Jilid : 1 Juz : 1 | Al-Fatihah : 4
Al-Fatihah 1 : 4
Mushaf Madinah | hal. 1 | Mushaf Kemenag RI

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Kemenag RI 2019 :

Pemilik hari Pembalasan.[1])

[1]) Yaumid-d?n (hari Pembalasan) adalah hari ketika kelak manusia menerima balasan atas amal-amalnya yang baik dan yang buruk. Hari itu disebut juga yaumul-qiy?mah (hari Kiamat), yaumul-?is?b (hari Penghitungan), dan sebagainya


Prof. Quraish Shihab :

Pemilik hari Pembalasan


Prof. HAMKA :

Yang Mempunyai Hari Pembalasan.



ملك

Lafadz ‘malik’ punya dua qiraat, yaitu dibaca maalik (مالك) dengan memanjangkan mim menurut qiraat ‘Ashim dan Kisa’i, dan di kalangan shahabat merupakan qiraat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas dan Ubay. Dengan dibaca panjang pada huruf mim, maknanya adalah pemilik. Maksudnya Allah SWT adalah pemilik hari kiamat.

Bacaan kedua adalah malik (ملك) dimana huruf mim dibaca pendek. Yang membaca dengan qiraaat seperti ini adalah sisanya dari imam yang tujuh, yaitu Abu Amr, Ibnu Katsir, Nafi’, Ibnu ‘Amir, dan Hamzah. Dengan dibaca malik tanpa memanjangkan huruf mim, maknanya bukan pemilik tetapi raja. Sehingga maknanya Allah SWT adalah raja hari kiamat.

Dalil Syatibiyyah dalam bab Ummul Qur’an:

وَمَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (رَ)اوِيهِ (نَـ)ـاَصِرٌ

Di dalam mushaf dengan menggunakan rasm ‘utsmani, meski huruf mim dibaca panjang namun tulisannya tidak diimbuhkan huruf ‘alif’. Hal ini untuk menampung adanya qiraat lain yang tidak memanjangkannya. Dan untuk itu, biar mereka yang memanjangkannya tidak keliru, dibuatkan tanda baca berupa huruf alif kecil di atas huruf mim.

Namun masing-masing punya jalur riwayat yang sama-sama kuat, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir :[1]

وقَدْ أخْرَجَ التِّرْمِذِيُّ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ «أنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وسَلَّمَ كانَ يَقْرَأُ " ( مَلِكِ ) بِغَيْرِ ألِفٍ

At-Tirmizy meriwayatkan dari Ummi Salamah bahwa Nabi SAW membaca maalik tanpa alif.

وأخْرَجَ أحْمَدُ والتِّرْمِذِيُّ عَنْ أنَسٍ أيْضًا: «أنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وسَلَّمَ وأبا بَكْرٍ وعُمَرَ وعُثْمانَ كانُوا يَقْرَءُونَ ( مالِكِ ) بِالألِفِ» .

Ahamd dan At-Tirmizy meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman  membaca maalik dengan alif.

Mana Lebih Utama : Pemilik atau Raja?

Para ulama berbeda pendapat manakah dari dua kata itu yang lebih tinggi? Ada dua pendapat yang berkembang dan saling berlawanan.

Pendapat pertama mengatakan lebih tinggi maalik (مالك) dalam arti pemilik. Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib menyebutkan ada 6 sebab, yaitu :

  1. Karena pahala membacanya jadi lebih banyak dengan bertambahnya huruf alif.
  2. Di hari kiamat dimungkinkan ada banyak raja, namun yang jadi pemilik tetap satu yaitu Allah SWT
  3. Pemilik lebih unggul karena memiliki hak mutlak untuk menggunakan sesuatu yang menjadi miliknya.
  4. Pemilik itu memiliki budak secara mutlak, sedangkan raja hanya sekedar punya kekuasaan yang umum di depan rakyat dan bukan pemilik rakyat.
  5. Raja bisa kehilangan kekuasaannya dengan digulingkan, sedangkan pemilik budak tetap jadi pemilik atas budaknya secara mutlak.
  6. Raja yang berkuasa dibandingkan pemilik budak raja itu justru lebih kuat pemilik budak. Raja itu diwajiban oleh agama untuk melayani rakyatnya, padahal rakyatnya tidak berkewajiban melayani raja. Sedangkan budak itu itu multak diwajibkan melayani tuannya.

Pendapat ini juga merupakan pendapat Ibnul Arabi dan Abu Hatim. Mereka mengatakan bahwa untuk memuji Allah SWT maka yang lebih tepat dengan menyebut-Nya sebagai pemilik (مالك). Sedangkan untuk memuji manusia, memang yang lebih tepat menyebutnya sebagai raja (ملك).

Pendapat kedua mengatakan bahwa yang lebih tepat dibaca dengan malik (ملك) yang berarti raja. Ar-Razi menyebutkan tiga alasan mereka yang berpendapat seperti ini :

 

[1] Asy-Syaukani, Fathul Qadir, 1/88

يوم الدين

Lafazh yaum (يوم) bermakna secara bahasa bermakna hari, yaitu sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dalam penggunaannya dalam ayat ini disepakati bukan hari dalam hari 24 jam, melainkan menunjukkan rentang masa dan keadaan zaman.

Sedangkan makna asli ad-din (الدين) adalah jaza’ atau balasan dan imbalan. Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud ketika menafsirkan Surat An-Nur ayat 25 yaitu (يومئذ يوفهم الله دينهم الحق) menegaskan bahwa din yang dimaksud dalam ayat ini adalah hisab atau perhitungan. Dan makna yang sama juga terdapat pada Surat Ash-Shaffat ayat 53 (أإنا لمدينون) yang bermakna pastilah kami akan dibalas atau dihisab.[1]

Maka lafadz maliki yaumiddin (ملك يوم الدين) di dalam terjemahan Kementerian Agama RI menjadi Pemilik hari pembalasan, yaitu hari ketika kelak manusia menerima pembalasan terhadap amal-amal yang baik-baik dan yang buruk.[2]

[1] Al-Qurtubi, Al-Jami li Ahkam Al-Quran, 1/143

[2] Al-Quran dan Terjemahnya : Edisi Penyempurnaan 2019, hal. 1

Al-Fatihah : 4
REFERENSI KITAB TAFSIR
TAHUN 300
Ath-Thabari (w. 310 H), Jami' Al-Bayan fi Ta’wil Ayil-Quran, (Beirut, Muassasatu Ar-Risalah, Cet. 1, 1420 H - 2000M)
Ibnu Abi Hatim Ar-Razi (w. 327 H), Tafsir Al-Quran Al-Azhim, (Saudi Arabia, Maktabah Nizar Mustafa Al-Baz, Cet. 3, 1419 H)
TAHUN 400
At-Tsa’labi (w. 427 H), Al-Kasyfu wa Al-Bayan ‘an Tafsir Al-Quran, (Jeddah, Darut-Tafsir, Cet-1, 1426 H – 2015 M)
Makki bin Abi Thalib (w. 437 H), Al-Hidayah Ila Bulugh An-Nihayah, (Asy-Syariqah, Majmuah Buhuts Al-Kitab wa As-Sunnah, Cet. 1 1429 H - 2008 M)
Al-Mawardi (w. 450 H), An-Nukat wa Al-‘Uyun, (Beirut, Darul-kutub Al-Ilmiyah, Cet. 1)
Al-Wahidi (w. 468 H), Tafsir Al-Basith, (Riyadh, Jamiah Al-Imam Muhammad bin Suud Al-Islamiyah, Cet. 1, 1430 H))
As-Sam’ani, Abu Muzhaffar (w. 498 H), Tafsir Al-Quran, (Riyadh – Darul Wathan, Cet. 1, 1418 H - 1997 M)
TAHUN 500
Al-Baghawi (w. 516 H), Ma’alim At-Tanzil fi Tafsir Al-Quran, (Beirut, Daru Ihya’ At-Turats, Cet. 1, 1420 H)
An-Nasafi (w. 537 H), At-Taysir fi At-Tafsir (Istambul, Daru Al-Lubab li Ad-Dirasat wa Tahqiq At-Turats, Cet. 1, 1440 H-2019)
Az-Zamakhsyari (w. 538 H), Al-Kasysyaf `an Ghawamidhi Haqaiqi At-Tanzil, (Beirut, Darul-kutub Al-Arabi, Cet. 3, 1407 H)
Ibnu 'Athiyah (w. 546 H), Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz, (Beirut, Darul-kutub Al-Ilmiyah, Cet-1, 1422 H)
Ibnul Jauzi (w. 597 H), Zadul Masir fi Ilmi At-Tafsir, (Beirut, Darul-Kutub Al-Arabi, Cet. 1 thn. 1422 H)
TAHUN 600
Fakhruddin Ar-Razi (w. 606 H), Matafih Al-Ghaib, (Beirut, Daru Ihya’ At-Turats Al-Arabi, Cet. 3, 1420 H)
Al-Baidhawi (w. 675 H), Anwar At-Tanzil wa Asraru At-Ta’wil, (Beirut, Daru Ihya’ At-Turats, Cet.1, 1418 H)
Al-Qurtubi (w. 671 H), Al-Jami' li Ahkam Al-Quran, (Cairo - Darul-Qutub Al-Mishriyah –Cet. III, 1384 H- 1964 M)
TAHUN 700
Ibnu Juzai (w. 741 H), At-Tashil fi 'Uluum At-Tanzil, (Beirut, Darul-Kutub Al-Ilmiyah, Cet-1, 1415 H)
Ibnu Hayyan Al-Andalusi (w. 745 H), Al-Bahru Al-Muhith fi At-Tafsir, (Beirut, Darul-Fikr, Cet1, 1420 H)
Ibnu Katsir (w. 774 H), Tafsir Al-Quran Al-Azhim, (Cairo, Dar Thaibah lin-Nasyr wa at-Tauzi’, Cet. 2, 1420 H – 1999 M)
TAHUN 800
Al-Biqa’i (w. 885 H), Nuzhum Ad-Durar fi Tanasubi Al-Ayah wa As-Suwar, (Cairo, Darul-kutub Al-Islamiyah, Cet. 1)
TAHUN 900
As-Suyuthi (w. 911 H), Ad-Durr Al-Mantsur, (Beirut, Darul-Fikr, Cet. 1)
TAHUN 1.200
Asy-Syaukani (w. 1250 H), Fathul Qadir, (Beirut, Darul Kalim ath-Thayyib, Cet. 1, 1414 H)
Al-Alusi (w. 1270 H), Ruh Al-Ma'ani, (Beirut, Darul-kutub Al-Ilmiyah, Cet. 1, 1415 H)
TAHUN 1.300
Jamaluddin Al-Qasimi (w. 1332 H), Mahasin At-Ta'wil, (Beirut, Darul-Kutub Al-Ilmiyah, Cet. 1 – 1418 H)
Rasyid Ridha (w. 1354 H), Tafsir Al-Manar, (Cairo, Al-Hai'ah Al-Mashriyah Al-'Ammah lil-Kutub. Cet. 1 - 1990 M)
Al-Maraghi (w. 1371 H), Tafsir Al-Maraghi, (Cairo, Maktabah Musthafa Al-Baji Al-Halabi, Cet. 1, 1365 H-1946 H)
Ibnu Asyur (w. 1393 H), At-Tahrir wa At-Tanwir, (Tunis, Darut-Tunisiyah li An-Nasyr, Cet-1, 1984)
TAHUN 1.400
HAMKA (w. 1410 H-1981M), Tafsir Al-Azhar, (Jakarta, Gema Insani, Cet. 5, 1441 H - 2020 M)
Asy-Sya`rawi (w. 1419 H), Tafsir Al-Khawathir, (Cairo, Mathabi` Akbarul Yaum, Cet 1, 1997)
Wahbah Az-Zuhaili (w. 1436 H), Tafsir Al-Munir,(Damaskus, Darul-fikr, Cet. Ke-10, 1430 H-2009H)
Kementerian Agama RI, Al-Qur'an Dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan), (Jakarta, Kementerian Agama RI, 2012)
Prof. Dr. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Quran, (Tangerang, PT. Lentera Hati, 2017)