FIKRAH

Rasul Juga Pernah Salah Berijtihad

Rasul Juga Pernah Salah Berijtihad

by. Ali Shodiqin, Lc
Dalam beberapa kasus Rasulullah SAW juga berijtihad. Ijtihad Rasulullah SAW terkadang salah tetapi tidak ada ayat yang turun untuk menegur Rasulullah SAW. Beberapa contoh ijtihad Rasulullah SAW dalam masalah ini adalah ijtihad beliau untuk membiarkan pohon kurma tanpa penyerbukan buatan.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Setiap Bani Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat”. (HR.at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Darimi). Hadits ini senada dengan ungkapan bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Memang dalam hidup ini tidak ada seorang pun yang lepas dari kesalahan. Itulah bedanya manusia dengan para malaikat. Bahkan para rasul yang diutus kepada manusia pun bukan malaikat. Mereka adalah manusia biasa seperti halnya manusia yang lain pada umumnya.

Walaupun mereka adalah seorang rasul tapi masih ada sisi-sisi dimana mereka adalah manusia biasa yang memungkinkan untuk melakukan kesalahan. Para rasul memang ma’shum. Artinya para rasul dijamin mendapat perlindungan dari Allah SWT dari berbuat salah dan dosa. Akan tetapi kema’shuman mereka adalah ketika berkenaan dengan permasalahan syari’ah.

Adanya kemungkinan berbuat salah pada diri para rasul tidak mengurangi kemuliaan mereka sedikit pun. Justru adanya kesalahan itu merupakan kehendak dari Allah SWT yang di balik itu semua ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Termasuk sebab turunnya surat Abasa juga dikarenakan sikap Rasulullah SAW yang kurang sesuai terhadap Abdullah ibnu Ummi Maktum seorang buta yang ingin belajar tentang islam ketika Rasulullah SAW sedang kedatangan para tokoh kafir Makkah.

Ijtihad Di Zaman Nabi

Tidak diragukan lagi bahwa di masa Rasulullah SAW wahyu masih turun. Bahkan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada ketika itu wahyu lah yang menjadi sandaran utama. Walaupun demikian bukan berarti tidak ada ijtihad di zaman Rasulullah SAW. Ijtihad tetap ada baik dari Rasulullah SAW sendiri maupun dari para sahabat beliau.

Rasulullah SAW selalu mengandalkan wahyu untuk menyelesaikan permasalahan yang ditanyakan kepada beliau. Akan tetapi ketika wahyu tidak turun sedangkan permasalahan yang ada harus segera diselesaikan maka disinilah Rasulullah SAW akan berijtihad. Oleh karena itu yang membedakan antara Rasulullah SAW dengan yang lain dalam menyelesaikan suatu permasalahan adalah wahyu yang turun kepada beliau. Allah SWT berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. (QS.al-Kahfi : 110)

Beberapa Ijtihad Rasulullah

Berikut akan saya paparkan beberapa contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dikarenakan wahyu yang belum turun kepada beliau. Yang perlu kita ketahui bahwa kema’shuman Rasulullah SAW menjadikan setiap ijtihad yang kurang tepat dari beliau selalu diiringi dengan turunnya wahyu setelahnya yang meluruskan ijtihad tersebut.

Setiap kita membaca kitab tentang sirah nabawiyah pasti kita dapati kisah tentang perang Badar. Pada perang Badar yang terjadi di tahun kedua hijriyah antara kaum muslimin dan kaum kafir Qurays, Allah SWT memberikan kemenangan bagi kaum muslimin. Hal tersebut berkonsekuensi adanya tawanan yang akan mereka dapatkan dari pihak kafir Qurays.

Inilah peperangan pertama dalam sejarah kaum muslimin. Banyak hal yang belum dijelaskan hukumnya mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan peperangan. Termasuk masalah yang belum dijelskan hukumnya adalah masalah tawanan.

Tidak ada wahyu yang turun mengenai masalah tawanan perang. Disinilah ijtihad mutlak dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Rasulullah SAW kemudian bermusyawarah dengan para sahabatnya untuk membahas masalah tawanan perang ini.

Mula-mula Abu Bakar mengutarakan ijtihadnya. Ijtihad beliau adalah agar para tawanan perang itu dilepaskan dengan syarat mereka harus membayar tebusan. Alasannya kaum muslimin pada saat itu sangat membutuhkan materi yang akan mereka dapatkan dari harta tebusan itu. Juga karena para tawanan tersebut masih memiliki hubungan kekerabatan dengan kaum muslimin yang sebagiannya memang orang Makkah yang hijrah ke Madinah. Pendapat ini juga yang menjadi pilihan para sahabat yang lain.

Di sisi yang lain, Umar ibn Khathab memiliki pandangan yang berbeda terkait ijtihadnya dalam masalah tawanan perang. Menurut Umar tidak ada hubungan kekerabatan antara orang islam dan orang kafir. Yang ada hanya ukhuwah islamiyah, bukan yang lain. Balasan bagi kaum kafir yang memerangi umat islam dalam pandangan Umar tidak lain adalah harus dibunuh.

Akhirnya Rasulullah SAW berijtihad untuk memilih ijtihadnya Abu Bakar yang juga menjadi pilihan para sahabat beliau yang lain yaitu dengan melepaskan para tawanan perang itu dengan syarat membayar tebusan.

Tidak lama setelah itu turunlah ayat yang membenarkan ijtihad Umar. Perang terus berlanjut antara kaum muslimin dengan kaum kafir Qurays sampai adanya perjanjian damai atau penaklukkan terhadap kota Makkah. Ayat yang turun berkenaan ijtihad Rasulullah SAW yang kurang tepat itu adalah surat al-Anfaal ayat 67 sampai ayat 70.

Masalah tawanan perang adalah masalah penting dalam syari’ah. Maka tidaklah heran kesalahan ijtihad Rasulullah SAW langsung diluruskan oleh Allah SWT dengan menurunkan ayat al-Qur’an. Inilah kema’shuman Rasulullah SAW. Setiap ijtihad yang kurang tepat dari beliau dalam masalah syari’ah akan diluruskan oleh Allah SWT.

Rasulullah Salah Berijtihad Tetapi Tidak Ada Ayat Yang Turun

Dalam beberapa kasus Rasulullah SAW juga berijtihad. Ijtihad Rasulullah SAW terkadang salah tetapi tidak ada ayat yang turun untuk menegur Rasulullah SAW. Beberapa contoh ijtihad Rasulullah SAW dalam masalah ini adalah ijtihad beliau untuk membiarkan pohon kurma tanpa penyerbukan buatan.

Para sahabat Anshar yang kebanyakan berprofesi sebagai petani kurma akhirnya mengikuti nasehat Rasulullah SAW. Ketika musim panen tiba ternyata buah kurma yang dihasilkan tidak seperti biasanya. Akhirnya mereka mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pun menjelaskan bahwa mereka lebih tahu dibanding beliau dalam urusan dunia mereka.

Peristiwa yang lain adalah ijtihad Rasulullah SAW dalam memilih posisi dalam perang Badar. Salah seorang sahabat yang melihat bahwa ijtihad Rasulullah SAW dalam memilih tempat tidaklah sesuai akhirnya memberanikan diri bertanya pada Nabi SAW akan keputusan beliau tersebut.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa keputusan beliau adalah murni ijtihad beliau, bukan berdasar pada wahyu yang turun dari langit. Akhirnya Rasulullah SAW mengikuti ijtihad sahabat tadi untuk berpindah dan memilih tempat yang lebih strategis hingga akhirnya kemenangan pun dapat diperoleh oleh pasukan kaum muslimin.

Dalam dua peristiwa di atas Rasulullah SAW berijtihad tetapi bukti menunjukkan ijtihad beliau tidak tepat. Pertanyaannya, kenapa tidak ada teguran dari Allah SWT? Kenapa tidak ada ayat yang turun? Bukankah Rasulullah SAW ma’shum dari kesalahan?

Jawabannya adalah karena dalam dua peristiwa di atas ijtihad Rasulullah SAW tidak berhubungan dengan dasar-dasar pensyari’atan dan hukum syari’ah, sehingga dalam hal ini Allah SWT tidak menurunkan ayat untuk membenarkan dan meluruskan ijtihad Rasulullah SAW. Kema’shuman Rasulullah SAW dari kesalahan hanyalah ketika berhubungan dengan dasar-dasar pensyari’atan dan hukum syari’ah, bukan dalam semua urusan yang bersifat kedunia’an.

Setiap Ijtihad Bisa Salah dan Bisa Benar

Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari contoh-contoh di atas adalah bahwa ijtihad yang berlandaskan akal bisa benar dan bisa salah. Bahkan Rasulullah SAW juga memungkinkan salah dalam ijtihadnya.

Tulisan ini bukan untuk mengecilkan masalah ijtihad atau hasil ijtihad para imam mujtahidin. Justru dengan tulisan ini kita harus bisa menghargai para imam mujtahidin dengan berbagai hasil ijtihad mereka yang mungkin kurang tepat. Kemuliaan mereka tidak akan pernah berkurang hanya karena satu atau dua ijtihad mereka yang kurang tepat.

Bahkan Islam sangat menghargai ijtihad yang dilakukan oleh mereka yang memang layak untuk berijtihad, terlepas ijtihad mereka benar atau salah. Rasulullah SAW bersabda:

إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد فأخطأ فله أجر واحد

“Apabila seorang hakim menghukumi kemudian dia berijtihad dan ijtihadnya benar maka baginya dua pahala. Dan apabila dia menghukumi kemudian dia berijtihad dan ijtihadnya salah maka baginya satu pahala”. (HR.Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu kita yang belum sampai kepada derajat seorang mujtahid harus mengikuti ijtihad para imam mujtahidin tersebut. Kita harus menghormati dan menghargai hasil ijtihad mereka seperti halnya penghormatan Islam terhadap ijtihad mereka. Ingat…! Kemuliaan mereka tidak akan hilang hanya karena beberapa ijtihad mereka yang mungkin kurang tepat. Kita harus menghormati mereka dan juga madzhab yang merupakan hasil kumpulan ijtihad mereka.

Wallahu A’lam Bish Showab



Judul lain :

Rasul Juga Pernah Salah Berijtihad
Ali Shodiqin, Lc
Islam Bukan Agama Bonsai
Ali Shodiqin, Lc
Nikah Sunnah Nabi, Kok Banyak Ulama Membujang?
Ali Shodiqin, Lc
Hafal Kitab Suci, Beliau Dianggap Anak Tuhan
Ali Shodiqin, Lc
Yang Tidak Paham Fiqih Dilarang Masuk Pasar
Ali Shodiqin, Lc
Anak Kecil Tidak Mau Shalat, Siapa Yang Berdosa?
Ali Shodiqin, Lc
Beda Murid Salaf dengan Murid Sok Salaf
Ali Shodiqin, Lc
Tidak Bisa Jawab Pertanyaan, Berarti Bukan Ulama?
Ali Shodiqin, Lc
Imam Abu Hanifah, Bukan Guru Sembarang Guru
Ali Shodiqin, Lc
Imam Abu Hanifah Tidak Mungkin Salah !
Ali Shodiqin, Lc
Ijtihad di Zaman Nabi SAW
Ali Shodiqin, Lc
Perbedaan Adalah Sebuah Keniscayaan
Ali Shodiqin, Lc
Imam an-Nawawi mengharamkan Ilmu Kedokteran?
Ali Shodiqin, Lc
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia