Kemenag RI 2019 : Orang-orang yang beriman akan berkata, “Inikah orang yang bersumpah dengan (nama) Allah secara sungguh-sungguh bahwa mereka benar-benar beserta kamu?” Segala amal mereka menjadi sia-sia sehingga mereka menjadi orang-orang yang rugi. Prof. Quraish Shihab : Dan orang-orang yang beriman
berkata:
“Mereka itukah yang
bersumpah dengan (nama) Allah
dengan segala kesungguhan bahwa
mereka benar-benar bersama kamu?”
Sia-sialah segala amal mereka, maka
(dengan demikian) mereka menjadi
orang-orang yang rugi. Prof. HAMKA : Dan berkata orang-orang yang beriman, “Orang-orang inikah yang telah bersumpah dengan nama Allah dengan kesungguhan sumpah mereka, bahwa mereka adalah bersama kamu?” Telah gugurlah amal-amal mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang merugi.
Ayat ke-53 ini tidak bisa dipahami kecuali kita baca dan telaah dulu ayat-ayat sebelumnya. Dari ayat-ayat sebelumnya kita sudah dapatkan gambaran suasana ketika ayat-ayat ini turun, yaitu diawali dengan keenganan pihak Yahudi untuk menerima hukum yang telah Nabi SAW tetapkan. Keenganan Yahudi ini pada hakikatnya adalah pengkhianatan atas Piagam Madinah, konstitusi negara Madinah yang sudah mereka sepakati sebelumnya.
Kalangan munafikin teryata malah mendukung para pengkhianat, sehingga mereka dianggap sebagai bagian dari para pengkhianat itu. Oleh karena itu di ayat sebelumnya sudah Allah SWT tetapkan bahwa orang-orang munafikin itu pada akhirnya akan menyesal.
Maka di ayat ini, Allah SWT menceritakan reaksi kaum muslimin yang sedang memperbincangkan apa yang menimpa kaum munafikin.
وَيَقُولُ الَّذِينَ آمَنُوا
Kata wa yaquulu (وَيَقُولُ) artinya : dan berkata. Kata alladziina aamanuu (الَّذِينَ آمَنُوا) artinya : orang-orang yang beriman.
Orang-orang beriman yang dimaksud di ayat ini tidak lain adalah para shahabat nabi yang setia selalu mendukung apapun keputusan dari Nabi Muhammad SAW. Mereka telah diingatkan oleh Al-Quran secara langsung agar jangan mendukung kalangan Yahudi dan Nasrani, sebagaimana firman-Nya :
Kata a-haau-laa-i (أَهَٰؤُلَاءِ) artinya : apakah mereka ini?. Atau bisa juga dimaknai : inikah mereka? Nampaknya ungkapan ini bukan pertanyaan yang butuh jawaban ya atau tidak, melainkan semacam ungkapan takjub, namun aslinya justru merupakan penegasan alias taqrir.
Kira-kira kalau dibahasakan dengan bahasa kita sehari-hari menjadi : “Oh, ternyata ini orangnya”. Atau bisa juga ditambahkan menjadi : “Betapa sia-sianya amal-amal mereka! Alangkah ruginya mereka”.
Kata alladziina (الَّذِينَ) artinya : orang-orang yang. Kata aqsamuu (أَقْسَمُوا) artinya : mereka bersumpah. Kata billaahi (بِاللَّهِ) artinya : demi Allah. Kata jahda aymaanihim (جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ) artinya : sekuat-kuat sumpah mereka.
Penggalan ini menyebutkan bahwa kaum munafikin ini telah bersumpah mati untuk akan taat, tunduk, patuh dan setia kepada Nabi Muhammad SAW. Maka kemudian muncul pertanyaan disini, sumpah yang manakah yang dimaksud? Apakah Bai’at Aqabah I dan II ketika Nabi SAW dahulu belum berangkat hijrah ke Madinah? Ataukah sumpah yang dimaksud adalah Piagam Madinah?
Penulis mencoba untuk melakukan riset kecil-kecilan ke halaman Sirah Nabawiyah, khususnya catatan terkait Bai’at Aqabah. Hasilnya Penulis belum menemukan ada indikasi kuat atau bukti yang sahih bahwa di antara orang-orang munafik ikut dalam Bai'at Aqabah I maupun Bai'at Aqabah II.
Bai’at Aqabah I terjadi pada tahun ke-11 kenabian, diikuti oleh 12 orang dari Yatsrib (Madinah) — sebagian dari suku Aus dan sebagian dari Khazraj. Mereka adalah orang-orang yang tulus datang ke Makkah untuk mendengar dakwah Nabi SAW dan berjanji untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak berdusta, dan akan menaati Nabi SAW dalam perkara yang baik.
Sedangkan Bai’at Aqabah II terjadi pada tahun ke-13 kenabian,diikuti oleh 73 laki-laki dan 2 perempuan dari penduduk Madinah. Dalam bai’at ini, mereka tidak hanya berjanji untuk menaati Nabi, tetapi juga siap membela beliau dengan senjata, seolah-olah mereka membela keluarga sendiri. Bai’at ini adalah momen krusial yang membuka jalan bagi Hijrah dan berdirinya negara Islam di Madinah.
Semua riwayat yang sahih menyebutkan bahwa para peserta bai’at ini adalah orang-orang pilihan, yang memiliki semangat iman tinggi dan keinginan tulus untuk membela dakwah Islam. Mereka dikenal dengan nama-nama yang mulia dalam sejarah, seperti As'ad bin Zurarah, Sa’d bin Mu’adz, Ubadah bin Shamit, Abu al-Haytham bin al-Tayyihan, Al-Bara’ bin Ma’rur, dan lainnya.
Apakah ada orang munafik di antara mereka?
Jawabannya sama sekali tidak. Para sejarawan dan ahli hadits seperti Ibn Ishaq, Ibn Hajar, dan lainnya tidak menyebut adanya orang munafik dalam rombongan yang berbai’at di Aqabah. Karena fenomena kemunafikan baru muncul dengan jelas setelah Nabi SAW hijrah ke Madinah, khususnya setelah Islam menjadi kuat dan dominan secara politik.
Ketika sebagian tokoh Madinah merasa kehilangan pengaruh atau tersingkir dari kekuasaan, seperti Abdullah bin Ubay bin Salul. Abdullah bin Ubay sendiri tidak ikut Bai’at Aqabah, dan bahkan saat peristiwa itu terjadi, ia belum menyatakan masuk Islam. Ia hanya berpura-pura masuk Islam setelah Nabi SAW tiba di Madinah, karena tekanan sosial dan kondisi politik.
إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ
Kata innahum (إِنَّهُمْ) artinya : sesungguhnya mereka. Kata lama‘akum (لَمَعَكُمْ) artinya : benar-benar bersama kamu. Kata habithat (حَبِطَتْ) artinya : gugur. Kata a‘maaluhum (أَعْمَالُهُمْ) artinya : amal-amal mereka.
Yang dimaksud dengan habithat alias gugur bahwa amal-amal ibadah mereka selama ini menjadi batal.
Namun sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan gugurnya amal-amal bukanlah amal dalam artian ibadah, sebab yang batal itu apabila seseorang murtad dari agama Islam dan menjadi kafir secara resmi. Sedangkan mereka ini tidak murtad, dalam arti tidak menyatakan diri keluar dari agama Islam. Maka yang gugur hanyalah sebatas urusan loyalitas kepada Nabi Muhammad SAW.
Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa memang mereka itu murtad dan keluar dari agama Islam. Sebab di ayat selanjutnya, yaitu ayat 54 dari surat Al-Maidah ini Allah SWT memang menyebutkan tentang orang-orang yang murtad.
Wahai orang-orang yang beriman, siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya . . . (QS. Al-Maidah : 54)
فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ
Kata fa ashbahuu (فَأَصْبَحُوا) artinya : lalu mereka menjadi. Kata khaasiriin (خَاسِرِينَ) artinya : orang-orang yang rugi.
Penggalan yang menjadi penutup ayat ini punya keunikan dengan penggalan di ayat sebelumnya. Di ayat sebelumnya Allah SWT menyebut mereka menjadi orang-orang yang menyesal alias nadimin (نَادِمِينَ). Sedangkan di ayat ini Allah SWT menyebut mereka menjadi orang-orang yang khasirin yaitu orang-orang yang merugi (خَاسِرِينَ).
Keduanya memang sangat terkait, yaitu orang yang merugi itu pastinya menyesal. Sedangkan orang yang menyesal itu disebabkan karena dia merugi.
Kerugian yang dimaksud kalau dikaitkan dengan situasi di masa itu adalah karena mereka, yaitu kaum munafikin, telah salah dalam memihak. Bukannya memihak kepada Nabi Muhammad SAW dan para shahabat sebagai pemegang kekuasaan yang resmi dan secara de facto dan de jure sebagai pemimpin resmi. Tetapi mereka malah memilih untuk berpihak kepada kelompok yang bukan penguasa, tetapi kelompok oposan yang pada akhirnya berhasil ditumpas, diusir dan diperangi, yaitu kelompok-kolompok Yahudi Madinah.
Maka rugilah orang-orang munafikin itu. Posisi mereka menjadi pesakitan, karena terbukti kelompok yang mereka dukung itu malah sudah habis dibasmi. Percuma saja selama ini mereka membela kepentingan Yahudi, toh Yahudinya sudah dipatahkan sayap dan kaki mereka, tidak berdaya.
Kalau pun di Madinah masih ada kelompok Yahudi, mereka adalah Yahudi jinak yang sejak awal memang tidak pernah ingin bermusuhan dengan Nabi SAW dan para shahabat. Mereka ini jenis Yahudi yang memang telah menyerah dan tunduk serta patuh kepada Nabi SAW. Mereka datang kepada Nabi SAW untuk minta perlindungan dari permusuhan sesama Yahudi, dari kelompok garis keras. Mereka itulah yang disebut dengan orang-orang kafir dzimmiy.
Sedangkan orang-orang munafikin, mereka menjadi orang yang merugi dan menyesal, karena kelompok Yahudi yang mereka usung justru sudah tamat riwayatnya.