USTADZ MENJAWAB

1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | Cari

Ringkas | Rinci
Tilawah Quran Dalam Keadaan Haidh Haram, Kok Ada Yang Bilang Boleh dan Tidak Apa-apa?

Tilawah Quran Dalam Keadaan Haidh Haram, Kok Ada Yang Bilang Boleh dan Tidak Apa-apa?

PERTANYAAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pak Ustadz yang dirahmati Allah, saya beberapa kali hadir dalam majelis takllim yang ustadz menjadi nara sumbernya. Cuma tidak sempat bertanya on the spot karena tidak kebagian waktu. Jadi saya mohon izin bertanya di web ustadz saja, semoga berkenan.

Ini terkait dengan masalah baca Quran. Sepanjang yang saya ketahui dan saya sudah diajarkan sejak kecil bahwa kita wanita yang sedang haidh ini haram baca Quran. Namun dari beberapa ceramah yang saya dengar baik langsung di majelis taklim atau di youtube kok beberapa ustadz dan ustadzan ada yang ceramah katanya boleh karena nanti takut kalau tidak baca Al-Quran nanti hafalannya lupa. Padahal seingat saya sejak kecil saya diajarkan kalau lagi haidh tidak boleh baca Quran.

Saya jadi bingung dan mohon kasih saya penjelasan.

Terima kasih,

Wassalam

JAWABAN

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebelumnya harus kita tegaskan terlebih dahulu bahwa yang sedang kita bicarakan ini adalah hukum melafadzkan ayat-ayat Al-Quran bagi wanita yang sedang haidh. Sedangkan menyentuh mushaf Al-Quran ada pembahasannya tersendiri, demikian juga dengan hukum membaca Al-Quran dalam hati tanpa menggerakkan lidah alias membatin dalam hati.

Umumnya para ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haidh itu termasuk orang yang sedang berjanabah. Dan orang yang sedang berjanabah memang diharamkan untuk membaca Al-Quran.

Dalil keharamannya ada banyak sekali, di antaranya adalah hadits berikut ini :

لاَ تَقْرَأُ الْحَائِضُ وَلاَ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ

Janganlah seorang yang sedang haidh atau junub membaca sesuatu dari Al-Quran. (HR. Tirmizy)

Dan juga ada hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu berikut ini :

عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ: «كَانَ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - لَا يَمْنَعُهُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلَّا الْجَنَابَةُ

Dari Ali bin Abi thalib bahwa Rasulullah SAW tidak pernah terhalang dari membaca Al-Quran kecuali janabah.(HR. Ahmad)

Selain itu juga berdasarkan perbuatan dan perkataan Rasulullah SAW ketika usai membaca suatu ayat Al-Quran, beliau mengatakan sebagai berikut :

هذا لمن ليس جنباً أمَّا الجنب فلا ولا آية

Membaca Al-Quran dibolehkan untuk yang tidak berjanabah, sedangkan yang sedang berjanabah, maka tidak boleh walaupun hanya baca satu ayat. (HR. Ahmad)

Dengan sekian banyak hadits di atas, maka nyaris hampir seluruh ulama dan mujtahid di empat mazhab utama sepakat mengharamkan wanita yang sedang haidh untuk membaca Al-Quran secara lisan. Kalau pun ada yang membolehkan, sebenarnya tidak bisa dipungkiri, namun sebenarnya ijtihad semacam itu di kalangan ulama salaf sendiri tidak banyak pendukungnya, yaitu hanya sebagian ulama mazhab Maliki saja. Dan yang tegas-tegas bilang halal cuma satu yaitu Ibnu Hazm sebagai representasi dari mazhab Azh-Zhahiriyah. Kalau mazhab ini memang selamanya selalu berbeda. (baca : Ibnu Hazm Dan Beberapa Pendapat Kocaknya)

Berikut ini adalah rincian dan kutipan dari berbagai kitab fiqih yang muktamad terkait dengan masalah ini :

A. Mazhab Al-Hanafiyah

1. Kitab Al-Mabsuth

As-Sarakhsi (w. 483 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Mabsuth sebagai berikut :

وَلَيْسَ لِلْحَائِضِ مَسُّ الْمُصْحَفِ وَلَا دُخُولُ الْمَسْجِدِ وَلَا قِرَاءَةُ آيَةٍ تَامَّةٍ مِنْ الْقُرْآنِ،

Tidaklah seseorang yang haid boleh memegang mushaf, dan tidak pula masuk masjid, serta tidak diperbolehkan membaca satu ayat Al-Qur’an dengan sempurna.[1]

2. Kitab Badai' Ash-Shanai'

Al-Kasani (w. 587 H) menuliskan di dalam kitabnya Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-Syarai' sebagai berikut :

(وَأَمَّا) حُكْمُ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ فَمَنْعُ جَوَازِ الصَّلَاةِ، وَالصَّوْمِ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَمَسِّ الْمُصْحَفِ إلَّا بِغِلَافٍ، وَدُخُولِ الْمَسْجِدِ، وَالطَّوَافِ بِالْبَيْتِ

Adapun hukum wanita haid dan nifas maka tidak diperbolehkan shalat, puasa, membaca al-Qur’an, memegang mushaf tanpa sampul, masuk masjid, dan thawaf di baitullah [2]

3. Syarah Fath Al-Qadir

Ibnul Humam (w. 681 H) menuliskan di dalam kitabnya Syarah Fath Al-Qadir sebagai berikut :

(وليس للحائض والجنب والنفساء قراءة القرآن) لقوله - عليه الصلاة والسلام - «لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن»

Dan tidaklah wanita haid, junub, dan nifas membaca al-Qur’an. Dikarenakan sabda Rasulullah: "Tidak boleh seorang yang haid dan junub membaca al-Qur’an. [3]

 

4. Kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq

Az-Zaila'i (w. 743 H) menuliskan di dalam kitabnya Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq sebagai berikut :

قال - رحمه الله - (وقراءة القرآن) أي يمنع الحيض قراءة القرآن، وكذا الجنابة

Seseorang yang haid dilarang membaca al-qur’an begitu juga dengan junub. [4]

B. Mazhab Al-Malikiyah

Ibnu Rusyd (w 595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menuslikan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, khususnya mazhab Maliki yang membolehkan dengan syarat dan alasan tertentu.

قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ لِلْجُنُبِ : اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي ذَلِكَ: فَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلَى مَنْعِ ذَلِكَ، وَذَهَبَ قَوْمٌ إِلَى إِبَاحَتِهِ، وَالسَّبَبُ فِي ذَلِكَ الِاحْتِمَالُ الْمُتَطَرِّقُ إِلَى حَدِيثِ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ: «كَانَ - عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - لَا يَمْنَعُهُ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلَّا الْجَنَابَةُ»

Membaca Al-Quran bagi yang berjanabah : orang-orang berbeda pendapat dalam masalah ini. Jumhur ulama mengharamkannya, namun ada sebagian yang membolehkannya. Penyebabnya karena adanya perbedaan pandangan dalam hadits Ali : bahwa Rasulullah SAW  tidak pernah terhalangi dari membaca Al-Quran kecuali janabah.

وَقَوْمٌ جَعَلُوا الْحَائِضَ فِي هَذَا الِاخْتِلَافِ بِمَنْزِلَةِ الْجُنُبِ، وَقَوْمٌ فَرَّقُوا بَيْنَهُمَا، فَأَجَازُوا لِلْحَائِضِ الْقِرَاءَةَ الْقَلِيلَةَ اسْتِحْسَانًا؛ لِطُولِ مَقَامِهَا حَائِضًا، وَهُوَ مَذْهَبُ مَالِكٍ

Sebagian kalangan mengatakan bahwa haidh itu termasuk ke dalam status janabah, namun sebagian kalangan lain membedakan antara keduanya. Maka mereka pun membolehkan bagi wanita haidh untuk membaca Quran tapi sedikit saja dengan dasar istihsan. Dan mengingat bahwa haidh itu cukup panjang waktunya. Dan itu adalah pendapat mazhab Maliki. [5]

C. Mazhab Asy-Syafi'iyah

1. Kitab Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab

An-Nawawi (w. 676 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut :

في مذاهب العلماء في قراءة الحائض القرآن قد ذكرنا أنّ مذهبنا المشهور تحريمها ولا ينسى غالبا في هذا القدر ولأنّ خوف النّسيان ينتفي بإمرار القرآن على القلب ...

Pendapat para ulama mengenai hukum wanita haid membaca al-Qur’an adalah haram.....Masa haid yang berangsung beberapa hari biasanya tidak sampai bisa membuat orang lupa pada hafalannya. Dan jika tetap khawatir lupa pada hafalannya, maka cukuplah ia menghafal/muraja'ah di dalam hatinya. [6]

2. Kitab Asna Al-Mathalib Syarah Raudhatu At-Thalib

Zakaria Al-Anshari (w. 926 H) menuliskan di dalam kitabnya Asna Al-Mathalib Syarah Raudhatu At-Thalib sebagai berikut :

(لم يحلّ وطؤها) ولا غيره من التّمتّع المحرّم والقراءة ومسّ المصحف ونحوها

Dan tidak di halalkan seorang wanita untuk digauli pada saat haid, begitu juga percumbuan yang diharamkan, serta melafadzkan Al-Quran serta menyentuhnya. [7]

3. Kitab Mughni Al-Muhtaj

Al-Khatib Asy-Syirbini (w. 977 H) menuliskan di dalam kitabnya Mughni Al-Muhtaj sebagai berikut :

 وقيل تباح لها القراءة مطلقا خوف النّسيان بخلاف الجنب لقصر زمن الجنابة، وقيل تحرم الزّيادة على الفاتحة في الصّلاة كالجنب الفاقد للطّهورين

Dan ada yang berpendapat: diperbolehkan bagi wanita haid membaca Al-qur’an karena takut akan lupa hafalannya, karena masa haid lebih lama di banding dengan junub. Dan ada juga yang berpendapat : diharamkan wanita haid membaca lebih dari al-Fatihah dalam shalat. [8]

D. Mazhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w. 620 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Mughni sebagai berikut :

ولنا: ما روي عن علي، - رضي الله عنه - «أن النبي - صلى الله عليه وسلم - لم يكن يحجبه، أو قال: يحجزه، عن قراءة القرآن شيء، ليس الجنابة.» رواه أبو داود، والنسائي، والترمذي، وقال: حديث حسن صحيح. وعن ابن عمر، «أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال: لا تقرأ الحائض ولا الجنب شيئا من القرآن.» رواه أبو داود، والترمذي

Pendapat kami yaitu hadist yang di riwayatkan oleh bin Umar: Bahwasannya Nabi bersabda: Wanita haid dan orang junub berhalangan untuk membaca Al-qur’an. (HR Abu Daud, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi). Hadits Hasan Shahih. Dan Dari Ibnu Umar Rasulullah SAW bersabda: "Wanita haid dan junub tidak boleh membaca apapun dari al-Quran." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi) [9]

E. Mazhab Azh-Zhahiriyah

Ibnu Hazm (w. 456 H) menuliskan di dalam kitabnya Al-Muhalla bil Atsar sebagai berikut :

وقراءة القرآن والسّجود فيه ومسّ المصحف وذكر اللّه تعالى جائز، كلّ ذلك بوضوء وبغير وضوء وللجنب والحائض. برهان ذلك أنّ قراءة القرآن والسّجود فيه ومسّ المصحف وذكر اللّه تعالى أفعال خير مندوب إليها مأجور فاعلها، فمن ادّعى المنع فيها في بعض الأحوال كلّف أن يأتي بالبرهان.

Dan membaca Al-Qur'an, sujud, menyentuh mushaf, dzikir, itu semua boleh (bagi wanita haid). Semua itu boleh dilakukan dengan atau tanpa wudhu', Dan boleh dilakukan oleh wanita haid maupun orang junub. Alasannya adalah bahwa membaca al-Quran, sujud, menyentuh mushaf dan dzikir adalah perbuatan yang baik, hukumnya sunnah, dan berpahala bagi yang melakukannya. Barang siapa yang melarang wanita haid untuk melakukan itu semua, maka harus disertai alasan. [10]

F. Fatwa Kontemporer

Di masa kontemporer ini kita menemukan fatwa tentang hal ini, di antaranya :

1. Syeikh Bin Baz

Syeikh Bin Baz (w. 1420 H) yang pernah menjadi mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa lalu di dalam fatwanya juga mengharamkan wanita haidh baca Quran. Dan seandainya dia takut lupa hafalannya, maka cukup membaca dalam hati saja. Berikut petikan fatwa beliau :

والأرجح أنها تقرأ عن ظهر قلب؛ لأنها قد تنساه وقد تطول المدة.

Yang lebih rajih wanita haidh itu baca Quran dalam hati saja, biar tidak lupa karena terlalu lama haidhnya. [11]

2. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin (w. 1421 H) yang pernah menjadi mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa lalu ketika ditanya tentang masalah wanita haidh apakah boleh membaca Al-Quran dan melafadzkannya, beliau menjawab :

وأما قراءة القرآن للحائض فإنه لا بأس بها إذا كان المقصود التعليم أو التعلم أو أوراد الصباح أو المساء وأما إذا كان قصد الحائض من قراءة القرآن التعبد بذلك فإن فيه خلاف بين العلماء فمنهم من يجيزه ومنهم من لا يجيزه والاحتياط ألا تقرأ للتعبد لأنها إذا قرأت للتعبد دار الأمر بين أن تكون آثمة أو مأجورة ومعلوم أن من الورع أن يترك الإنسان ما يريبه إلى ما لا يريبه

Sedangkan membaca Al-Quran bagi wanita yang sedang haidh tidak mengapa, asalkan maksudnya untuk mengajar atau belajar, atau dengan niat membaca wirid (dzikir) pagi dan petang. Namun bila niatnya semata-mata untuk beribadah, maka para ulama berbeda pendapat dalam hukumnya. Sebagian membolehkan dan sebagian tidak membolehkan. Namun demi kehati-hatian jangan baca untuk tujuan beribadah, sebab ada dua kemungkinan antara berdosa atau berpahala. Dan sudah jadi maklum untuk kita bersifak wara' (berhati-hati) dengan meninggalkan hal-hal yang meragukan kepada yang tidak meragukan. [11]

 

Catatan :

1. Mayoritas ulama sepakat mengharamkan wanita haidh melafadzkan Al-Quran dengan lisan, baik dengan suara lirih atau pun suara keras, hukumnya tetap haram. Namun bila bukan dengan lisan, hukumnya boleh, misalnya

   a. Dalam Hati : Ayat Quran hanya dibatin dalam hati tanpa menggerakkan lidah, hukumnya boleh

   b. Mendengar : Mendengarkan bacaan atau alunan ayat-ayat suci Al-Quran, hukumnya boleh.

   c. Terjemah : Melafadzkan terjemahan Al-Quran dan bukan lafadz Arabnya, hukumnya boleh.

   d. Doa dan Dzikir : Membaca doa dan dzikir yang diiqtibas dari ayat Al-Quran, asalkan tidak diniatkan membaca Al-Quran, tetapi hanya sebatas doa atau dzikir, hukumnya juga dibolehkan.

2. Dasar keharamannya adalah hadits-hadits yang melarang orang yang sedang berjanabah untuk melafadzkan Al-Quran, sedangkan wanita yang haidh termasuk ke dalam hitungan orang yang sedang berjanabah.

3. Namun ada satu dua ulama yang membolehkan wanita haidh melafadzkan Al-Quran, dengan beberapa alasan, diantaranya :

   a. Haidh Beda Dengan Janabah : Menurut pandangan mereka bahwa wanita haidh tidak termasuk orang yang berjanabah. Sehingga tidak termasuk yang dilarang melafadzkan Al-Quran.

   b. Darurat : Bagi wanita yang sedang menghafalkan Al-Quran, bila tidak membaca dikhawatirkan nanti lupa hafalannya. Sehingga dibolehkan karena darurat.

Wallahu 'alam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.,MA

Maraji'

[1] As-Sarakhsi Al-Mabsuth, jilid 3 hal. 195

[2] Al-Kasani Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-Syarai, jilid 1 hal. 44

[3] Ibnul Humam Syarah Fath Al-Qadir, jilid 1 hal. 258

[4] Az-Zailai Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq, jilid 1 hal. 57

[5] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, jilid 1 hal. 55

[6] An-Nawawi Al-Majmu Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 2 hal. 356

[7] Zakaria Al-Anshari Asna Al-Mathalib Syarah Raudhatu At-Thalib, jilid 1 hal. 102

[8] Al-Khatib Asy-Syirbini Mughni Al-Muhtaj, jilid 1 hal. 290

[9] Ibnu Qudamah Al-Mughni, jilid 1 hal. 106

[10] Ibnu Hazm Al-Muhalla bil Atsar, jilid 1 hal. 94

[11] http://www.binbaz.org.sa/noor/6633 Diakses pada tanggal 6/10/2017

[12] Al-Utsaimin, Fatawa Nurun Ala Ad-Darbi, jilid 7 hal. 2