USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Biaya Walimah Tidak Harus Mahal |
PERTANYAAN Assalamu 'alaikum wr. wb. Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.,MA yang dirahmati Allah, Mohon izin menyampaikan pertanyaan terkait dengan masalah walimah. Saya ini sudah berusia yang cukup untuk menikah, dan sedikit-sedikit juga sudah punya tabungan untuk menikah. Calon istri juga sudah ada, tinggal menentukan hari dan tanggal saja sih sebenarnya. Tetapi justru itulah masalahnya, untuk menyelenggarakan walimah, ternyata setelah dihitung-hitung biayanya cukup besar, sampai ratusan juga. Saya sih bukannya tidak punya uang sebanyak itu, cuma kok rasanya sayang-sayang kalau uang sebanyak itu yang saya kumpulkan bertahun-tahun lamanya, tiba-tiba lenyap hanya dalam sehari pesta walimah. Apakah saya keliru dan berdosa kalau berpikir seperti itu, ustadz? Maksudnya, kenapa uang yang saya tabung itu tidak untuk membeli rumah atau biaya hidup setelah kami menikah nanti? Apakah Islam mewajibkan kita menyelenggarakan pesta walimah yang megah dan meriah? Teman-teman saya malah pada mundur begitu saya ajak diskusi tentang persiapan biaya walimah. Mereka bilahg mendingan tidak usah nikah saja sekalian, dari pada harus membiayai pesta semacam itu. Mohon masukan dan kritik dari ustadz terkait hal ini dan sebelumnya saya ucapkan terima kasih. Wassalam
|
JAWABAN Asalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Masalah yang Anda tanyakan ini memang seringkali ditanyakan kepada saya. Dan ini memang masalah budaya dan adat istiadat saja. Lain orang lain budaya, lain keluaga lain adatnya. Islam sendiri sebenarnya tidak pernah membebani pernikahan dengan harus menyelenggarakan walimah yang sifatnya memberatkan. Namun kadang kita terlanjur terbawa arus budaya dan adat saja. 1. Walimah Bukan Rukun Nikah Rasanya semua orang sudah tahu bahwa pesta walimah itu bukan termasuk syarat atau rukun dalam pernikahan. Tidak ada satu pun ayat Quran ataupun hadits nabawi yang menyebutkan bahwa sahnya sebuah pernikahan harus lewat pesta walimah. Dan tidak seorang pun ulama yang mewajibkan hukum walimah sebagai syarat sahnya akad nikah. Dalam akad nikah bahkan cukup disaksikan oleh minimal 2 orang saksi saja, tidak harus orang sekampung ikut jadi saksi. Semua ini menunjukkan sebenarnya dilihat dari kacamata syariah, menikah itu sangat ringan syaratnya. Maka hukum menyelenggarakan walimah cuma sampai kepada batas sunnah saja, tidak ada yang sampai mewajibkan. Tetapi kalau melihatnya lewat budaya dan adat istiadat, maka syariat nikah yang sebenarnya sangat mudah dan ringan itu menjadi sangat berat, teramat berat bahkan. Sehingga banyak sekali pemuda yang tidak siap menikah. Sebenarnya bukan tidak siap menikah, tetapi tidak siap kalau harus membiayai hajatan pesta pora yang menghamburkan uang banyak sekali. Coba renungkan, ketika orang-orang meninggalkan ilmu fiqih dan memakai hukum adat istiadat, terjadilah apa yang seharusnya tidak perlu terjadi. Menikah jadi masalah besar yang sulit bisa dilakukan kecuali hanya oleh orang berharta. Orang miskin seperti tidak boleh menikah, sebab biaya besar seolah jadi salah satu syarat atau rukun nikah. 2. Walimah Tidak Harus Mahal Meski makna kata walimah itu pesta makan-makan, tetapi sebenarnya tidak identik dengan pesta mahal dengan biaya menu makanan selangit. Makanan walimah tidak harus yang mahal-mahal, cukup makan sehari-hari saja. Toh keberkahannya bukan terletak pada menu makanannya, juga bukan pada jumlahnya yang banyak. Bahkan banyaknya makanan walimah malah bisa jadi bumerang yang mematikan. Perhatikan sabda Nabi SAW berikut ini : شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأْغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُMakanan yang paling buruk adalah makanan walimah, bila yang diundang hanya orang kaya dan orang miskin ditinggalkan. (HR. Muslim) Hadits ini kalau kita bedah cukup menarik da nada banyak versi penjelasannya. Tapi ada orang yang menjelaskan dengan versi yang unik sebagai berikut : Dikatakan bahwa makanan yang paling buruk adalah makanan walimah, alasannya karena yang diundang hanya orang kaya dan orang miskin tidak diundang. Maka makanan yang disediakan di walimah itu memang hanya makanan orang kaya dan tidak menyediakan makanan orang miskin. Karena orang miskin tidak diundang. Terus pertanyaannya, makanan orang kaya itu kayak apa sih? Dan makanan orang miskin itu kayak apa juga?
Sayangnya, yang terbersit di benak kita biasanya terbalik. Walimah itu identik dengan makanan mahal di tempat yang mahal. Tidak sedikit kita yang membayangkan ingin bikin walimah di gedung mewah atau di hotel berbintang. Otomatis semuanya jadi mahal, termasuk makanannya. Satu orang bisa dikenakan harga tiga empat ratusan ribu. Kalau yang hadir seribu orang, maka tinggal dikalikan saja, seribu kali 3 ratus ribu sama dengan 3 ratus juga. Rp. 300.000 x 1.000 orang = Rp. 300.000.000. Itu baru masalah makanannya, belum lagi urusan bridal, cetak undangan, dan tetek bengeknya. Bisa-bisa biaya walimah bisa lebih dari semilyar. Padahal sebenarnya syariat Islam tidak pernah memerintahkan diadakan pesta walimah yang menghambur-hamburkan uang sebesar itu. Mungkin kita termasuk orang kaya dan sangat mampu, punya tabungan banyak, atau punya duit warisan dari nenek moyang yang tidak habis dimakan oleh tujuh turunan. Tetapi tetap saja biaya-biaya hajatan sebesar itu bukan bagian dari perintah syariat Islam. Yang begituan umumnya datang dari adat, kebiasaan, budaya, bahkan sebenarnya kalau jujur, latar belakangnya sebenarnya malah cuma sekedar gengsi dan harga diri. Tidak lebih. 3. Tidak Semua Orang Harus Diundang Ada lagi satu alasan klasik yang selalu dimunculkan, sehingga menimbulkan biaya yang amat besar dalam pesta walimah. Adanya semacam keyakinan bahwa menikah atau menikahkan anak itu wajib musti kudu harus mengundang semua orang yang pernah dikenal. Bukan hanya keluarga dekat, tetapi keluarga jauh dan keluarga terlalu jauh pun tetap diundang. Termasuk semua teman, mulai dari teman alumni TK, alumni SD, SMP, SMA, dan kuliah, semuanya juga diundang. Apalagi teman kerja, teman organisasi, teman pengajian, teman kongkow, termasuk para pejabat mulai dari pak RT, pak RW, lurah, camat, bupati, gubernur, menteri, kalau perlu presiden RI dan presiden negara lain juga diundang. Ada semacam kebanggaan bahwa kalau pesta walimah dihadiri oleh banyak orang, maka dianggap punya gengsi tersendiri. Apalagi karangan bunganya bisa berderet panjang sampai lima kilometer, maka lubang hidung sang pemilik hajatan akan semakin mekar berkembang meluas, sambil dalam hati berkata,"Lihat nih siapa saya. Saya ini orang terkenal, saya orang besar, kolega saya banyak sekali." Apakah semua itu diperintahkan dalam syariat Islam? Jawabnya tidak. Tidak ada perintah untuk melakukan hal itu. Islam tidak memerintahkan untuk memeriahkan pesta perkawinan dengan cara-cara seperti itu. Lalu kenapa banyak orang pada melakukannya? Kalau pun orang-orang melakukannya, semua itu cuma adat istiadat, budaya lokal dan sama sekali bukan perintah agama. Atau kadang karena merasa tidak enak, bikin walimah kok sepi-sepian, tidak nanggap wayang atau layar tancap, dibilang kayak orang kematian. Kadang kita sendiri juga ikut andil juga. Ada orang menikahkan anak dan kebetulan kita tidak diundang, lalu kita protes,"Kok menikahkan anak diam-diam saja tidak mengundang kita sih. Apa kita tidak lagi dianggap saudara?". Dan masih banyak lagi budaya-budaya lokal yang sangat besar pengaruhnya. 4. Pesta Walimah Rasulullah Coba perhatikan pernikahan Rasulullah SAW yang bukan hanya sekali. Coba perkirakan berapa orang yang hadir di pernikahan beliau SAW? Asal tahu saja, namanya juga Nabi, pastilah beliau orang terhormat di tengah shahabat. Lantas apakah beliau SAW mengundang semua shahabat untuk hadir dalam walimah? Kalau memang semua diundang, maka rumah dan masjid Nabawi tidak akan muat menampung tamu undangan. Sebab menurut As-Suyuthi, jumlah para shahabat Nabi SAW itu banyak sekali, setidaknya sampai 124 ribu orang. Kalau pun mau diundang, maka lokasinya di Padang Arafah, sekalian wukuf saja. Tetapi hal semacam itu tidak pernah terjadi di masa Nabi SAW. Padahal Beliau SAW menikah bukan cuma sekali tetapi berkali-kali. Beliau SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pesta walimah dengan mengundang semua (baca:seluruh) shahabat secara jor-joran. Pesta walimah beliau SAW ternyata kecil-kecilan saja, sekedar beberapa orang terdekat dan selesai. Nabi SAW pernah menyelenggarakan walimah untuk Shafiyah dengan makanan yang amat bersahaja. أَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةَ بِتَمْرٍ وَسَمْنٍ وَأَقِطٍRasulullah SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan hidangan kurma, minyak dan aqt. (HR. Bukhari) 5. Pesta Walimah Abdurrahman bin Auf Ketika Abdurrahman bin Auf radhiyallahuanhu yang merupakan saudagar terkaya di Madinah menikah, beliau SAW perintahkan untuk mengadakan walimah, meski cuma dengan menyembelih seeokor kambing. أولم ولو بشاةSelenggarakan walimah meskipun cuma menyembelih seekor kambing.(HR. Bukhari Muslim) Jelas seekor kambing tidak bisa dimakan oleh 124 ribu orang. Mungkin seekor kambing kalau dimakan oleh bangsa kita, bisa cukup buatsekampung, dengan catatan satu orang hanya boleh makan satu tusuk sate. Kalau lebih disuruh bayar. Tetapi kalau yang makan orang Arab, biasanya porsi makannya banyak. Tidak aneh kalau satu orang makan satu paha. Kalau kambing yang disembelih cuma satu ekor, berarti pahanya cuma ada empat. Berarti tamunya cuma empat orang saja. Bayangkan, sebuah pesta walimah pernikahan, tetapi yang diundang cuma empat orang saja. Aneh? Aneh juga. Tetapi apa hukumnya boleh? Ya boleh sekali. Dosa apa tidak ya? Sama sekali tidak berdosa. Lha wong hukum bikin walimah saja cuma sunnah, masak ngundang cuma 4 orang jadi dosa? Paling-paling yang ribut keluarga, teman dan tetangga. Jangan kaget kalau nanti ada saja yang iseng bilang begini,"Dasar medit, pelit, bakhil, nggak mau rugi, tidak tahu diri dan sebagainya dan sebagainya". Ah, tapi itu kan selera orang. Kenapa kita mesti kita ikuti? Semua itu cuma adat dan budaya saja. Islam itu sebenarnya mudah, cuma kita saja yang menambahinya dengan budaya-budaya kita sehingga kadang malah jadi bikin susah. Wallahu a'lam bishshawab, wasalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc.,MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |