Jilid : 1 Juz : 1 | Al-Baqarah : 19
Al-Baqarah 2 : 19
Mushaf Madinah | hal. 4 | Mushaf Kemenag RI

أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ ۚ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ

Kemenag RI 2019 : Atau, seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai berbagai kegelapan, petir, dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari­-jarinya (untuk menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir
Prof. Quraish Shihab : Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke dalam telinga mereka, karena (mendengar suara) petir-petir, (sebab) takut pada kematian. Padahal Allah meliputi orang-orang kafir (sehingga mereka tidak dapat menghindar).
Prof. HAMKA : Atau, seperti hujan lebat darl langit, yang padanya ada gelap gulita, guruh dan kilat. Mereka sumbatkan jari mereka ke dalam telinga mereka dari (mendengar) suara petir, takut mati. Namun, Allah mengepung orang-orang yang kafir.

Lafazh shayyib dimaknai dengan hujan, bedanya dengan mathar atau hujan pada umumnya bahwa shayyib ini hujan yang amat lebat, deras dan besar. Dan buat bangsa Arab, hujan yang deras itu sungguh menakutkan.

Drisebutkan bahwa hujan itu turun dari langit, tentu yang dimaksud adlaah langit yang masih ada di sekitaran atmosfer bumi dan bukan langit luar angkasa. Dalam Al-Quran tidak terlalu banyak dijelaskan rincian semacam ini, karena di masa itu memang tidak terlalu penting untuk diuraikan sejauh apa dan setinggi apa langit itu.

Maka sama sebutannya dalam Al-Quran bahwa tempat awan hujan berarak disebut langit, begitu juga tempat ada bulan dan matahari juga disebut langit. Bahkan bintang-bintang yang jauhnya ribuan tahun cahaya pun disebut langit juga.

Zhulumat adalah kegelapan yang disebutkan dalam bentuk jamak, artinya bukan hanya ada satu kegelapan, tetapi juga ada banyak kegelapan.

Hal itu benar karena awan yang pekat mengandung air hujan benar-benar bisa menghalangi cahaya matahari, sehingga siang bolong bisa berubah suasananya seperti malam hari, karena tak satu berkas cahaya matahari yang bisa masuk menerobos ke permukaan bumi.

Lafazh ra’d dimaknai sebagai guruh, sesuai dengan nama surat yang ke-13 dalam Al-Quran. Guruh juga bisa disebut dengan guntur atau geledek bila ukurannya lebih besar. Ar-Ra’d adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan gelombang kejut suara yang dihasilkan akibat terjadinya pemanasan dan pemuaian udara yang sangat cepat ketika dilewati oleh sambaran petir. Sambaran tersebut menyebabkan udara berubah menjadi plasma dan langsung meledak, menimbulkan munculnya suara yang bergemuruh.

Lafazh barq dimaknai sebagai kilat yang pada hakikatnya merupakan loncatan cahaya terang di tengah kegelapan awan hitam. Fenomena kilat ini guruh terjadinya bersamaan dengan guruh, namun karena kecepatan cahaya berbeda dengan kecepatan suara, jika dari kejauhan sampainya lebih dulu cahaya. Maka suara gemuruhnya guruh seringkali terdengar beberapa saat setelah kilatan terlihat.

Hal ini bisa diterangkan bahwa cahaya merambat di ruang hampa udara dengan kecepatan 300 ribu kilometer per-detik. Sedangkan kecepatan suara hanya kurang lebih seribuan kilometer per-jam.

Saking kuatnya suara petir itu sehingga sangat menyakitkan di telinga. Oleh karena itu secara spontan yang mendengar suara petir itu sampai harus emmasukkan jari jemari mereka ke dalam telinga, biar suaranya bisa sedikit teredam.

Telinga adalah alat yang mempu mengubah getaran dan gelombang suara melalui gendang telinga. Apabila suara yang terdengar melebihi ambang batasnya, maka gendang telinga itu bisa pecah dan cacat. Oleh karena itulah seseorang yang mendengar suara petir yang sebegitu memekakkan telinga, secara naluri akan menutup telinga mereka demi untuk melindungi telinganya sendiri dari kebisingan.

Kebenaran Ilahi akan tegak di alam. Kebenaran itu adalah laksana hujan. Untuk mengelu-elukan datangnya, mestilah gelap dahulu. Yang menggelapkan itu bukan kutuk laknat, melainkan karena bumi itu dilindungi oleh air yang akan turun. Dan, guruh berbunyi mendayu dan menggarang; artinya, peringatan-peringatan yang keras sering dengan kedatangan hidayah Ilahi. Suara Rasul saw. akan keras laksana guruh membanteras adat lama pusaka usang, taklid dan berkeras mempertahankan pusaka nenek moyang. Kadang-kadang, memancar kilatan api kemurkaan dan ancaman. Siapa yang mengikut kebenaran, mari-kemari, iringkan daku menuju surga. Namun, siapa yang menentang, sengsaralah yang menunggunya dan neraka.

Lafazh shawaiq dimaknai sebagai petir adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah sha’iqah (صاعقة). Sebenarnya antara petir dan kilat itu merupakan fenomena yang sama, yaitu sama-sama diakibatkan loncatan muatan listrik baik dari awan ke awan atau pun awan ke bumi. Kilatan listrik di udara dalam ukuran besar tentu saja akan disertai bunyi gemuruh karena bertemunya awan yang bermuatan listrik positif (+) dan negatif (–).

Suranya itu disebut dengan petir, guntur, halilintar atau gledek. Sedangkan cahaya itu karena saking terangnya bisa menerangi langit di tengah kegelapan. Dan kita menyebutnya sebagai kilat.

Dan sambaran petir memang sangat mematikan, sambarannya yang bisa berdaya 300 juta volt dan 30.000 amp sangat mematikan. Sudah banyak kematian di berbagai belahan dunia akibat sambaran petir. Oleh karena itu Al-Quran mengungkapkan bahaya petir itu dengan rasa takut akan kematian.

Al-Baqarah : 19

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 20-4-2024
Subuh 04:36 | Zhuhur 11:53 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:54 | Isya 19:02 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia