USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Benarkah Wanita Haidh dan Nifas Tetap Wajib Mengganti Shalatnya?

Benarkah Wanita Haidh dan Nifas Tetap Wajib Mengganti Shalatnya?

PERTANYAAN
Assalamu 'alaikum wr. wb.

Ustadz, mohon perkenan menyampaikan pertanyaan terkait kewajiban shalat.

Saya pernah mendengar ada seorang penceramah yang mengatakan bahwa meski seorang wanita tidak boleh shalat di waktu haidh, tetapi setelah suci seusai haidh tetap diwajibkan untuk mengganti shalatnya.

Setahu saya selama ini kan tidak wajib diganti. Tetapi kok ada yang bilang begitu? Kira-kira pendapat ini benar atau salah ya ustadz?

Mohon klarifikasi dari ustadz. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Jazakallah khairal jaza'

Wassalam
JAWABAN
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kita harus bedakan kasusnya dan wajib lebih teliti. Benar bahwa pada umumnya seorang wanita yang sedang mendapatkan darah haidh (dan juga nifas) adalah orang yang memiliki udzur syar'i. Sehingga kewajiban shalat lima waktu yang asalnya merupakan fardhu 'ain, dengan adanya haidh atau nifas, dicabut kewajibannya. Statusnya menjadi gugur kewajiban, sehingga tidak perlu diganti di kemudian hari.

Dasar dari dicabutnya kewajiban shalat bagi wanita yang sedang haidh atau nifas adalah hadits berikut ini :

عَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا: أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ فَقَالَ لَهَا رَسُولُ الله إِنَّ دَمَ الحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ فَإِذا كَانَ ذَلِكَ فَأَمْسِكِي عَنِ الصَّلاةِ فَإِذا كَانَ الآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي

Dari Aisyah ra berkata"Fatimah binti Abi Hubaisy mendapat darah istihadha maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya"Darah haidh itu berwarna hitam dan dikenali. Bila yang yang keluar seperti itu janganlah shalat. Bila sudah selesai maka berwudhu'lah dan lakukan shalat. (HR. Abu Daud dan An-Nasai).

Selain itu juga ada hadis lainnya:

إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلاَةَ

‘Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Bila kamu mendapatkan haid maka tinggalkan shalat’

Namun gugurnya kewajiban shalat itu hanya manakala sepenuh waktu shalat dia berada di dalam keadaan haidh. Sedangkan bila seorang wanita mengalami haidh hanya pada sebagian waktu shalat, sedangkan sebagian waktu shalat yang lainnya dia dalam keadaan suci, maka kewajiban shalatnya tidak gugur. Artinya dia tetap diwajibkan mengganti shalat yang terlewat, meski pada sebagian waktunya berada dalam keadaan haidh.

Dalam hal ini bisa terjadi dua kasus :

1. Suci Dari Haidh Sebelum Waktu Shalat Berakhir

Seorang wanita dalam haidh, kemudian masuklah waktu shalat fardhu. Sebelum waktu shalat itu habis, dia telah suci dari haidh. Maka wanita itu tetap wajib mengerjakan shalat, karena ada durasi waktu dimana dia dalam keadaan suci.

Contohnya ketika masuk waktu Dzhuhur seorang wanita masih dalam keadaan haidh. Namun jam 14.00, dipastikan darah haidhnya telah berhenti mengalir. Artinya dia telah suci dan waktu shalat Dhuhur masih ada.

Dalam kejadian ini, yang wajib dilakukan adalah segera mandi janabah untuk mengangkat hadats besar, lalu segera mengerjakan shalat. Bila waktu shalat sudah habis, maka tetap saja shalat, karena kewajiban shalat tidak gugur dengan lewatnya waktu shalat.

Sebagian ulama menyebut bahwa shalat yang dilakukan setelah lewat waktunya, apapun alasannya, dengan istilah shalat qadha'.

2. Sudah Masuk Waktu Shalat Belum Sempat Shalat Terlanjur Haidh

Seorang wanita dalam keadaan suci lalu masuk waktu shalat dan belum sempat mengerjakannya, tiba-tiba dia mendapat darah haidh.

Contoh gambarannya misalnya, ada seorang wanita yang ketika masuk waktu Dzhuhur masih dalam perjalanan. Niatnya akan mengerjakan shalat di rumah. Tapi ketika hampir mau mengerjakan shalat, tiba-tiba keluar darah haidh.

Dalam dalam kasus ini, dia tidak boleh shalat, namun kewajiban shalatnya tidak gugur. Alasannya, karena ada masa waktu dimana dia masih suci dan waktu shalat sudah tiba.

Untuk itu, nanti setelah masa haidh berlalu, seusai mengerjakan mandi janabah untuk mengangkat hadats, dia harus mengganti shalatnya yang terlewat. Orang sering menyebutnya dengan istilah shalat qadha'.

Namun benar sekali bahwa kebanyakan wanita muslimah kurang mengerti aturan main ini. Sehingga banyak yang lalai dan menggampangkan saja. Akibatnya banyak yang 'tidak mengerjakan shalat'. 

Catatan :

Apa yang saya tuliskan ini memang sedikit terkandung masalah khilafiyah. Karena ketentuan ini adanya di mazhab Asy-Syafi'iyah.

Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, seorang wanita yang ketika masuk waktu shalat fardhu dalam keadaan suci, lalu di tengah waktu shalat dia mendapatkan darah haidh, padahal belum sempat shalat, maka kewajiban shalatnya gugur. Dan untuk itu tidak perlu diqadha' bila nanti telah suci.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA