USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Ijab Kabul Tidak Menyebutkan Mahar, Apakah Sah Hukumnya?

Ijab Kabul Tidak Menyebutkan Mahar, Apakah Sah Hukumnya?

PERTANYAAN
Assalamualaikum.

Mohon izin bertanya terkait hukum akad nikah.

1. Apa kedudukan mahar dalam sebuah akad nikah?

2. Dan apakah sah hukumnya bila dalam suatu akad nikah atau ijab kabul tidak disebutkan berapa nilai maharnya? Mohon penjelasan.

Wassalamualaikum.
JAWABAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1. Mahar Bukan Rukun Nikah

Meski pun kedudukan mahar atau mas kawin itu sangat penting dalam sebuah pernikahan, namun umumnya para ulama berpendapat bahwa kedudukan mahar bukan sebagai rukun dalam sebuah pernikahan. Bahkan mereka umumnya juga sepakat bahwa kedudukannya juga bukan sebagai syarat sah pernikahan. 

Artinya, sebuah akad nikah tetap sah meskipun tanpa adanya mahar. Mahar hanyalah salah satu hukum dari hukum-hukum pernikahan. Kalau pun maharnya ada  tetapi tidak sempat disebutkan dalam akad nikah, tentu hukumnya juga sah.

Dasarnya adalah firman Allah SWT :

لا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إنْ طَلَّقْتُمْ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً

Tidak ada kewajiban membayar atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. (QS. Al-Baqarah : 236)

Pertimbangan kenapa mahar tidak termasuk rukun nikah adalah karena tujuan asasi dari sebuah pernikahan bukan jual-beli. Tujuan pernikahan itu adalah melakukan ikatan pernikahan dan juga istimta'. Sehingga mahar hanya salah satu kewajiban suami, sebagaimana juga nafqah, yang tidak perlu disebutkan pada saat akad.

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitab Rasudhatu Ath-Thalibin menebutkan : [1]

قَالَ الأَصْحَابُ : لَيْسَ الْمَهْرُ رُكْنًا فِي النِّكَاحِ بِخِلافِ الْمَبِيعِ وَالثَّمَنِ فِي الْبَيْعِ

Al-Ashab berkata : Mahar itu bukan rukun dalam nikah, berbeda dengan barang yang diperjual-belikan dan uang dalam jual-beli.

2. Ijab Kabul Tanpa Penyebutan Mahar Sah

Dan oleh karena itulah maka penyebutan mahar dalam akad nikah juga tidak diharuskan. Artinya, lafadz ijab kabul yang tidak menyebutkan besaran mahar tetap dianggap sudah sah.

Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni juga menyebutkan bahwa nikah tetap sah meski tanpa menyebutan mahar: [2]

وَجُمْلَتُهُ أَنَّ النِّكَاحَ يَصِحُّ مِنْ غَيْرِ تَسْمِيَةِ صَدَاقٍ , فِي قَوْلِ عَامَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ

Dan simplenya bahwa nikah itu sah meski tanpa menyebutkan mahar, sebagaimana pendapat kebanyakan ahli ilmu.

Oleh karena itu pula maka syariat Islam membenarkan zawaju at-tafwidh, atau pernikahan tanpa menyebutkan mahar atau juga tidak menyebutkan apakah ada mahar atau tidak.

3. Penyebutan Mahar Mustahab

Meski pun tanpa penyebutan mahar sebuah akad nikah sudah dianggap sah, namun mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menetapkan bahwa hukumnya mustahab untuk disebutkan dalam akad nikah.

Mengapa penyebutan mahar menjadi mustahab?

Pertama, karena Rasulullah SAW selalu menyebutkan mahar tatkala menikah. Sehingga penyebutan marah secara tegas ketika ijab kabul berlangsung tentu menjadi lebih utama untuk dikerjakan.

Kedua, agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Barangkali kalau disebut dengan sengketa di kemudian hari, agak janggal dalam pandangan kita. Sebab sudah jadi kebiasaan bangsa kita bahwa mahar itu seperti hanya main-main saja. Entah siapa yang memulai dan siapa yang mengajarkan, umumnya wanita bangsa kita ini kalau ditanya mau mahar apa, jawabnya sederhana sekali, "Terserah", atau "Apa saja deh".

Seolah-olah mahar itu sesuatu yang tidak penting dan sekedar formalitas belaka. Sama sekali tidak punya nilai apapun. Bukankah bangsa ini terbiasa dengan mahar seperangkat alat shalat yang harga di bawah seratusan ribu rupiah?

Malah kadang-kadang cuma sekedar mushaf Al-Quran, itu pun masih ada tulisannya : 'Wakaf dari Kerajaan Saudi Arabia". 

Padahal kalau kita perhatikan mahar di masa Rasulullah SAW, tentu lain ceritanya. Mahar itu benar-benar benda yang bernilai tinggi. Di dalam hadits shahih memang ada disebutkan bahwa mahar yang beliau SAW berikan kepada istri-istri beliau adalah 500 dirham perak.

Hadits itu agak panjang, intinya Aisyah radhiyallahuanha ditanya tentang nilai mahar yang Rasulullah SAW berikan kepada istri-istrinya. Lalu menurut pengamatan dan analisa Aisyah, nilainya adalah 500 dirham. 

كَانَ صِدَاقُهُ لأَزْوَاجِهِ ثِنْتَى عَشْرَةَ أوْقِيَةً وَنَشًّا قَالَ: قَالَتْ: أتَدْرِى مَا النَّشُّ ؟. قَالَ: قُلْتُ: لاَ! قَالَتْ: نِصْفُ أوْقِيَةٍ ؛ فَتِلْكَ خَمْسُمِائَةِ دِرْهَمٍ. فَهَذَا صِدَاقُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَزْوَاجِهِ.

Aisyah berkata,"Mahar Rasulullah kepada para isteri beliau adalah 12 Uqiyah dan satu nasy". Aisyah berkata,"Tahukah engkau apakah nash itu?". Abdur Rahman berkata,"Tidak". Aisyah berkata,"Setengah Uuqiyah". Jadi semuanya 500 dirham. Inilah mahar Rasulullah saw kepada para isteri beliau. (HR. Muslim)

Ada satu analisa bahwa uang 1 Dirham perak itu di masa Nabi SAW bisa untuk membeli seekor ayam. Anggap harga seekor ayam di masa sekarang ini 25 ribu per ekor, maka kira-kira nilai 500 dirham itu 500x25= Rp. 12,5 juta rupiah.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA

[1] Al-Imam An-Nawawi, Raudhatu Ath-Thalibin, jilid 7 hal. 247

[2] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 6 hal 712