USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Apakah di Masa Para Tabi`in Sudah Ada Mazhab Fiqih?

Apakah di Masa Para Tabi`in Sudah Ada Mazhab Fiqih?

PERTANYAAN

 

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Mohon izin bertanya ustadz. Ini pertanyaan yang mungkin kurang pintar tapi saya penasaran.

1. Apakah di masa tabi'in setelah generasi para shahabat sudah ada mazhab fiqih?

2. Kalau sudah ada, apakah seperti yang kita kenal sekarang, yaitu empat mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali?

Mohon penjelasan dari ustadz terkait sejarah fiqih ini dan terima kasih.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

JAWABAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

 

Masa dimasa adanya mazhab fiqih yang empat tentu saja bukan di masa para tabi'in, tetapi masa mereka setelah generasi para tabi'in. Jadi kurang lebih bisa dikatakan masa masa hidup para imam yang empat itu sejak era atba'ut-tabi'in atau satu generasi setelah generasi tabi'in.

 

Walaupun demikian bukan berarti keduanya terpisah waktu, melainkan berhimpitan dan saling masuk satu dengan yang lain. Sebut saja misalnya Al-Imam Abu Hanifah yang lahir di tahun 80 hijriyah dan wafat di tahun 150 hijriyah. Kalau dilihat dari tahun lahir, sebenarnya beliau lahir di masa masih tabi'in, bahkan di masa itu masih ada sebagian shahabat nabi yang masih hidup.

Disebutkan bahwa generasi shahabat yang terakhir adalah Abu Ath-Thufail Amir bin Watsilah Al-Laitsi radhiyallahuanhu. Beliau yang juga dikenal dengan sebutan Al-Kanani, diperkirakan wafat pada tahun 102 hijriyah. Versi lainnya menyebutkan bahwa beliau wafat tahun 110 hijriyah. Beliau dimakamkan di Mekkah Al-Mukarramah. Wafatnya shahabat yang terakhir ini menandai pindahnya era shahabat ke era tabi’in.

Di sisi lain, salah satu imam mazhab yang empat, yaitu Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah baru lahir di tahun 150 hijriyah bertepatan dengan tahun wafat Abu Hanifah. Dan beliau wafat di tahun 204 hijriyah.

Jadi ada ulama mazhab empat yang sudah lahir sejak awal sekali masih di era tabi'in, tetapi masa imam mazhab yang empat membentang panjang hingga wafatnya Imam Ahmad bin Hanbal di tahun 241 hijriyah.

Masa Tabi'in

Tabi’in adalah mereka yang pernah bertemu langsung dengan para shahabat Nabi di masa hidupnya, dalam keadaan muslim dan wafat dalam keadaan muslim juga. Masa tabi’in dikenal sebagai masa dimana para shahabat umumnya sudah wafat dan yang menjadi rujukan dalam masalah hukum agama adalah para tabi’in.

Para tabi’in adalah murid-murid para shahabat yang meneruskan ilmu para shahabat sekaligus mewarisi keulamaan mereka. Dan sebagaimana para guru mereka, para tabi’in ini bukan hanya berposisi sebagai periwayat nash-nash syariah, tetapi lebih dari itu, mereka adalah para mujtahid yang melakukan istimbath hukum, di luar apa yang mereka riwayatkan dari para shahabat.

Jumlah mereka tentu lebih banyak dari jumlah mujtahid di kalangan shahabat. Karena tiap shahabat tentu punya banyak murid yang benar-benar berhasil dicetak menjadi mujtahid besar di masanya.

Karena para shahabat yang menjadi guru mereka hidup berpencar-pencar di berbagai pusat peradaban Islam sepeninggal Rasulullah SAW, maka keberadaan para mujtahid dari kalangan tabi’ini itu pun terpencar sesuai dengan tempat tinggal para shahabat itu.

Mazhab Fiqih di Era Tabi'in

Tentu saja di era tabi'in belum ada pembagian mazhab yang empat. Namun bukan berarti di masa itu belum ada ilmu fiqih. Justru para ulama mazhab yang empat itu adalah murid-murid terbaik dari generasi tabi'in.

Di masa tabi’in terkenal adanya kota-kota yang menjadi pusat ilmu syariah, seperti Madinah, Mekkah, Kufah, Bashrah, Syam, Mesir dan Yaman. Kota-kota itu menjadi pusat pengajaran ilmu agama, karena beberapa faktor, terutama karena para shahabat yang berlevel mujtahidi itu tinggal disana dan membangun pusat pendidikan ulama mujtahid.

1. Madinah

Meski kebanyakan shahabat pergi meninggalkan Madinah sepeninggal Rasulullah SAW dan era khilafah rasyidah, namun tentu saja masih ada para shahabat berlevel mujtahid yang menjadi ulama dan membangun pusat pengkaderan para mujtahid.

Setidaknya masih ada ulama mujtahid selevel Abdullah bin Umar bin Al-Khattab dan Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhuma.

Maka lahirnya tujuh ulama ahli fiqih dari kota Madinah, di antaranya Said bin Al-Musayyib, Urwah bin Az-Zubair, Qasim bin Muhammad, Kharijah bin Zaid, Abu Bakr bin Abdullah bin Utbah bin Masud, Sulaiman bin Yasar, Ubaid bin Abdillah, Nafi’ Maula Abdullah bin Umar.

2. Mekkah

Kota Mekkah sebagai tempat awal mula turunnya wahyu dan di dalamnya terdapat Baitullah, juga menjadi pusat pengkaderan para ulama mujtahid. Di kalangan shahabat berlevel mujtahid ada yang menjadi guru di Mekkah, antara lain Ibnu Al-Abbas dan Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahuanhuma.

Di antara murid-murid sejati Abdullah bin Al-Abbas adalaha Mujahid, Atha’ bin Abi Rabah, Thawus bin Kisan dan lainnya.

Namun karena di masa itu para ulama juga punya kebiasaan berpindah-pindah kota, maka tidak heran kalau ada sebagian dari mereka yang dianggap sebagai ulama yang mewakili kota tertentu pada suatu waktu, tetapi para waktu yang lain, mereka mewakili kota lainnya.

Contohnya Thawus, beliau kadang disebut sebagai ulama Yaman, karena juga pernah tinggal di Yaman.

3. Kufah

Jumlah shahabat yang pindah ke Kufah tidak sedikit, bahkan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pun pernah memindahkan pusat pemerintahannya ke Kufah. Selain itu juga ada Abdullah bin Mas’ud, yang sejak zaman khalifah Umar telah diutus secara resmi untuk menjadi guru para ulama.

Lahir dari tangan Abdullah bin Mas’ud para ulama mujtahid dari kalangan tabi’in, antara lain ’Alqamah, Al-Aswan, Masruq, Syuraih, Asy-Sya’biy, An-Nakha’i dan Said bin Jubair.

An-Nakha’i adalah tokoh tabi’in yang menjadi salah satu guru dari Al-Imam Abu Hanifah nantinya.

4. Bashrah

Anas bin Malik dan Abu Musa Al-Asy’ari adalah dua orang shahabat yang mengajarkan ilmu syariah di kota Bashrah. Dan di antara murid terbaik kota Bashrah dari kalangan tabi’in antara lain Al-Hasan Al-Bashri dan Muhammad Ibnu Sirin.

5. Syam

Ketika diutus menjadi gubernur di Syam, Yazid Abi Sufyan sempat berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah. Isinya bahwa penduduk Syam membutuhkan pada ulama dan mujtahid yang fatwanya ditunggu-tunggu serta untuk menjadi guru agar lahir para mujtahid generasi berikutnya.

Surat itu dijawab oleh Umar dengan mengirimkan shahabat berlevel mujtahid, yaitu Muadz bin Jabal, Ubadah, dan Abu Ad-Darda’ ridhwanullahi’alaihim.

Muadz bin Jabal kemudian menghabiskan sisa hidupnya di Syam dan Palestina menjadi guru besar. Ubadah bin Ash-Shamit mengajar di wilayah Himsh, dan Abu Ad-Darda’ mengajar di Damaskus.

Maka lahir dari tangan-tangan mereka murid-murid yang handal dan menjadi mujtahid terbesar di zamannya, seperti Abu Idris Al-Khaulani, Makhul Ad-Dimasyqi, Umar bin Abdul Aziz, Raja’ bin Haywah, dan juga imam besar penduduk Syam, Abdurrahman Al-Auza’i.

6. Mesir

Di Mesir kita menemukan ada Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahuanhu. Abdullah adalah seorang shahabi termasuk yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. Namun di samping itu, beliau yang merupakan putera dari Amr bin Al-Ash, sang gubernur wilayah Mesir, juga seorang mujtahid yang banyak melakukan istimbath hukum.

Banyak kalangan tabi'in yang menimba ilmu agama dari Abdullah, salah satunya adalah Yazid bin Hubaib. Yazid adalah orang yang nantinya menjadi guru bagi Al-Laits bin Saad, ulama besar Mesir di masanya.

7. Yaman

Di antara fuqaha ahli ijtihad yang tinggal di Yaman dari kalangan tabi'in adalah Mathraf bin Mazin. Beliau di kota Shan'a berkedudukan sebagai hakim (qadhi). Selain itu juga ada Hisyam bin Yusuf.

Demikian sekelumit kisah tentang generasi awal para ulama fiqih di masa tabi'in. Semoga bermanfaat, amin.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA