![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Hikmah di Balik Penyebaran Virus Covid 19 |
PERTANYAAN Apa hikmah di balik penyebaran virus covid 19 ini? Kita jadi tidak boleh shalat berjamaah ke masjid, bahkan Ramadhan mesjid jadi ditutup semuanya. |
JAWABAN Assalamu alaikum wr. wb. Hampir semua ustadz kalau ditanya apa hikmah covid-19, menjawab bahwa kita harus taubat, mendekatkan diri kepada Allah, ingat mati, inilah kekuasaan Allah dan seterusnya. Saya tentu setuju banget dengan semua hikmah yang disampaikan para ustadz itu. Iya, memang memang harus begitu. Tapi tadi siang kebetulan saya kok menjawab agak sedikit berbeda, ketika ditanya jamaah via zoom. Saya bilang, salah satu hikmahnya adalah ujian kecerdasan kita dalam memahami ajaran Islam, apakah sudah lengkap atau baru hanya kulit-kulit terluarnya saja. Maksudnya? Begini, kalau mereka yang baru kenal ajaran Islam, begitu dilarang ke masjid, langsung mencak-mencak. Nuduh PKI lah, nuduh munafiq lah. Tapi mereka yang sudah agak mendalam pemahaman ilmu agamanya, selalu memandang syariat Islam dengan luas, luwes serta lengkap dengan semua perangkatnya. Ada larangan tidak boleh ke masjid untuk berjamaah, baik lima waktu atau pun jumatan, sama sekali tidak jadi masalah. Sebab dalam ilmu fiqih kita memang sudah dibekali dengan berlapis-lapis kajian pemecahan masalah syariah. Kalau nanti ada begini, jawabannya begitu. Kalau nanti begitu, jawabannya begini. Misal yang sederhana, kalau mau wudhu nggak ada air, ya tayammum saja. Mau shalat kok tidak bisa berdiri, ya silahkan sambil duduk. Duduk tidak bisa, boleh sambil berbaring. Bagi yang baru mengaji kemarin sore, pasti sudah mencak-mencak itu. Sholat kok sambil duduk, kok sambil berbaring, nggak boleh itu. Menghina agama itu namanya. Ibadah kok main-main. Tapi kalau yang pernah ngaji lebih jauh, dia tahu segala macam rukhshah. Misalnya lagi, mau puasa kok sakit atau musafir, ya sudah ganti saja puasanya di hari yang lain. Mau zakat kok tidak punya uang, ya sudah tidak usah zakat. Toh hartanya memang tidak mencapai nishab. Mau haji kok tidak punya uang, ya sudah sabar aja. Toh tidak wajib juga kalau bukan orang mampu. Mau makan tidak ada yang bisa dimakan, kecuali hanya makanan haram, ya nggak apa-apa, makan aja, toh Allah sudah halalkan. Maka kita yang sudah dibekali ilmu-ilmu syariah, kalau pun ada covid 19 tidak boleh ini dan itu, santai saja. Tidak boleh jamaah tarawih di masjid, ya jamaah juga di rumah. Tidak bisa ikut pengajian di masjid, ya ikut saja pakai zoom. TIdak bisa sahur on the road. Lebaran tidak bisa pulang kampung. Tidak bisa takbir keliling, tidak bisa begadang semalam suntuk. Tidak bisa halal bi halal. Ya santai saja, toh juga tidak wajib. Lagian kan memang tidak ada perintah khusus dari Nabi SAW. Nabi SAW juga tidak pernah bikin acara halal bihalal kan, acara buka puasa bersama, bagi-bagi angpau dan THR. Sebenarnya kalau syariat Islamnya sih sungguh sangat fleksibel. Yang nggak fleksibel itu kan justru adat istiadat dan budaya kita. Budaya Ramadhan kita yang bermasalah, bukan syariatnya. Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikm wr. wb Ahmad Sarwat, Lc.,MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |