![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Menjama' Shalat Karena Hujan, Bolehkah? | |||||||||||||||
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Perkenankan kami menyampaikan pertanyaan terkait dengan fiqih shalat. Kebetulan kemarin di masjid ada seorang ustadz yang menyampaikan ceramah. Beliau bilang bahwa dibolehkan buat umat Islam untuk menjama' shalat karena turunnya hujan. Menurut beliau bahwa Rasulullah SAW selalu menjama' shalatnya kalau turun hujan. Tentu ceramah ini membingungkan saya, sebab yang saya tahu menjama' shalat itu hanya terkait dengan safar atau perjalanan saja. Jadi pertanyaan saya mohon ustadz jelaskan disini apakah boleh kita menjama' shalat karena hujan? Kalau dibolehkan, berarti setiap hari kita menjama' shalat terus. Sebagaimana kita ketahui saat ini kita sedang berada di musim penghujan. Sehingga setiap hari turun hujan, baik pagi, siang, sore bahkan malam. Atas jawabannya kami sampaikan syukran katsira. Wassalam | |||||||||||||||
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Benar sekali bahwa Rasulullah SAW pernah menjama' shalat karena turunnya hujan. Dan memang para ulama juga berfatwa demikian. Hanya saja kebolehan jama' itu ada syarat dan ketentuannya, dimana para ulama saling berbeda dalam menarik kesimpulan hukum yang terkait dengan syarat dan ketentuan itu. 1. DalilSebelum membahas lebih lanjut dengan syarat dan ketentuan, tidak ada salahnya kalau kita kaji terlebih dulu dalil-dalil yang digunakan para ulama. Di antara penyebab mengapa syarat yang diajukan berbeda-beda, karena dalil-dalil yang digunakan tidak secara tegas menyebutkan syarat dan batasan-batasannya. a. Dalil Pertama Sebuah hadits yang dishahihkan oleh Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa pernah Rasulullah SAW menjama' shalat Dzhuhur dengan Ashar, serta shalat Maghrib dengan Isya' di kota Madinah. Namun kalau kita perhatikan sebenarnya tidak disebutkan karena hujan. Hujan itu adalah semata dugaan para shahabat saja. صَلَّى رَسُول اللَّهِ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا زَادَ مُسْلِمٌ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu Bahwa Rasulullah SAW di Madinah menjama' shalat Dzhuhur dan Ashar serta menjama' shlat Maghrib dan Isya'. Imam Muslim menambahkan,"Itu dilakukan bukan karena takut atau safar.” (HR. Muslim) Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahumallah, keduanya memandang riwayat tambahan dari Imam Muslim yang menegaskan bahwa jama' itu terjadi bukan karena takut dan juga bukan karena safar, padahal jama' itu dilakukan di dalam kota Madinah, maka kemungkinan hal itu dilakukan karena terjadinya hujan. Namun jumhur ulama tidak menerima tambahan riwayat dari Imam Muslim bahwa hal itu terjadi bukan karena takut dan safar. Sebab riwayat itu menyelisihi riwayat jumhur. b. Dalil Kedua Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu Bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan ; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya'”. Ayyub berkata,”Barangkali pada malam turun hujan?”. Jabir berkata,”Mungkin”. (HR. Bukhari dan Muslim) c. Dalil Ketiga Dari Nafi' maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila para umara menjama' antara maghrib dan isya' karena hujan, beliau ikut menjama' bersama mereka”. (HR. Ibnu Abi Syaibah). 2. Mazhab Al-HanafiyahSejak awal mazhab Al-Hanafiyah tidak membolehkan jama' shalat kecuali hanya karena satu sebab saja, yaitu ketika haji di Arafah dan Mina saja. Alasannya karena yang punya dasar masyru'iyah qath'i dari Rasulullah SAW hanya sebatas pada haji saja. Sedangkan di luar Arafah dan Mina pada saat haji itu, mazhab ini mengaku tidak menemukan dalil qath'i yang memperbolehkan shalat jama'. Dalil-dalil yang digunakan oleh mazhab lain dianggap kurang kuat untuk dijadikan alasan kebolehan menjama' shalat. Apalagi hadist-hadits di atas, jelas-jelas tidak menyebutkan alasannya hujan, kecuali hanya tafsiran dari para shahabat. Maka dalam mazhab ini shalat jama' tidak dibenarkan kalau alasannya hanya sekedar safar, sakit, hujan, dan lainnya. 3. Mazhab Al-Malikiyah Mazhab Al-Malikiyah membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama' shalat, namun ada syarat yang harus dipenuhi untuk kebolehannya, yaitu : a. Masyaqqah : Maghrib dan Isya Shalat jama' itu hanya sebatas shalat Maghrib dan Isya' saja. Sedangkan Dzhuhur dan Ashar, meski turun hujan, tidak diperkenankan untuk dijama'. Alasannya karena dalam Shalat Dzhuhur dan Ashar tidak ada masyaqqah. Padahal syarat kebolehannya adalah harus adanya masyaqqah yang lebih dari biasanya (مزيد المشقة) untuk kebolehan menjama' kedua shalat itu. Disebutkan di dalam kitab Minah Al-Jalil : ورخص ندباً لمزيد المشقة في صلاة العشاء في مختارها مع الجماعة في المسجد في جمع العشاء بين جمع تقديم فقط، أي لا الظهرين لعدم مزيد المشقة في صلاة كل منهما في مختارها غالباً... Dan diberi keringanan secara nadab (sunnah) karena sebab tambahan masyaqqah dalam kaitan shalat Isya' dalam pilihannya dilakukan secara berjamaah di masjid sebatas hanya dengan menjama' taqdim saja. Artinya tidak berlaku pada Dzhuhur dan Ashar, karena ketiadaan tambahan masyaqqah dalam shalat pada keduanya dalam pilihannya secara umum. [1] b. Hanya Jama' Taqdim Yang dibolehkan hanya sebatas jama' taqdim saja. Sedangkan kalau jama' ta'khir hukumnya tetap tidak dibenarkan. 3. Mazhab Asy-Syafi'iyah Mazhab Asy-Syafi'iyah juga ikut membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama' shalat, namun ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk kebolehannya. Ketentuan yang diajukan oleh mazhab Asy-Syafi'iyah terkait dengan menjama' shalat karena hujan cukup banyak, antara lain : a. Termasuk Dzhuhur dan Ashar Juga Yang dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas Maghrib dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga. Dalam hal ini mazhab Asy-Syafi'iyah tidak menganggap bahwa masyaqqahnya adalah waktu Maghrib dan Isya', melainkan masyaqqah adalah hujan itu sendiri, sehingga bila hujan terjadi di waktu Dzhuhur pun sudah bisa dijadikan alasan kebolehan menjama'nya dengan Ashar. b. Jama' Taqdim Namun bentuk jama' yang dibenarkan dalam mazhab Asy-syafi'iyah hanya sebatas pada jama' taqdim saja, sedangkan bila dikerjakan dengan cara menjama' ta'khir tidak dibenarkan. c. Shalat Berjamaah Selain itu shalat yang boleh dijama' itu hanya dilakukan secara berjamaah. Sedangkan bila dilakukan tidak berjamaah, alias shalat sendirian, maka hukumnya tidak dibenarkan. d. Masjid Shalat jama' itu hanya boleh dilakukan di dalam masjid saja, sedangkan bila dilakukan di dalam rumah sendiri, meski dilakukan dengan cara berjamaah, maka hukumnya tidak diperbolehkan untuk menjama'nya. e. Masyaqqah Syarat terakhir adalah harus adanya masyaqqah yang menghalangi seseorang untuk datang ke masjid. Dan untuk syarat masyaqqah ini Al-Imam An-Nawawi menjelaskan detailnya di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. والجمع بعذر المطر وما في معناه من الثلج وغيره يجوز لمن يصلي في مسجد يقصده من بعد ويتأذى بالمطر في طريقه Menjama' shalat karena hujan air atau salju dan sejenisnya dibolehkan bagi yang shalatnya di masjid yang diniatkan sebelumnya dan mendapatkan halangan hujan dalam perjalanannya. [2] فأما من يصلي في بيته منفرداً أو جماعة أو يمشي إلى المسجد في ركن أو كان المسجد في باب داره أو صلى النساء في بيوتهن أو الرجال في المسجد البعيد أفراداً فهل يجوز الجمع ؟ Sedangkan orang yang shalatnya di rumah sendirian atau berjamaah, ataupun berjalan ke masjid padahal masjid terletak di depan pintu rumahnya, atau wanita yang shalat di rumahnya atau laki-laki tetapi masjidnya jauh tanpa berjamaah, apakah dibolehkan menjama'nya? Dalam hal ini ada perbedaan sebagaimana disampaikan oleh jamaah dari Khuasaniyyin dengan dua wajah. - Pendapat Pertama : Tidak Boleh Perdapat pertama yang lebih shahih adalah bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Teksnya terdapat dalam kitab Al-Umm dan juga merupaka qaul qadim. Di antara yang mendukungnya adalah Al-Imam Haramain, Al-Baghawi, Ar-Rafi'i, Al-Muhamili dan Al-Jurjani. Alasannya karena jama' hanya diperbolehkan dengan alasan masyaqqah untuk bisa berjamaah. Dan kondisi di atas belum memenuhi syarat tersebut. - Pendapat Kedua : Boleh Pendapat kedua membolehkan, dengan alasan bahwa Rasulullah SAW pernah menjama' shalat itu, padahal pintu rumah istri-istri beliau tepat berada di hadapan masjid. Namun pendapat kedua ini dijawab oleh kalangan pendukung pendapat yang tidak membolehkan, dengan argumentasi bahwa hanya rumah Aisyah saja yang pintunya dekat masjid, sedangkan pintu rumah istri-istri yang lainnya tidak demikian. 4. Mazhab Al-Hanabilah Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanabilah tentang menjama' shalat karena hujan adalah sebagai berikut : a. Termasuk Dzhuhur dan Ashar Juga Yang dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas Maghrib dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga. Dalam hal ini pendapat Al-Hanabilah menyamai pendapat Asy-syafi'iyah dan menyelisihi pendapat Al-Hanafiyah. b. Jama' Ta'khir Juga Boleh Yang menarik dalam mazhab Al-Hanabilah ini adalah bahwa yang dibenarkan bukan hanya jama' taqdim saja, tetapi jama' ta'khir pun juga dibolehkan. Dengan demikian, mazhab Al-Hanabilah boleh dikatakan sebagai satu-satunya mazhab yang membolehkan jama' takhir, dalam kasus hujan sebagai penyebab. Di dalam kitab Matan Al-Iqna' disebutkan : ويجوز - أي الجمع - بين العشاء لا الظهرين لمطر يبل الثياب، زاد جمع أو النعل أو البدن، وتوجد معه مشقة لا الظل - فلا يباح له الجمع - ولثلج وبرد ووحل وريح شديدة باردة حتى لمن يصلي في بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط ولمقيم في المسجد ونحوه. Dan dibolehkan untuk menjama' hanya antara Maghrib dan Isya' bukan Dzhuhur dan Ashar karena hujan yang membasahi pakaian, ditambah sandal dan badan, yang terdapat padanya masyaqqah tanpa pelindung. Dan adanya salju, embun, lumpur, angin kencang yang dingin, hingga orang yang shalat sendirian di rumahnya atau di masjid pada jalanannya di bawah ... dan bagi orang yang tinggalnya di dalam masjid. وله الجمع لذلك (ولو صلى في بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط) ونحوه لأن الرخصة العامة يستوي فيها حال وجود المشقة وعدمها كالسفر Dan dia dibolehkan menjama' meski shalat di dalam rumahnya atau masjid jalannya, karena keringanan ini bersifat umum mencakup adanya dan tidak adanya masyaqqah, sebagaimana safar 5. Tabel Perbedaan MazhabUntuk memudahkan bagaimana perbedaan syarat pada masing-masing mazhab di atas, berikut ini adalah tabelnya :
|
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |