USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Hukum Jual Beli Padi Non Tunai

Hukum Jual Beli Padi Non Tunai

PERTANYAAN
Assalamu\'alaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya anggota salah satu koperasi yang bergerak dalam bidang jual-beli padi baik tunai atau non tunai. Ada beberapa pertanyaan terkait produk koperasi yang ada, mohon penjelasannya apakah benar apa yang dilakukan oleh koperasi ini.

1. Koperasi pada saat menjelang musim tanam biasanya menyediakan uang yang bisa digunakan oleh petani dan pada saat musim panen petani membayar dengan sejumlah padi. Namun biasanya nilai harga padinya lebih rendah dari harga pasaran.

Misalnya, harga padi normal pada musim tanam adalah Rp. 450.000 per kwintal tapi koperasi membeli dengan harga Rp. 370.000 per kwintal, hanya saja padinya diserahkan 4 bulan kemudian. Dan seandainya pada saat panen, petani gagal panen, bolehkah anggota yang punya hutang kepada koperasi membayar dengan uang sesuai harga padi yang berlaku pada saat pembayaran?

Selama ini koperasi selalu menolak, malah meminta untuk membeli kepada pihak lain dan tetap membawa padi ke koperasi. Padahal kan menurut saya koperasi sebetulnya tidak butuh padi tetapi keuntungan dari padi tersebut. Kalau demikian, betapa repotnya petani (anggota), sudah harga beli padinya lebih rendah, ketika beritikad baik hendak membayar dengan nominal uang ditolak dengan alasan harus tetap padi, sehingga ada biaya tambahan untuk mencari-cari padi.

2. Koperasi juga menjual padi kepada anggota dengan sistem kredit (tentunya dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga normal) dan pembayaran boleh dicicil beberapa bulan sesuai kesepakatan. Padi yang diperoleh anggota biasanya langsung dijual oleh anggota karena sebetulnya anggota butuh uang bukan padi.

3. Terkait nomor 2, seandainya akad tersebut diperbolehkan, apakah anggota boleh menjual kembali padinya kepada koperasi, selama ini koperasi menolak membeli kembali karena katanya tidak diperbolehkan. Biasanya pihak koperasi hanya membantu menjualkan kepada pengusaha padi lain dan tentunya anggota dikenai biaya tambahan untuk transportasi karena lokasinya yang cukup jauh dari koperasi. Padahal kalau dibeli kembali oleh koperasi, anggota akan sangat dimudahkan dan lebih diuntungkan karena tidak perlu lagi tambahan biaya.

4. Masih terkait nomor 2 dan 3, apakah saya sebagai anggota koperasi yang lokasi tempat tinggal sangat dekat dengan koperasi diperbolehkan membeli padi yang dijual kredit oleh koperasi kepada para anggotanya? Anggota akan dapat kemudahan dan saya juga akan dapat keuntungan karena untuk menjual padinya nanti saya bisa ke koperasi lagi.

Demikian pertanyaan-pertanyaan dari saya, mohon maaf jika terlalu panjang, karena saya sangat penasaran dengan keabsahan akad-akad tersebut dan sangat menantikan saran-saran dari Ustadz sehingga sistem eknomi syariah tidak terkesan ribet dan menyusahkan.

Terima kasih. Wassalamu\'alaikum Wr.Wb.
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang pertanyaan Anda ini cukup panjang sampai ada 4 poin. Tetapi kalau diperhatikan lebih dalam, intinya cuma ada dua pertanyaan, sebab pertanyaan nomor 3 dan 4 terkait dengan pertanyaan nomor 2.

Pertanyaan pertama terkait dengan akad jual-beli beras dimana uangnya diserahkan tunai dan berasnya dibayar setelah panen. Pertanyaan kedua, terkait dengan praktek koperasi menjual beras kepada anggota dengan harga kredit dan langsung membelinya lagi dengan harga tunai yang lebih rendah.

1. Jual-beli Akad Salam

Apa yang dilakukan oleh koperasi dengan membeli padi dari petani dengan harga fix dan jelas ukuran beratnya itu sudah benar. Itulah bentuk akad salam (salaf) yang disyaratkan oleh Rasulullah SAW kepada penduduk Madinah sebagaimana hadits menyebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Abbas RA.

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَدِمَ اَلنَّبِيُّ اَلْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي اَلثِّمَارِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ: مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ - مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Ibnu Abbas RA berkata bahwa ketika Nabi SAW baru tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa melakukan akad salam pada kurma untk satu dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda,"Siapa yang melakukan akad salam pada kurma, maka lakukan dengan timbangan yang ditentukan dan dalam jangka waktu yang ditentukan”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Akad salam sering didefinisikan oleh para fuqaha secara umumnya menjadi

بَيْعٌ مَوْصُوفٍ فيِ الذِّمَّةِ بِبَدْلٍ يُعْطىَ عاَجِلاً

Jual-beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan (pembayaran) yang dilakukan saat itu juga.

Dengan bahasa yang mudah, akad salam itu pada hakikatnya adalah jual-beli dengan hutang. Tapi bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya, melainkan barangnya. Sedangkan uang pembayarannya justru diserahkan tunai.

Jadi akad salam ini kebalikan dari kredit. Kalau jual-beli kredit, barangnya diserahkan terlebih dahulu dan uang pembayarannya jadi hutang. Sedangkan akad salaf, uangnya diserahkan terlebih dahulu sedangkan barangnya belum diserahkan dan menjadi hutang.

Catatan

Yang menjadi catatan disini adalah seandainya terjadi petani gagal panen, berarti petani tidak bisa menyerahkan barangnya sesuai dengan ketentuan. Maka pada dasarnya ada dua opsi, yaitu membatalkan akad jual-beli atau meneruskan.

Opsi pertama adalah akad jual-beli dibatalkan. Konsekuensinya tentu uangnya harus dikembalikan. Istilahnya bukan petani berhutang kepada koperasi tetapi yang lebih tepat adalah pembatalan akad jual-beli dan pengembalian uang pembayaran. Istilah kerennya mungkin refund.

Contoh pembandingnya kalau pesawat yang sudah kita beli tiketnya gagal terbang, maka opsinya adalah refund tiket menjadi uang tanpa potongan.

Opsi kedua boleh dipilih, yaitu jual-beli tetap dijalankan seperti biasa, tinggal petani harus mencarikan padi sesuai dengan isi perjanjian. Sebagai petani, seharusnya punya rekanan yang sama-sama petani juga, sehingga bisa dengan mudah mendapatkan beras, baik dengan cara pembayaran tunai atau hutang.

Dalam hal ini kedua opsi itu seharusnya dibuat fleksibel, dalam arti mana yang lebih memudahkan petani, maka silahkan dipilih. Sebab prinsip dasar sebuah koperasi itu bukan untuk menjebak petani dan menjeratnya, tetapi memberi peluang kemudahan. Kalau koperasi sampai membuat petani kesusahan, lalu apa bedanya koperasi dengan para tengkulak dan rentenir yang selama ini jadi penyakit masyarakat?

2. Koperasi Menjual Beras Kepada Anggota dan Dibeli Lagi

Praktek membeli beras dari koperasi secara kredit lalu menjual kembali kepada koperasi secara tunai adalah praktek yang terlarang. Dalam istilah para ulama, jual-beli model begini disebut dengan istilah bai'ul 'inah (بيع العنة).

Jual-beli ini terjadi ketika pedagang atau dalam hal ini koperasi menjual beras kepada anggotanya dengan pembayaran tidak tunai alias kredit. Maka harganya tentu lebih mahal daripada harga tunai. Misalnya seharusnya harganya 10 ribu per kilo, tetapi karena dijual secara kredit harganya menjadi 12 ribu per kilo. Sampai disini sebenarnya masih belum ada masalah, karena jual-beli secara kredit itu pada dasarnya halal dan membedakan harga tunai dan kredit asalkan pada dua akad yang berbeda itu boleh hukumnya.

Yang jadi masalah, masih dalam akad yang sama ada kesepakatan antara koperasi dengan anggota, bahwa setelah itu beras itu dijual lagi kepada pihak koperasi, dimana anggota menjualnya dan  koperasi membelinya kembali secara tunai dengan harga 10 ribu per kilo. Perhatikan, harga jual kredit lebih mahal dari harga beli tunai.

Anggap saja jumlah berasnya  satu ton (1.000 kg) dan harga kredit 12 ribu per kilo, maka anggota membelinya dengan harga 12 juta secara hutang. Dalam hal ini anggota tidak mengeluarkan uang sama sekali karena sistemnya hutang. Lalu beras itu dijual kembali kepada koperasi dengan harga 10 juta secara tunai. Realisasinya, koperasi memberikan uang pembayarannya sebesar 10 juta kepada anggota dalam bentuk uang tunai.

Alih-alih anggota itu mengeluarkan uang, sekarang justru dia menerima uang hasil penjualan beras. Tetapi harus dicatat bahwa meski anggota terima uang 10 juta secara tunai, tapi dia pun punya hutang 12 juta kepada koperasi, yang wajib dibayarkannyanya secara kredit (hutang).

Letak titik 'illat keharamannya adalah bahwa jual-beli ini menjadi sebuah kamuflase dari pinjam uang ribawi berbunga. Inti dari akad ini adalah anggota pinjam uang 10 juta dari koperasi dan dia wajib mengembalikan sebesar 12 juta. Memang selisih 2 juta itu tidak disebut bunga, tetapi hakikatnya tetap bunga yang hukumnya haram.

Inilah yang dinamakan kamuflase, hilah atau kepura-puraan, seolah-olah mereka sedang melakukan akad jual-beli padahal sesungguhnya melakukan pinjam uang secara ribawi.

Bukti kongkrit bahwa cara ini hanya sebuah kepura-puraan adalah bahwa beras itu tidak pernah diserahkan dari koperasi kepada pembeli ketika dijual pertama kali. Dan otomatis ketika beras itu dibeli kembali, beras itu pun tidak pernah diserahkan oleh pembeli kepada koperasi. Bahkan keberadaan beras itu pun boleh jadi hanya 'fiktif'.

Untuk pertanyaan nomor 3 dan 4 yaitu apakah boleh koperasi membeli kembali beras itu dari anggotanya, jawabnya tentu saja tidk boleh.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA