Kemenag RI 2019 : Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang menegakkan salat dan menunaikan zakat seraya tunduk (kepada Allah). Prof. Quraish Shihab : Sesungguhnya Wali (Pelindung dan Penolong) kamu hanyalah
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang melaksanakan
shalat secara berkesinambungan dan menunaikan zakat, seraya rukuk
(tunduk kepada Allah swt. dan melaksanakan tuntunan-tuntunan-
Nya). Prof. HAMKA : Tidak ada pemimpin bagi kamu, kecuali Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat, dan mereka itu semuanya tunduk.
Pada ayat ke-55 ini Allah SWT seolah memberikan ketegasan lagi kepada kaum muslimin bahwa yang seharusnya diberikan loyalitas dan kesetiaan itu adalah Allah, Nabi Muhammad SAW dan orang-orang beriman, yaitu para pemimpin dari kalangan para shahabat mulia, yang selama ini selalu menjadi pengawal risalah samawiyah bersama dengan Nabi SAW utusan Allah.
Ayat ini memberikan penegasan ulang atas kewajiban utama dalam menjatuhkan pilihan dalam memberikan loyalitas kepada sesama kaum muslimin.
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ
Kata innamaa (إِنَّمَا) artinya : sesungguhnya hanya. Kata inna dalam bahasa Arab itu disebut adatul hashr (أدَاةُ الحَصْر), yaitu alat untuk memberikan batasan, yaitu ungkapan bahasa yang digunakan untuk membatasi makna, agar menekankan bahwa hanya hal yang disebut setelahnya saja yang dimaksud, dan tidak ada yang lain.
Kata waliyyukum (وَلِيُّكُمُُ) artinya : pelindung kalian. Maknanya bukan hanya sekedar "sesungguhnya wali kalian", tetapi "sesungguhnya wali kalian hanya sebatas", yaitu memberikan penegasan dan pembatasan bahwa tidak ada wali, penolong atau pemimpin bagi kalian kecuali yang disebut setelahnya.
Pada penjelasan sebelumnya kita sudah banyak membahas konteks makna dari wali, yaitu pihak yang harus kita serahkan kesetiaan dan loyalitas secara penuh kepadanya. Hal itu mengingat bahwa orang-orang munafik di Madinah telah mengalami krisis identitas dengan memberikan loyalitas mereka justru kepada orang-orang yahudi yang pada saat itu sedang menyatakan diri untuk tidak mau tunduk dan setia kepada hukum yang telah Nabi SAW putuskan.
Maka di ayat ini Allah SWT tegaskan bahwa loyalitas itu tunggal hanya kepada satu pihak saja dan tidak boleh punya loyalitas ganda apalagi mendua.
اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا
Kata Allah (اللَّهُ) adalah Allah. Kata wa rasuuluhu (وَرَسُولُهُ) artinya : dan Rasul-Nya. Kata walladziina aamanuu (وَالَّذِينَ آمَنُوا) artinya : dan orang-orang yang beriman.
Kata allaaha (اللَّهَ) artinya : Allah, yang menjadi objek pertama sebagai pihak yang diberikan loyalitas dan dukungan. Kalau pun nanti ada rasul-Nya dan orang-orang beriman yang juga ikut dijadikan objek, tentu semua bermula dari loyalitas dan dukungan kepada Allah SWT.
Kata wa rasuulahu (وَرَسُولَهُ) artinya : dan Rasul-Nya. Yang dimaksud dengan rasul-Nya tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Konteksnya dalam hal ini karena Beliau SAW berkedudukan sebagai hakim yang memutuskan perkara dan diserahkan kepercayaan sejak awal untuk menjadi hakim di tengah masyarakat Madinah.
Sejak pertama kali menjejakkan kaki di Madinah, Nabi Muhammad SAW secara aklamasi ditetapkan sebagai hakim, baik buat kaum muslimin yang terdiri dari muhajirin dan anshar, maupun juga buat orang-orang Yahudi keturunan dari Bani Ismail.
Maka sudah sewajarnya jika loyalitas hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW dan bukan kepada kelompok yang menentangnya. Apapun yang Beliau SAW putuskan sebagai hakim, maka sudah seharusnya diikuti dan ditaati.
Kata walladziina aamanuu (وَالَّذِينَ آمَنُوا) artinya : dan orang-orang yang beriman. Meskipun ruang lingkup orang beriman itu amat luas, namun dalam konteks ayat ini, maksudnya tidak lain adalah para shahabat nabi yang mulia. Mereka adalah para murid terbaik hasil kaderisasi langsung tangan lembut Nabi Muhammad SAW.
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
Kata alladziina (الَّذِينَ) artinya : mereka yang. Kata yuqiiimuun (يُقِيمُونَ) artinya : mereka mendirikan atau menegakkan. Kata as-shalaata (الصَّلَاةَ) artinya : shalat.
Menegakkan shalat itu bukanlah hal yang unik, karena siapapun muslim pastinya wajib mengerjakan shalat. Namun mengapa disini disebutkan masalah shalat, pastinya ada kaitannya dengan objek yang sedang dibicarakan, yaitu orang-orang munafik.
Sebagaimana kita tahu bahwa salah satu karakteristik paling kental dari orang-orang munafik adalah malas sekali kalau diperintah untuk mengerjakan shalat. Kalau pun mengerjakannya, shalatnya tidak konsisten, banyak bolongnya dan tidak lengkap.
Di ayat yang lain Allah SWT memang menyebutkan bahwa orang-orang munafik di masa itu memang bermalas-malasan jika mengerjakan shalat.
ولا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إلّا وهم كُسالى
Dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas. (QS. At-Taubah: 54)
Kalaupun mereka mengerjakan shalat, sekedar untuk bisa dilihat seolah-olah mereka masih bagian dari umat Islam. Sekedar orang lain melihatnya saja. Tujuannya bukan untuk mengingat Allah SWT, tapi biar diingat oleh orang-orang. Maha Benar Allah ketika berfirman :
يُراءُونَ النّاسَ ولا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إلّا قَلِيلًا
Mereka bermaksud memperlihatkan shalatnya kepada orang-orang dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali. (QS. An-Nisa: 142)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya. (QS. Al-Ma’un : 4-6)
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
Kata wa yu’tuuna (وَيُؤْتُونَ) artinya : dan menunaikan.Kata az-zakaata(الزَّكَاةَ) artinya : zakat.
Demikian juga penyebutan zakat di ayat ini, tentunya zakat itu memang bagian dari rukun Islam yang lima, selain shalat. Maka siapapun pemeluk Islam, wajiblah atasnya untuk menunaikan kewajiban zakat atas hartanya, bila memang telah memenuhi nishab dan haulnya.
Namun bukan secara kebetulan, bila ayat ini pun masih erat kaitannya dengan objek yang sedang dibahas di ayat-ayat sebelumnya, yaitu orang-orang munafik Madinah. Mereka selain dikenal sebagai orang yang ogah-ogahan mengerjakan shalat, ternyata Allah SWT menyebutkan sifat kikir dan pelit mereka jika diperintahkan untuk menyisihkan sebagian dari harta yang Allah SWT karuniakan.
أشِحَّةً عَلى الخَيْرِ
Mereka sangat kikir terhadap kebaikan. (QS. Al-Ahzab: 19)