![]() |
USTADZ MENJAWAB1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | CariRingkas | Rinci |
Sebenarnya Dimana Allah Itu? |
PERTANYAAN Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh, Pak ustadz yang dirahmati Allah, teman saya pernah ditanya anaknya, di manakah Allah itu? Dikatakan dalam Al-Quran Allah ada di atas di 'Arasy, kalau Dia di Arasy berarti Allah berada dalam dimensi tempat, dan kalau ada dimensi tempat berarti berada dalam dimensi waktu, kalau berada dimensi waktu berarti... Saya tak mau meneruskannya lagi. Saya sangat bingung pak Ustadz, jawaban apa yang bisa berikan jika ada yang bertanya kepada saya lagi, dan saya juga sangat-sangat bingung juga bertanya-tanya pada diri sendiri. Terima kasih pak Ustadz atas jawabannya, semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat. Assalam alaikum, |
JAWABAN Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Sayangnya yang bertanya anak kecil, sulit juga untuk melarangnya. Setidaknya rasa ingin tahu anak kecil itu kadang bikin kita orang tua bingung. Kalangan Sekular Namun kadang pertanyaan macam ini juga datang dari kalangan sekular yang agak bermasalah dengan aqidahnya. Mungkin agak terbawa-bawa dari pemikiran para filosuf barat yang rancu cara berpikir tentang tuhan. Konsep ketuhanan di kalangan mereka memang merupakan hasil dari akal pikiran dan tidak berdasarkan wahyu. Inilah yang membedakan aqidah kita sebagai muslim dengan aqidah-aqidah lain di luar agama Islam. Titik perbedaannya ada para cara pandangan kita tentang tuhan kita. Seorang muslim mengenal tuhannya lewat penjelasan langsung dari tuhan, bukan lewat imajinasi, logika atau angan-angan kosong. Logika memang bisa sekedar membantu memastikan keberadaan tuhan, tetapi tidak pernah bisa menjawab pertanyaan lebih lanjut, misalnya tentang bagaimana sosok tuhan, sifat-siafat-Nya, kemauan-Nya, kehendak-Nya, aturan-Nya, hukuman-Nya serta hal-hal lainnya. Bagi seorang muslim, tuhan memperkenalkan dirinya. Sehingga sudah bisa dipastikan tidak akan terjadi kesalahan atas pemahaman tentang tuhan. Lain halnya dengan agama di luar Islam, mereka mungkin bisa menemukan tuhan dalam hal keberadaannya. Tetapi sebenarnya apa yang mereka kenal tentang tuhan tidak lain hanya mitos, imajinasi, khayal, bahkan sekedar teori yang tak pernah terbukti. Dalam kuliah ilmu teologi, banyak sekali dibahas berbagai teori tentang tuhan, bahkan ada buku yang secara khusus menulis tentang sejarah tuhan. Tapi semua itu tidak pernah ada gunanya, karena tak satu pun penjelasan di dalamnya yang langsung bersumber dari tuhan langsung. Semua hanya ilusi, imaji, khayal, konsep, anggapan, waham atau sekedar mimpi-mimpi belaka. Tuhannya sendiri tidak pernah diberi kesempatan untuk menjelaskan sosok dirinya. Maka ilmu itu tidak ada gunanya, bahkan hanya membut orang sesat semakin tersesat. Kalau kita mau tahu tentang siapa 'jati diri' tuhan, maka sesuai kaidah jurnalistik, kita langsung 'wawancarai' tuhan. Biar diri-Nya sendiri yang memberi keterangan pasti. Tentu saja tidak semua jati diri-Nya pasti dibeberkan, tetapi minimal kita tidak membuat diskripsi secara ngawur asal jadi. Lalu bagaimana cara kita wawancara dengan tuhan untuk menanyakan jati diri-Nya? Tidak usah repot-repot, sebab 14 abad yang lalu, tuhan sudah begitu banyak berbicara kepada kita umat manusia, lewat wahyu dari langit. Baik berbentuk kitab suci Al-Quran atau pun lewat sabda nabi-Nya (hadits). Keduanya adalah wahyu yang turun dari langit. Hanya dua sumber inilah yang secara pasti bisa dikatakan valid, otentik, original dan resmi yang berbicara tentang tuhan. Selain kedua sumber itu, sudah bisa dipastikan palsu, sesat, salah dan sesat. Otak manusia tidak bisa menjawab lebih jauh tentang tuhan, kecuali hanya sampai batas kesimpulan awal, yakni bahwa tuhan itu ada, eksist, wujud. Selebihnya, otak kita punya banyak kelemahan untuk mendeskripsikan 'anatomi' tuhan. Tapi sebenarnya kalau kita teliti sejarah lebih dalam, sepanjang sejarah tidak pernah kita dapati ada suatu peradaban yang 100% atheis (tidak mengakui eksistensi tuhan). Bahkan Abu Jahal yang kafir itu pun meyakini adanya tuhan. Sehingga tugas nabi SAW sebenarnya bukanlah membuktikan keberadaan tuhan, tetapi memperkenalkan sosok, jati diri serta 'anatomi' tentang Tuhan. Termasuk perintah-perintah, kehendak, keinginnan, rule of the game yang datang dari tuhan. Pendek, bukan hanya tuhan itu ada, tetapi apa maunya tuhan pada dan dari diri kita, semua telah dijelaslah oleh nabi dan kitab suci. Al-Quran Menjawab Tuhan Ada Dimana Sebelumnya Al-Quran telah menjelaskan sifat tuhan secara umum, yaitu bahwa tuhan itu tidak sama dengan apa pun. Lam yakun lahu kufuwan ahad, tidak ada satu pun yang sekufu dengan tuhan. Laisa kamitslihi syai'un, tidak ada sesuatu pun yang menyerupi tuhan. Misalnya disebutkan dalam Quran lafadz yadullahi yang artinya tangan tuhan. Benarkah tuhan punya tangan, ataukah hanya makna kiasan saja? Di kalangan umat Islam sendiri sebenarnya masih ada sedikit beda pendapat. Antara mereka yang cenderung menjawab secara lahiriyah dengan yang menjawab secara penafsiran (takwil). 1. Salafi Wahabi Menurut kalangan yang sering menyebut diri mereka sebagai Wahabi atua Salafi, keberadaan Allah SWT itu punya tangan dianggap punya tangan yang sesungguhnya dan bukan kiasan. Tetapi tangan-Nya itu tidak sama dengan apa pun. Biasanya yang hujjahnya menggunakan ungkapan dari Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa al-kaifu majhul was-sualu anhu bid'ah. (bagaimana bentu tangannya tidak diketahui, dan bertanya-tanya dengan masalah itu bid'ah). Saudara-saudara kita Wahabi Salafi itu memang rada anti dengan pentakwilan, dimana kalau ada lafadz dalam teks Al-Quran atau sunnah, maka akan dipahami apa adanya, sebagaimana bunyi teks itu. Pemikiran khas dari tokoh-tokoh mereka semacam Ibnu Taimiyah dan teman-temannya. Dan posisi mereka yang tidak mau mentakwil inilah yang sering membuat mereka terjebak dengan kekeliruan yaitu melakukan tajsim, yaitu meyakini Allah SWT punya jism (badan) sebagiamana bunyi ayatnya. 2. Pandangan Kalanga Ulama Ahli Sunnah Non-Salafi Wahabi Lain lagi dengan kebanyakan pendapat para ulama ahliussunnah, yang bukan beraliran salafi wahani, yaitu kalangan mayoritas umat Islam sepanjang zaman. Kadang pemikiran mereka disebut sebagai pemikiran Asy'ari Maturidi. Pandangan mereka masih membolehkan takwil sifat dan keadaan Allah SWT dalam beberapa hal, ketika memang tidak bisa diterima. Misalnya, ketika disebutkan dalam hadits bahwa Allah turun ke langit dunia pada tiap sepertiga malam yang terakhir. Meski hadits itu shahih, tetapi membayangkan Allah SWT turun ke langit dunia seperti yang terbetik di benak kita semua adalah salah satu bentuk kekeliruan, menurut pandangan mereka. Demikian juga dengan penggunaan kata 'tangan Allah', yang tidak mau dipahami apa adanya, melainkan dianggap merupakan ungkapan majazi yang bisa ditakwil sebagai kekuasaan Allah. Dan majas dalam Al-Quran sah-sah saja, karena memang mendapatkan porsinya. Dalam hal ini kita harus terima kenyataan ada dua kecenderungan yang berbeda di tengah umat Islam. Tentu saja perbedaan ini tidak terkait dengan kekafiran atau murtad dari agama. Boleh dibilang ini masalah khilafiyah meski masih di area aqidah Islam. Bagaimana mungkin kita mengkafirkan orang yang mentakwil tangan Allah dengan kekuasaan, sementara sekian banyak para ulama menerima hal ini? Sebagaimana kita tidak perlu mencemooh mereka yang sejak kecil diajarkan untuk menerima konsep adanya tangan Allah yang betulan, meski tidak menyerupakannya dengan sesuatu. Tuhan di Langit, di Tempat yang Tinggi dan di Arsy Maka jangan kaget kalau kalangan Salafi Wahabi ketika ditanya dengan Tuhan itu ada di suatu tempat, mereka menjawab dengan ayat Quran juga, tetapi yang masih apa adanya sebagaimana bunyi teksnya. Cuma bedanya bahwa Dia itu laisa kamitslihi syai'un, wa lam yakun lahu kufuwan ahad. أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ۖ فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ“Tidakkah kamu merasa aman dari Allah yang berada DI LANGIT bahwa Dia akan menjungkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang. Atau apakah merasa aman terhadap Allah yang DI LANGIT bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat) mendustakan peringatan-Ku”. (QS Al-Mulk: 16-17). الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ “Yang Maha Pemurah itu berada DI ATAS ‘ARYS BERSEMAYAM”.(QS Thaha: 5) إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ“Sesungguhnya tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi lalu bersemayam DI ATAS ‘ARSY”. (QS. Al-A‘raf: 54). Juga ada sabda utusan resmi dari tuhan, nabi Muhammad SAW tentang keberadaan Allah SWT. ارحموا من في الارض يرحمكم من في السماءDari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Kasihanilah yang bumi maka kamu akan dikasihani oleh Yang DI LANGIT”. (HR. Tirmiziy). Dan dalil yang menyebutkan bahwa Allah ada di langit, Arsy atau di tempat yang tinggi itu sangat banyak sekali dalam Al-Quran maupun Al-Hadits. Benarkah Allah Ada Dimana-mana? Adapun tentang bahwa Allah SWT itu ada di mana-mana, ada kalangan yang berhujjah dengan ayat berikut ini : هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ ۚ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌDan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hadid: 4) Kata ma'a inilah yang kemudian dianggap menunjukkan tempat seseorang berada. Seolah-olah tuhan itu ada dimana-mana. Walaupun ada sebagian kalangan yang kurang menerima hal itu dengan dengan mengatakan bahwa aku menyertaimu, meski pada kenyataannya tidak berduaan. Sebab kebersamaan Allah SWT dalam ayat ini adalah berbentuk muraqabah atau pengawasan. Seperti ketika Rasulullah SAW berkata kepada Abu Bakar ra di dalam gua,"Jangan kamu sedih, Allah beserta kita." Ini tidak berarti Allah SWT ikut masuk gua. Juga ketika Musa as berkata, "Bersamaku tuhanku," tidak berarti Allah SWT ada di pinggir laut merah saat itu. Jikalau kamu tidak menolongnya maka sesungguhnya Allah telah menolongnya ketika orang-orang kafir mengeluarkannya sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya, "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." (QS At-Taubah: 40) Musa menjawab, "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku." (QS As-Syu'ara: 62). Kesimpulannya, masalah Allah SWT ada dimana ini juga termasuk masalah yang agak berbau khilafiyah. Sebagian kalangan ada yang secara tegas menolak keberadaan Allah secara fisik, karena Dia tidak menempati ruang. Sebagian lagi tetap menggunakan istilah 'Allah ada dimana-mana' dalam arti pengawasannya. Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ahmad Sarwat, Lc, MA |
1. Aqidah |
2. Al-Quran |
3. Hadits |
4. Ushul Fiqih |
5. Thaharah |
6. Shalat |
7. Zakat |
8. Puasa |
9. Haji |
10. Muamalat |
11. Pernikahan |
12. Mawaris |
13. Kuliner |
14. Qurban Aqiqah |
15. Negara |
16. Kontemporer |
17. Wanita |
18. Dakwah |
19. Jinayat |
20. Umum |