orang itu kafir. Dan karena kafir, maka boleh dirampok duitnya. Termasuk orang tua kita pun dibilang kafir. Dan karena kafir maka boleh dibohongi dan 'ditilep' duitnya.

Tetapi ternyata negara yang dimaksud itu hanya ada dalam imajinasi saja. Atau bahasa mudahnya, cuma 'dibohongin doang'. Uang yang disetorkan itu bukan masuk ke negara, tapi masuk ke kantong pribadi. Jangan sekali-kali ada pengikut yang berani-berani menanyakan, apalagi mengaudit, bisa-bisa dibilang kafir dan murtad. Bahkan diancam tidak akan selamat darahnya.

Orang awam yang mengalami kejadian seperti ini sungguh sangat banyak. Biasanya, mereka yang sangat awam dari agama, tetapi karena tiap hari didoktrin habis dengan cara berpikir sesat macam itu, maka terpaksa harus ikut. Cuma nampak sekali kelihatan bingung, sebab ada yang aneh dalam doktrin itu yang tidak seperti biasanya dikenal.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA