FIKRAH

Apakah Kita Cinta Nabi?

Apakah Kita Cinta Nabi?

by. Ahmad Zarkasih, Lc
Semua orang muslim di dunia ini, kalau ditanya "apakah cinta Nabi Muhammad?" Mereka pasti akan mengatakan cinta. Tapi apakah dengan mengatakan cinta, kita benar-benar menjadi orang yang dicinta Nabi

Ada hadits Nabi shallalahu 'alaih wa sallam, dan ini shohih mengatakan bahwa:

قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

Rasulullah shallahu ‘alaih wa sallam: “seseorang itu akan bersama orang yang ia cintai” (Muttafaq ‘alayh)

Maksud hadits tersebut -seperti banyak dikatakan oleh Ulama- ialah seorang Muslim akan dibangkitkan nanti di hari kiamat dan dikumpulkan bersama orang-orang yang ia cintai.

Maka beruntung mereka yang mencintai orang-orang shalih, karena tempatnya indah dan nikmat. Karena sudah dijanjikan oleh Allah swt bahwa orang yang baik dan selalu beribadah menjadi golongan yang Abror dan tempatnya di surga. Jadi mencintai mereka sama saja membuat diri terselamtkan, terlebih lagi yang dicintai itu seorang Nabi Muhammad shallalahu 'alaih wa sallam.

Dan sungguh rugi mereka yang cinta bukan kepada orang-orang baik, karena mereka akan dikumpulkan bersama mereka di akhirat kelak, dan apakah mereka-mereka itu akan ditempatkan ditempat yang indah? 

Jadi tinggal pilih, mau kemana kita diakhirat nanti, ya tinggal pintar-pintar lah memilih idola kalau gitu.

Tapi, harus diperhatikan! Imam Hasan Al-Bashri seperti dikutip oleh al-Habib Abdullah bin Alwi al-Hadad dalam kitab An-Nafais Al-'Uluwiyyah (hal. 44) beliau pernah berkata:

لا يغرنكم حديث المرء مع من أحب، مع الغفلة والإغترار وترك صالح الأعمال، إن اليهود والنصارى يحبون أنبياءهم وليسوا معهم يقيناً

"Jangan lah kalian tergiur / terlena dengan hadits 'seseorang akan dikumpulkan di akhirat bersama orang-orang yang ia cintai'! lalu kau lalai dan terlena kemudian meninggalkan amal shaleh. Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani pun cinta Nabi-Nabi mereka, tapi sama sekali mereka tidak akan bersama nabi-nabi nya di akhirat kelak secara pasti".

Nah! Imam Hasan Al-bashri mengisyaratkan bahwa yang namanya cinta itu bukan cuma sekedar mengatakan "ya. Saya cinta beliau". Tapi lebih dari itu, harus ada yang dilakukan sebagai pembuktian cinta.

Mereka pun Cinta Nabi-Nabi Mereka

Semua orang muslim di dunia ini, kecil besar, muda tua, kaya miskin, kalau ditanya "apakah kalian cinta Nabi Muhammad?" Mereka pasti akan mengatakan cinta. Tapi apakah dengan mengatakan cinta, kita benar-benar menjadi orang yang dicinta Nabi shallalahu 'alaih wa sallam. Tidak semudah itu. Sama seperti kita mencintai seseorang didunia ini, dengan mengatakan cinta saja belum bisa cinta kita diterima. Mesti ada effort yang dilakukan. Bagitu juga cinta Nabi.

Nabi shallalahu 'alaih wa sallam menjelaskan:

وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ

“siapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan siapa yang telah mencintaiku, pasti akan bersamaku nanti di surga”. (HR. Imam Turmudzi dan Imam Ibnu Hibban)

Ini tafsiran yang sangat gamblang tentang apa itu cinta; yaitu mengerjakan sunahnya saw. Jadi itu yang dimaksud dengan "Al-Mar'u Ma'a Man Ahabba". Bukan cuma asal cinta. Orang Yahudi dan Nasrani pun cinta Nabi-nabi mereka tapi mereka tak-akan dikumpulkan bersama mereka.

Mereka cinta Nabi Isa, mereka juga cinta Nabi Musa, mereka cinta Nabi Daud, pun mereka cinta Nabi Nuh. Tapi itu cuma dibibir saja. Mereka tidak beriman sesuai ima Nabi-nabi mereka. Mereka pun tidak mengerjakan apa yang dikerjakan Nabi-nabi mereka. Justru mereka malah mendobrak aturan dan syariat Nabi-nabi mereka.

Jadi, bukan hanya bilang bahwa dirinya paling “nyunnah”, atau bikin status fesbuk “mengikuti sunnah Nabi dan anti bid’ah”, atau pasang merek besar di depan masjid dan sekolahnya atau majlisnya “masjid/majlis sunnah”, tapi buktikan dengan perbuatan.  

Bukan Cuma Jenggot dan Celana

Sayangnya, ada beberapa kawan muslim yang –sepertinya- menyempitkan makna sunnah itu sendiri menjadi hanya “jenggot”, dan “tidak Isbal” (Isbal = melewati mata kaki). Selalu 2 hal ini yang dibesar-besarkan dan seakan menjadi proto type muslim yang mengikuti sunnah. Membingkai seakan tidak ada sunnah selain 2 ini serta menutup sunnah-sunnah lain yang sejatinya jauh lebih penting dari sekedar jenggot dan celana ngatung.

Jadi, yang tidak berjenggot berarti tidak nyunnah, kalau tidak berjenggot dan celana isbal, berarti sungguh jauh dari sunnah. Apakah benar demikian? Lalu sunnah-sunnah lain kemana?

Bahkan mencela mereka yang tidak berjenggot dan lucunya melarangnya menjadi Imam shalat. Yang jadi pertanyaan, sejak kapan jenggot menjadi syarat sah menjadi Imam sholat?

Padahal kalau kita mau fair dan lebih detail mempelajari hukum syariah, ulama tidak memasukkan jenggot sebagai sebuah kewajiban yang semua orang muslim harus punya. Lalu bagaimana dengan mereka yang memang tidak ditumbuhi jenggor di dagu mereka?

Pun ulama telah menjelaskan bahwa larangan mencukur jenggot itu hukumnya mu’allalah (ada sebabnya), yaitu untuk menyelisih orang kafir yang memang ketika itu mencukur jenggot-jenggot mereka. Jadi orang muslim harus berbeda dengan tidak mencukurnya.

Lalu ketika sebab itu hilang, maka hilang juga hukumnya, sebagaimana kaidah ushul yang masyhur: [الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما] “keberadaan hukum itu sesuai dengan illah (sebab)-nya, ada dan tidak ada-nya”.

Termasuk juga dalam masalah celana yang tidak Isbal yang tidak ada ulama dari kalangan 4 madzhab mewajibkan itu, karena memang riwayat yang ada itu diikat (taqyiid) dengan Illah (sebab) kesombongan.

Kita sepakat bahwa jenggot itu adalah bagian dari sunnah, Ya! Sunnah dalam arti pekerjaan tersebut memang dilakukan oleh Nabi shallalahu ‘alaiyh wasallam. Dan orang yang berjenggot serta memeliharanya, itu dia telah menjalankan sunnah. Tapi bukan berarti orang tidak berjenggot atau mencukurnya itu tercela dan bahkan hina, serta tidak layak jadi Imam Sholat.

Begitu juga masalah celana yang tidak isbal. Kita sepakat bahwa itu adalah bagian dari sunnah, yang siapa melakukannya pasti menapat pahala Karena telah mengikuti apa yang memang dilakukan oleh Nabi shallalahu ‘alaiyh wasallam. Tapi bukan berarti bahwa yang isbal itu tidak cinta Nabi dan menyelisih sunnah, dan ia adalah muslim tercelan nan hina.

Mestinya kita juga mau mempelajari perbedaan pandangan di kalangan ulama, dan tidak hanya mencukupkan diri dengan satu pendapat lalu menghukui yang lain salah. Karena memang –biasanya- gesekan itu terjadi karena ada salah satu pihak yang tidak mau mengakui adanya perbedaan. Kalau sudah tidak mau mengakui adanya perbedaan, bagaimana bisa menghargai perbedaan? Sulit mnecari titik temunya.

Padahal perbedaan dalam masalah furu’iyyah adalah sesuatu yang nyata ada, dan keberadaannya adalah sebuah keniscayaan. Perbedaan itu ada dan bukan diada-adakan.

Sunnah Yang Banyak Ditinggal

Mestinya juga kita tidak menutupi sunnah-sunnah lain yang jauh lebih besar, dan tidak hanya mem-blow up 2 masalah yang sejak dulu sampai saat ini masih diperdebatkan oleh ulama ini.

Ada beberapa contoh sunnah yang –mungkin- dilupakan, salah satunya ialah berkata sopan walaupun dengan mereka yang berbeda paham dengan kita dan mungkin ia pendosa juga pelaku maksiat. Untuk yang sering menghina dan mencacinya saja, Nabi shallahu ‘alaih wasallam masih mau memberika suapan makan untuknya setiap hari. Bayangkan!

Toh jangankan kita yang muslim biasa dengan muslim lain, Nabi Musa saja diperintahkan oleh Allah swt untuk berkata yang “layyin” (lemah lembut) kepada Fir’aun yang sudah jelas-jelas membangkang dan mengaku tuhan.

Lalu kenapa kepada mereka yang hanya tidak shalat berjamaah di masjid, kita begitu sinis dan pasang muka masam serta tidak mau bergaul dengannya? Kenapa? Masih mengaku cinta Nabi?

Contoh lain lagi dari sunnah Nabi saw yang paling ringan tapi paling sering ditinggalkan ialah 'Ibtisam' yaitu 'senyum' di manapun kita berada. Perlu diketahui bahwa senyum itu bukanlah suatu kebiasaan, akan tetapi senyum adalah sunnah, ia adalah ibadah.

Diriwayatkan bahwa Nabi saw adalah orang yang paling sering tersenyum. Syaikhoni; Imam bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat Jarir ra, ia berkata: "sejak aku masuk Islam, aku tidak pernah bertemu dengan Nabi saw kecuali ia selalu tersenyum diwajahku setiap kali bertemu."

Jadi bisa dikatakan bahwa ciri dasar pecinta Nabi saw yang sejati ialah jika ia bertemu dengan siapapun itu, ia pasti tersenyum. Dan tentu harus dipertanyakan kecintaannya kepada Nabi saw siapa dia yang selalu memasang wajah masam.

Masih banyak lagi contoh lainnya yang kalau disebutkan tentu laman page ini tidak cukup untuk menampungnya.

Wallahu a’lam

Mudah-mudahn kita dijaga oleh Allah untuk selalu menjadi orang yang cinta Nabi shallalllahu ‘alaih wa salaam dalam lisan dan perbuatan.



Judul lain :

Ulama-ulama Bujang
Ahmad Zarkasih, Lc
Keistimewaan Ilmu Faraidh
Ahmad Zarkasih, Lc
KHI : Kitab Suci Beraroma Kontroversi (bag. 2)
Ahmad Zarkasih, Lc
Ulama Pesanan
Ahmad Zarkasih, Lc
Meng-kecil-kan yang Kecil, Mem-BESAR-kan yang Besar
Ahmad Zarkasih, Lc
Hukum Beli Barang Black Market
Ahmad Zarkasih, Lc
Menulis, Proses Penyelamatan Ilmu
Ahmad Zarkasih, Lc
Pengkhianat Ilmu
Ahmad Zarkasih, Lc
Galaunya Para Ulama
Ahmad Zarkasih, Lc
Buku Fiqih Yang Tidak Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Siapa Salah, Siapa Kena Getahnya
Ahmad Zarkasih, Lc
Dokter dan Apoteker
Ahmad Zarkasih, Lc
Masjid Kok Dikunci?
Ahmad Zarkasih, Lc
Matang Sebelum Waktunya
Ahmad Zarkasih, Lc
Ustadz Anonim di Medsoc
Ahmad Zarkasih, Lc
Teka-Teki Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Keanehan Hukum Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Almarhum Bukan Gelar
Ahmad Zarkasih, Lc
Menyematkan Nama Suami di Belakang Nama Istri
Ahmad Zarkasih, Lc
Dilema Punuk Unta
Ahmad Zarkasih, Lc
Siapa Yang Wajib Puasa Ramadhan?
Ahmad Zarkasih, Lc
Yang Boleh Tidak Berpuasa Ramadhan
Ahmad Zarkasih, Lc
Setan Dibelenggu, Kenapa Masih Ada Yang Maksiat?
Ahmad Zarkasih, Lc
Tarawih 4 Rokaat 1 Salam, Boleh atau Tidak?
Ahmad Zarkasih, Lc
Apakah Ada Istilah "Tajil" Dalam Syariah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Makna Jauf (Rongga) Dalam Pengertian Fiqih Puasa
Ahmad Zarkasih, Lc
Hak Cipta Dalam Pandangan Syariah
Ahmad Zarkasih, Lc
Al-Tanaazul (Turun Tahta) Dalam Kajian Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Haruskah Beri'tikaf dan Begadang di Malam Lailatul-Qodr
Ahmad Zarkasih, Lc
Pendapat Awam Tidak Masuk Hitungan
Ahmad Zarkasih, Lc
Syubhat Bukan Haram
Ahmad Zarkasih, Lc
Sholat Jumat Tapi Tidak Mendengarkan Khutbah
Ahmad Zarkasih, Lc
Membangun Keluarga Ahli Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Ijtihadnya Orang Awam
Ahmad Zarkasih, Lc
Lumbung Tanpa Padi
Ahmad Zarkasih, Lc
Hukum Mengambil Upah Dakwah
Ahmad Zarkasih, Lc
Korupsi Bukan Pencurian, Tak Usah Potong Tangan
Ahmad Zarkasih, Lc
Fatwa, Apakah Wajib Ditaati?
Ahmad Zarkasih, Lc
Mengenal Madzhab-Madzhab Fiqih (Bag. 1)
Ahmad Zarkasih, Lc
Mengenal Madzhab-Madzhab Fiqih (Bag. 2)
Ahmad Zarkasih, Lc
Mengkritisi Slogan Kembali ke Al-Quran dan Sunnah
Ahmad Zarkasih, Lc
Tidak Bersedih Dengan Kematian Ulama Berarti Munafiq?
Ahmad Zarkasih, Lc
Titip Doa
Ahmad Zarkasih, Lc
Jasa Penghulu Nikah Sirri
Ahmad Zarkasih, Lc
Nikah Punya Banyak Hukum
Ahmad Zarkasih, Lc
Sholat di Masjid Yang Ada Kuburannya
Ahmad Zarkasih, Lc
Ilmu Fiqih Bukan Ilmu Sembarang
Ahmad Zarkasih, Lc
Menantang Ulama
Ahmad Zarkasih, Lc
Mayit Diadzab Karena Tangisan Keluarganya, Benarkah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Fiqih Dulu dan Sekarang
Ahmad Zarkasih, Lc
Belajar Taqlid dari Ibnu Qudamah
Ahmad Zarkasih, Lc
Adakah Qadha' Sholat?
Ahmad Zarkasih, Lc
Pendapatku Benar Tapi Bisa Jadi Salah
Ahmad Zarkasih, Lc
Bolehkah Muslim Masuk Gereja atau Tempat Ibadah Agama Lain?
Ahmad Zarkasih, Lc
Sepatu Yang Terbuat Dari Kulit Babi
Ahmad Zarkasih, Lc
Kenapa Calo Dilarang, dan Agen Tidak?
Ahmad Zarkasih, Lc
Meninggal Bersama dalam Kecelakaan, Bagaimana Pembagian Warisnya?
Ahmad Zarkasih, Lc
Belajar Bijak dalam Berbeda dari Ulama Salaf
Ahmad Zarkasih, Lc
KHI : Kitab Suci Beraroma Kontroversi
Ahmad Zarkasih, Lc
Beda Level Penyanyi dan Suka Menyanyi
Ahmad Zarkasih, Lc
Ulama Juga Harus Mengerti Sains
Ahmad Zarkasih, Lc
Hukum Yang Punya Sebab
Ahmad Zarkasih, Lc
Gono-Gini Antara Syariah dan Hukum Adat (Bag. 1)
Ahmad Zarkasih, Lc
Gono-Gini Antara Syariah dan Hukum Adat (Bag. 2)
Ahmad Zarkasih, Lc
Jama' Sholat Tanpa Udzur, Bolehkah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Mau Jadi Kritikus Madzhab Fiqih
Ahmad Zarkasih, Lc
Bukan Mujtahid Kok Mentarjih?
Ahmad Zarkasih, Lc
Shalat Zuhur Setelah Shalat Jumat
Ahmad Zarkasih, Lc
Mengenal Madzhab-Madzhab Fiqih (Bag. 3)
Ahmad Zarkasih, Lc
Mengenal Madzhab-Madzhab Fiqih (Bag. 4)
Ahmad Zarkasih, Lc
Imam Malik, Hadits Mursal dan Amal Ahli Madinah
Ahmad Zarkasih, Lc
Madzhab Fiqih Zaidiyah
Ahmad Zarkasih, Lc
Professor Harfu Jarr
Ahmad Zarkasih, Lc
Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Baqir
Ahmad Zarkasih, Lc
Lawan Tapi Mesra
Ahmad Zarkasih, Lc
Tarjih Antara 2 Hadits Yang Bertentangan
Ahmad Zarkasih, Lc
Mau Ikut Nabi apa Ikut Ulama?
Ahmad Zarkasih, Lc
Jual Beli Kucing, Haramkah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Merubah Kelamin, Bagaimana Jatah Warisnya?
Ahmad Zarkasih, Lc
Kanibalisasi Madzhab
Ahmad Zarkasih, Lc
Semangat Ramadhan Harus Dengan Ilmu
Ahmad Zarkasih, Lc
Niat Berbuat Buruk Tidak Terhitung Dosa, Benarkah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Apakah Kita Cinta Nabi?
Ahmad Zarkasih, Lc
Miskin Ilmu Jago Ngambek
Ahmad Zarkasih, Lc
Kenapa Sahabat Melakukan Dosa, Padahal Mereka Generasi Terbaik?
Ahmad Zarkasih, Lc
Puasa Syawal Hukumnya Makruh, Benarkah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Kawin Paksa, Masih Zaman?
Ahmad Zarkasih, Lc
Kufu', Syarat Sah Nikah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Shalat untuk Menghormati Waktu, Apa dan Bagaimana?
Ahmad Zarkasih, Lc
Tidak Tahu Sok Tahu, Tahu Tapi Belagu
Ahmad Zarkasih, Lc
Satu Kampung Hanya Boleh Ada Satu Jumat, Begitukah?
Ahmad Zarkasih, Lc
Mana Yang Boleh dan Tidak Boleh Berbeda
Ahmad Zarkasih, Lc
Nabi Tidak Mengerjakan, Berarti Itu Haram?
Ahmad Zarkasih, Lc
Bersiwak di Masjid Hukumnya Makruh
Ahmad Zarkasih, Lc
Banci Jadi Imam, Boleh?
Ahmad Zarkasih, Lc
Ternyata, Shalat Wajib Hanya Satu!
Ahmad Zarkasih, Lc
Berguru Kepada Mesin Pencari Gugel
Ahmad Zarkasih, Lc
Belajar Fiqih itu Santai
Ahmad Zarkasih, Lc
Lebih Utama Tidak Berbeda
Ahmad Zarkasih, Lc
Nabi SAW Tidak Anti Kepada Non-Muslim
Ahmad Zarkasih, Lc
Muslim itu Yang Baik Sosialnya, Bukan Hanya Yang Rajin Ibadah
Ahmad Zarkasih, Lc
Dilema 'Mujtahid' Kekinian
Ahmad Zarkasih, Lc
Kalau Ada Pertanyaan 'Mana Dalil?'
Ahmad Zarkasih, Lc
Wajah Santun Dakwah Nabi Muhammad
Ahmad Zarkasih, Lc
Mampu atau Tidak Berkurban? Ini Standarnya
Ahmad Zarkasih, Lc
Kalau Awam Boleh Ijtihad
Ahmad Zarkasih, Lc
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia