![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Shalat Fardhu di Atas Kendaraan, Apakah Sah Hukumnya? |
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum wr. wb. Liburan akhir tahun kemarin kami sekeluarga ke luar kota. Ada beberapa pertanyaan terkait dengan shalat fardhu lima waktu yang dilakukan di atas kendaraan : 1. Adakah dasar hukum yang membolehkan kita shalat di atas kendaraan? 2. Apakah semua jenis shalat boleh dilakukan di atas kendaraan? Ataukah hanya sebatas shalat sunnah saja? 3. Bagaimana bila tidak dimungkinkan untuk turun dari kendaraan, apakah tetap wajib shalat atau boleh tidak shalat? Mohon penjelasan dari ustadz tentang masalah ini, karena kami sempat berbeda pandangan. Wassalam |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 1. Dasar Masyru’iyah Dasar masyru’iyah tentang melakukan shalat di atas kendaraan memang ada dasarnya. Yang terutama sekali adalah kenyataan bahwa Rasulullah SAW sendiri tercatat pernah shalat di atas punggung unta. Selain itu juga ada keterangan perintah beliau SAW untuk shalat di atas kapal laut. a. Nabi SAW Shalat di atas Punggung Unta Ada beberapa teks hadits yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW shalat di atas punggung unta, di antaranya adalah hadits-hadits berikut : عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ كَانَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ الْمَكْتُوبَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW shalat di atas kendaraannya menuju ke arah Timur. Namun ketika beliau mau shalat wajib, beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR. Bukhari)
عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas kendaraannya, menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila shalat yang fardhu, beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR. Bukhari) إِنَّ رَسُول اللَّهِ كَانَ يُوتِرُ عَلَى الْبَعِيرِ
Sesungguhnya Rasulullah SAW melakukan shalat witir di atas untanya. (HR. Bukhari) b. Para Shahabat Shalat di Kapal Laut Sebuah hadits menceritakan bagaimana Rasulullah SAW memerintahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib untuk melakukan shalat di atas perahu atau kapal laut, ketika menuju ke negeri Habasyah. أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّا بَعَثَ جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ إِلَى الْحَبَشَةِ أَمَرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي السَّفِينَةِ قَائِمًا إِلاَّ أَنْ يَخَافَ الْغَرَقَ Bahwa Nabi SAW ketika mengutus Ja'far bin Abi Thalib radhiyallahuanhu ke Habasyah, memerintahkan untuk shalat di atas kapal laut dengan berdiri, kecuali bila takut tenggelam. (HR. Al-Haitsami dan Al-Bazzar)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبيِ عَتَبَة قَالَ: صَحِبْتُ جاَبِرَ بًنِ عَبْدِ اللهِ وَأَبَا سَعِيدٍ الخُدْرِي وَأَبَا هُرَيْرَةَ فيِ سَفِيْنَةٍ فَصَلُّوا قِيَامًا فيِ جَمَاعَةٍ أَمَّهُمْ بَعْضُهُمْ Dari Abdullah bin Atabah berkata,"Aku menemani Jabir bin Abdullah, Abu Said Al-Khudri dan Abu Hurairah naik kapal laut. Mereka shalat berjamah dengan berdiri, salah seorang menjadi imam buat yang lainnya. (HR. Said bin Manshur) 2. Sebatas Shalat Sunnah Memang kalau kita perhatikan teks-teks hadits di atas, kita akan dapati bahwa shalat yang dilakukan Rasulullah SAW di atas punggung unta hanya sebatas shalat sunnah saja. Sedangkan untuk shalat fardhu yang lima waktu, beliau tidak pernah melakukannya. Jadi kalau bertemu dengan waktu shalat lima waktu, sementara beliau sedang berada di punggung untanya, maka beliau menghentikan unta itu, lalu turun ke atas tanah. Dan beliau shalat dengan menghadap arah kiblat yang benar. Begitulah teks-teks hadits menyebutkan apa adanya tanpa ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi. Oleh karena itulah semua ulama sepakat bahwa shalat fardhu tidak sah bila dilakukan di atas punggung unta. Sebab Nabi yang yang pernah bersabda,"Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat Aku shalat", justru tidak melakukan shalat di atas punggung unta. Beliau SAW justru turun ke atas tanah. Apa maksudnya? Kalau beliau turun dari punggung unta dan shalat di atas tanah, apa maksudnya? Maksudnya tidak lain agar beliau bisa shalat dengan menghadap kiblat, sebagaimana disebutkan di dalam teks-teks hadits di atas. Selain itu tentu saja kalau shalat di atas tanah, beliau SAW juga bisa shalat dengan benar yaitu dengan berdiri, rukuk, sujud yang sempurna. Bukan cuma dengan membungkuk-bungkukkan badan. 3. Bila Tidak Mungkin Turun Ada beberapa jenis kendaraan, ada yang kita bisa hentikan sesuai kehendak kita, ada juga yang tidak bisa. a. Kendaraan Pribadi : Turun dan Shalat Kalau kita naik kendaraan pribadi, tentu tidak ada alasan untuk tidak berhenti mengerjakan shalat. Kadang kendaraan umum sekali pun bisa kita ajak kompromi agar berhenti sejenak demi kita bisa mengerjakan shalat. Selama masih bisa berhenti dan turun untuk shalat, maka tidak ada masalah karena shalat bisa dikerjakan dengan sempurna. b. Pesawat, Kereta dan Kapal Laut : Dimungkinkan Shalat di Atas Kendaraan Namun kenyataannya banyak jenis kendaraan yang musahil bagi kita untuk turun sejenak untuk mengerjakan shalat fardhu. Pesawat terbang, kapal laut dan kereta api adalah kendaraan yang sangat mungkin untuk kita mengerjakan shalat dengan sempurna di dalamnya, yaitu dengan berwudhu, menghadap kiblat, berdiri, rukuk dan sujud. Maka shalat kita sudah sah bila memang bisa memenuhi semua syarat itu. c. Bus Antar Kota : TIdak Mungkin Shalat Lain halnya dengan bus antar kota, kita agak mati kutu kalau tidak berkompromi dengan sopirnya untuk berhenti mengerjakan shalat. Sebab di dalam bus agak sulit kita shalat sambil berdiri, ruku dan sujud dengan sempurna. Begitu juga agak kesulitan kalau harus menghadap kiblat. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc., MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |