Jilid : 2 Juz : 1 | Al-Baqarah : 97
Al-Baqarah 2 : 97
Mushaf Madinah | hal. 15 | Mushaf Kemenag RI

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَىٰ قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ

Kemenag RI 2019 : Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapa yang menjadi musuh Jibril?” Padahal, dialah yang telah menurunkan (Al-Qur’an) ke dalam hatimu dengan izin Allah sebagai pembenaran terhadap apa (kitab-kitab) yang terdahulu, dan petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman.”
Prof. Quraish Shihab : Katakanlah (Nabi Muhammad, saw.), “Barang siapa menjadi musuh bagi Jibril, maka (ketahuil-ihl Sesungguhnya dia (Malaikat Jibril as.) rela h menurunkannya (.tl-Qur’anj kc dalam hatimu (Nabi Muhammad saw.) dengan izin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan (menjadi) petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang mukmin.
Prof. HAMKA : Katakanlah, "Barangsiapa yang jadi dari musuh dari Jibril, maka sesungguhnya dia itu telah menurunkannya ke dalam hati engkau dengan izin Allah, menyetujui apa yang ada di hadapannya dan petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.

Ayat ini kalau kita baca akan terasa sedikit janggal, sebab digambarkan bahwa orang-orang Yahudi itu menjadikan Malaikat Jibril sebagai musuh. Padahal sebagai Bani Israil, seharusnya mereka justru  membanggakan Malaikat Jibril. Sebagai pemeluk agama samawi, telah turun kepada mereka banyak kitab suci dan telah diutus juga kepada mereka banyak nabi, pastinya semua itu tidak akan ada tanpa adanya malaikat Jibril sebagai pembawa wahyu. Sebab kitab Taurat itu tidak turun dari sisi Allah SWT secara langsung kepada Nabi Musa, tetapi lewat perantaraan Malaikat Jibril, begitu juga dengan kitab-kitab suci lainnya.

Dan para nabi di kalangan Bani Israil itu tidak berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, melainkan lewat jalur wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril. Maka seharusnya posisi Malaikat Jibril itu sangat mulia dan terhormat dalam pandangan mereka.

Yang menjadi pertanyaan : bukankah seharusnya mereka mengkuduskan malaikat Jibril dan bukan malah membencinya, apalagi sampai memposisikannya sebagai musuh? Sebenarnya ada apa sampai orang yahudi memposisikan malaikat Jibril sebagai musuh?

Rupanya Al-Quran yang banyak bercerita tentang Nabi Musa dan umatnya Bani Israil, ternyata bukan sekedar bercerita kisah nostalgia zaman bahuela, tetapi sekaligus juga membongkar aib, kelemahan dan juga dosa-dosa nenek moyang leluhur mereka di masa lalu. Surat Al-Baqarah sebagai contoh, mulai ayat ke-40 sudah banyak bicara tentang kisah-kisah Bani Israil. Namun alih-alih berisi pujian dan pengagungan, ternyata hampir semua kisah itu bercerita tentang kesalahan dan kekeliruan mereka. Al-Quran membongkar habis semua kedok mereka, membeberkan satu per satu kesalahan mereka, dan seperti melakukan pembunuhan karakter bagi eksistensi Bani Israil.

Tentu saja mereka tidak terima, lantas marah, mengamuk dan tantrum. Soalnya dari sudut pandang mereka, sosok Bani Israil di dalam Al-Quran itu tidak ada bagus-bagusnya sedikit pun. Uniknya sasaran kemarahan mereka semakin meluas, bukan hanya sebatas kepada Nabi Muhammad SAW dan para shahabat, di ayat ini juga digambarkan bahwa Malaikat Jibril sebagai pembawa wahyu Al-Quran pun ikut kena getahnya. Habis dimaki-maki dan diposisikan sebagai musuh.

Alasannya karena Malaikat Jibril bertanggung-jawab membawa turun wahyu dari Allah yaitu Al-Quran, ternyata menurut mereka isinya hanya pembulian terhadap Bani Israil. Padahal apa yang dibawa oleh Jibril itu bukan opini dan pendapat pribadi Jibril, melainkan wahyu yang merupakan kalamullah atau perkataan Allah.

Dan malaikat Jibril bukan manusia yang bisa terbawa opini dan nafsu. Dia adalah malaikat, sama sekali tidak punya hawa nafsu, sehingga apa yang dibawanya sama sekali tidak ada unsur subjektifitas, benar-benar 100% murni datang dari Allah SWT.

Tapi dasar orang lagi kalap, pokoknya siapapun yang ada di dekatnya pasti dijadikan sasaran amukan. Kali ini Malaikat Jibril pun tidak luput dari amukan mereka. Dan mereka salah sasaran kali ini, sebab Allah SWT kemudian menjawab amukan mereka kepada Jibril lewat ayat ini.

Lafazh qul (قٌلْ) merupakan fi’il amr dari asalnya yaitu (قَالَ - يَقُولُ). Artinya berkatalah atau katakanlah. Maksudnya Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjawab tuduhan mereka tentang Malaikat Jibril alaihissalam.

Lafazh man (مَنْ) sering diterjemahkan menjadi : barang siapa, namun sebagian kalangan ada yang menegaskan bahwa lebih baik bila diterjemahkan menjadi : orang. Sedangkan lafazh aduwwan (عَدُوًّا) artinya musuh.

Konon ada sekelompok Yahudi yang memperolok Islam karena wahyu kepada Nabi dibawa oleh Jibril. Ada tiga alasan mereka memusuhi Jibril:

  • Pertama, semua ramalan buruk yang ditimpakan kepada orang Yahudi dan mengutuk sejarah lama mereka dibawa oleh Jibril. Dengan demikian, Jibril adalah lambang "alamat buruk dan jahat" (sebaliknya dari malaikat Mikail yang dipandang sebagai pembawa alamat baik, dan karenanya ia adalah "sahabat" mereka);
  • Kedua, karena Al-Quran berulang-ulang menyebutkan bahwa pembawa wahyu kepada Muhammad adalah Jibril, padahal yang sah dan berhak menerima wahyu hanyalah turunan lsrail;
  • Ketiga, karena Al-Quran yang diwahyukan melalui Jibril berisi kritik terhadap keyakinan dan sikap Yahudi tertentu dan mengatakan mereka telah merusak ajaran Musa yang asli.

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang permusuhan orang-orang Yahudi pada Jibril, dapat diikuti sebuah riwayat yang mengisahkan sebab turunnya ayat ini, bahwa salah seorang cendekiawan mereka bernama Abdullah bin Sariya bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang malaikat yang membawa wahyu. Kemudian Nabi Muhammad saw bersabda, 'Malaikat itu adalah Jibril.' Kemudian Ibnu Sariya itu berkata, 'Ia musuh orang-orang Yahudi, karena ia telah mengancam orang-orang Yahudi dengan ancaman menghancurkan Baitul makdis.' Kemudian apa yang telah diancamkan itu terjadi.

Ada pula riwayat yang menerangkan bahwa 'Umar bin al-Khattab masuk ke madrasah-madrasah mereka. Kemudian Umar menyebutkan Jibril. Mereka pun berkata, "Itu adalah musuh kami. Ia telah memberitahukan kepada Muhammad tentang rahasia karni. Ia betul-betul membuat malapetaka dan kehancuran, sedang Malaikat Mikail adalah malaikat yang mendatangkan rahmat, yang menurunkan hujan dan menimbulkan kemakmuran."

Lafazh Jibril (جِبْرِيل) asalnya bukan dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Ibrani yang diarabkan. Sebab bangsa Arab memang tidak mengenal konsep tentang para malaikat sejak terakhir ada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang diperkirakan hidup di dua ribuan tahun sebelum masehi.  Sampai akhirnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW dengan dibekali kitab suci Al-Quran, lalu bangsa Arab masuk Islam, barulah mereka kenal dengan nama Jibril dan malaikat lainnya.

Sebelum era kenabian Muhammad SAW,  nama-nama malaikat seperti Jibril tidak ditemukan dalam nama-nama Arab. Sebaliknya di tengah Bani Israil, nama Jibril sangat populer sebagai nama satu malaikat yang sangat tinggi kedudukannya di sisi Allah SWT. Di Barat yang banyak orang Yahudi dan Nasrani, nama Gabriel itu diyakini berasal dari nama Jibril.

Al-Quran menyebut nama Jibril tiga kali, dua di surat Al-Baqarah yaitu ayat 97 dan 98 ini, lalu sekali lagi dalam surat At-Tahrim :

وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلَاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ بَعْدَ ذَٰلِكَ ظَهِيرٌ

Jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. (QS. At-Tahrim : 4)

Namun selain disebut dengan nama Jibril, penghulu para malaikat ini juga disebut dengan Ruhul Amin, sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut :

نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ

dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), (QS. Asy-Syuara : 193)

Kadang hanya disebut dengan ruh saja, sebagaimana dalam beberapa lokasi dalam Al-Quran.

فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا

maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. (QS. Maryam : 17)

تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. Al-Maarij : 4)

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. (QS. Al-Qadar : 4)

Namun beberapa kali Jibril dinamakan Al-Quran dengan sebutan  Ruhul Qudus.

وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ

Dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. (QS. Al-Baqarah : 87)

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. An-Nahl : 102)

Sedangkan di dalam hadits Shahih Bukhari, ketika Nabi SAW turun dari gua Hira ketakutan minta diselimuti, Pendeta Waraqah bin Naufal menenangkan Khadijah dengan mengatakan bahwa yang turun kepada suaminya itu adalah An-Namus. Dan itu nama lain dari Jibril.

فَرَجَعَ النَّبِيُّ ﷺ إلى خَدِيجَةَ يَرْجُفُ فُؤادُهُ، فانْطَلَقَتْ بِهِ إلى  ورَقَةَ بْنِ نَوْفَلٍ، وكانَ رَجُلًا تَنَصَّرَ، يَقْرَأُ الإنْجِيلَ بِالعَرَبِيَّةِ، فَقالَ ورَقَةُ: ماذا تَرى؟ فَأخْبَرَهُ، فَقالَ ورَقَةُ: هَذا النّامُوسُ الَّذِي أنْزَلَ اللَّهُ عَلى مُوسى، وإنْ أدْرَكَنِي يَوْمُكَ أنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا

Maka Nabi SAW kembali kepada Khadijah dengan ketakutan, lalu Khadijah mengajaknya menemui Pendeta Waraqah bin Naufal yang nasrani dan membaca Injil dalam bahasa Arab. Dia berkata,”Apa yang kamu lihat?”. Nabi SAW menceritakan. Lalu Waraqah berkata,”Itu adalah An-Namus yang pernah turun kepada Nabi Musa alaihissalam. Bila Aku panjang umur, Aku akan  jadi penolongmu. (HR. Bukhari)[1]

 

[1] Al-Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, kitab Ahadits Al-Anbiya’ jilid 4 hal. 151

Lafazh fainnahu (فَإِنَّهُ) maknanya : “maka sesungguhnya dia”, yaitu Malaikat Jibril, dan lafazh nazzalahu (نَزَّلَهُ) maknanya : menurunkannya, yaitu maksudnya menurunkan Al-Quran, namun sebagian ulama mengatakan bahwa dia itu maksudnya adalah Malaikat Jibril.

Lafazh ‘ala qalbika (عَلَىٰ قَلْبِكَ) maknanya : “ke dalam hati kamu”, maksudnya Allah SWT menurunkan Al-Quran lewat Jibril ke dalam hati  Nabi Muhammad SAW. Sehingga ayat itu bersemayam di dalam dada beliau dan tidak pernah hilang dari ingatannya. Dan ini sesuai dengan ayat lainnya :

وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ

Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (QS. Asy-Syu’ara : 192-194)

Lafazh bi-idznillah (بِإِذْنِ اللَّهِ) maknanya dengan seizin Allah SWT.

Lafazh mushaddiq (مُصَدِّقٌ) bermakna membenarkan, oleh karena itulah Abu Bakar diberi gelar ash-shiddiq (الصِّدِّيْق). Abu Bakar 100% langsung percaya dan membenarkan dengan amat meyakinkan kabar bahwa Nabi SAW tadi malam menjalankan Isra' dan Mi'raj, menempuh jarak yang amat jauh dan tidak masuk akal logika kita.

Makna li-maa (لِمَا) atas apa, dan makna baina yadaihi  (بَيْنَ يَدَيْهِ) : apa yang ada di depan mereka, maksudnya adalah kitab Taurat sebagaimana yang Allah SWT tegaskan dalam ayat lain :

وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ

Dan (aku datang kepadamu) membenarkan yang datang sebelumku yaitu Taurat. (QS. Ali Imran : 50)

Di antara bukti-bukti bahwa Al-Quran membenarkan Taurat, Al-Quran sendiri menyatakan bahwa Taurat itu memang benar-benar merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Musa alaihissalam.

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah. (QS. Al-Maidah : 44)

Selain itu ada begitu banyak hukum di dalam Al-Quran yang ternyata ada juga di dalam Taurat, seperti hukum rajam buat pezina, hukum potong tangan bagi pencuri, termasuk haramnya memakan babi, bangkai dan haramnya minum khamar. Dan yang paling dasar adalah haramnya melakukan tindakan syirik menduakan Allah SWT.

Al-Quran memerintahkan orang-orang Yahudi untuk menjalankan isi kitab Taurat, karena biar bagaimana pun Taurat itu firman Allah SWT juga, berisikan hukum-hukum yang mengikat. Bahkan ada ancaman apabila orang-orang Yahudi tidak mau menjalankan hukum yang ada dalam Taurat, maka mereka dikatakan sebagai kafir.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah : 44)

Lafazh hudaan (هدى) dalam ayat ini diterjemahkan oleh team Kemenag, Prof Quraish Shihab dan juga Buya Hamka menjadi : petunjuk. Dalam kitab-kitab tafsir klasik para ulama ahli tafsir memaknainya secara berbeda :

  • Cahaya, yaitu cahaya bagi orang yang bertaqwa sebagaimana pendapat as-Suddi.
  • Petunjuk, Asy-Sya’bi mengatakan huda adalah petunjuk dari kesesatan.
  • Penjelasan, Said bin Jubair mengatakan huda adalah tibyan (penjelasan) bagi orang muttaqin. Dan semuanya shahih. [1]

Kalau dikatakan petunjuk, berarti isinya harus dipahami dengan benar, karena eksistensinya terletak disitu. Jangan sampai seorang muslim terlena dengan berbagai sifat yang ada pada Al-Quran lalu sibuk dengan semua hal itu, namun posisi paling utama sebagai kitab petunjuk malah terlewat.

Yang jadi masalah, menjadikan Al-Quran sebagai petunjuk itu sekilas terdengar mudah dan sederhana, namun sebenarnya kalau jujur dan apa adanya, justru sulit sekali untuk diwujudkan. Jangan kita yang hidup terpaut jarak 15 abad dengan masa turunnya Al-Quran, bahkan para shahabat yang hidup di masa Al-Quran diturunkan pun tidak terlalu mudah bagi mereka untuk bisa memahami begitu saja isinya.

Mereka tetap membutuhkan arahan dari Nabi Muhammad SAW ketika harus menarik kesimpulan hukum dari ayat-ayat Al-Quran. Tanpa ada bimbingan dan arah dari Nabi SAW, maka timbul banyak salah paham dan salah kaprah dalam menjadikan Al-Quran sebagai petujuk.

Apalagi buat kita yang hidup di masa sekarang, ditambah lagi tidak menguasai level sastra Arab yang tingkat tinggi, padahal di level sastra tertinggi itulah frekuensi Al-Quran itu berada. Para shahabat pun kadang tidak sampai ke titik pemahaman yang akurat bila tidak ada bimbingan dari Nabi SAW langsung.

 

[1] Ibnu Katsir

Lafazh busyra (بُشْرَىٰ) bermakna : “kabar gembira”. Kabar gembira itu membahagiakan bahkan bisa juga menjadi sebab kebaikan. Memang belum terjadi karena baru merupakan spoiler atau bocoran saj, namun menggembirakan bahkan bisa menjadi sebab kebaikan. Salah satu bukti bahwa memberi kabar gembira itu menjadi sebab kebaikan adalah ketika Tsuwaibah Al-Aslamiyah dibebaskan dari perbudakan oleh tuannya Abu Lahab, hanya gara-gara dia mengabarkan berita gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bahkan Abu Lahab sendiri pun akhirnya diringankan siksanya di hari Senin.

 sedangkan lil-mu’minin (لِلْمُؤْمِنِينَ) artinya bagi orang-orang beriman. Ungkapan bahwa Al-Quran merupakan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman juga terdapat dalam surat An-Naml di awal surat :

طس ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْقُرْآنِ وَكِتَابٍ مُبِينٍ هُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ

Thaa Siin (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Quran, dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman. (QS. An-Naml : 1-2)

Juga ada beberapa ayat yang sighat-nya memerintahkan agar kita juga turut memberi kabar gembira bagi orang-orang beriman (وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ) diantaranya surat Al-Baqarah : 223, surat At-Taubah : 112, surat Yunus : 87, surat Al-Ahzab : 47, dan surat Ash-Shaf : 13. Selain itu juga ada ayat lain nyaris mirip yaitu :

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu´min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar. (QS. Al-Isra : 9)

Ayat terakhir ini justru memberi sedikit keterangan terkait dengan apa yang dimaksud dengan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, yaitu bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (أَجْرًا كَبِيرًا). Dan yang dimaksud dengan pahala yang besar tidak lain adalah surga, sebagaimana dikatakan oleh Juraij bahwa setiap kali Al-Quran menyebut ajrun kabir atau ajrun karim, maka maksudnya adalah surga.

Sedangkan dalam surat Al-Kahfi Al-Quran menggunakan istilah ajran hasanan atau pahala yang baik (أَجْرًا حَسَنًا) :

وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ  أَجْرًا حَسَنًا

Dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik. (QS. Al-Kahfi : 2)

Balasan yang baik atau pahala yang besar adalah keabadian hidup di dalam surga, sebagaimana ayat berikut ini menjelaskan :

مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا

Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. (QS. Al-Kahfi : 3)

Kadang kabar gembira disampaikan  malaikat menjelang ajal bahwa akan mendapatkan surga :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat : 30)

Al-Baqarah : 97

TAFSIR KLASIK
1. 310 H - Jami'ul Bayan : Ibnu Jarir Ath-Thabari
2. 427 H - Al-Kasy wa Al-Bayan di Tafsir Al-Quran : Ats-Tsa'labi
3. 450 H - An-Nukat wal 'Uyun : Al-Mawardi
4. 468 H - At-Tafsir Al-Basith : Al-Wahidi
5. 516 H - Ma'alim At-Tanzil : Al-Baghawi
6. 538 H - Al-Kasysyaf : Az-Zamakhsyari
7. 546 H - Al-Muharrar Al-Wajiz : Ibnu 'Athiyah
8. 606 H - Mafatihul Ghaib : Fakhrudin Ar-Razi
9. 681 H - Al-Jami' li-ahkamil Quran : Al-Qurtubi
10. 745 H - Al-Bahrul Muhith : Abu Hayyan
11. 774 H - Tafsir AlQuranil Azhim : Ibnu Katsir
12. 911 H - Jalalain Mahali (864 H) Suyuthi (911 H)
13. 911 H - Ad-Durr Al-Mantsur : As-Suyuthi
14. 982 H - Irsyadul'Aqlissalim : Abu As-Su'ud
15. 1250 H Fathul Qadir : Asy-Syaukani
16. 1270 H - Ruhul Ma'ani : Al-Alusi
17. 1393 H - Tahrir wa Tanwir : Ibnu 'Asyur
18. 1436 H - Tafsir Al-Munir : Dr. Wahbah Az-Zuhaili
19. 1401 H - Tafsir Al-Azhar : HAMKA

 

 

Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-3-2024
Subuh 04:40 | Zhuhur 11:59 | Ashar 15:14 | Maghrib 18:03 | Isya 19:10 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia