FIKRAH

Tidak Berpuasa Tanpa Uzur: Antara Kufur dan Dosa Besar

Tidak Berpuasa Tanpa Uzur: Antara Kufur dan Dosa Besar

by. Isnan Ansory, Lc, MA
Bagaimanakah sebenarnya status orang-orang yang tidak berpuasa Ramadhan, padahal mereka mampu? apakah ada sangsi duniawi dan ukhrawi bagi yang meninggalkan kewajiban ini? silahkan menyimak.

Ibadah Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Rukun artinya adalah pondasi atau sendi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa puasa merupakan pondasi atau sendi dari bangunan agama Islam itu sendiri sebagaimana shalat, zakat, dan haji.

Sebuah bangunan jika sendinya rusak atau roboh, maka akan pincanglah bangunan tersebut, bahkan dapat menyebabkan kerobohon bangunan yang ditopangnya.

Inilah perumpamaan orang-orang yang meninggalkan ibadah puasa tanpa adanya uzur atau dispensasi yang dibenarkan agama. Yaitu layaknya seseorang yang merubuhkan bangunan agamanya yaitu Islam. Padahal agama inilah yang menjadi faktor keterselamatannya di dunia dan akhirat kelak.

Berikut beberapa hadis Nabi SAW yang menjelaskan kepada kita ancaman-ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan ibadah puasa tanpa didasarinya alasan yang dibenarkan syariat:

عن أبي أمامة الباهلى قال سمعت رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  يقول: بينا أنا نائم إذ أتانى رجلان فأخذا بضبعى وأتيا بى جبلا وعرا فقالا لى اصعد فقلت إنى لا أطيقه فقالا إنا سنسهله لك فصعدت حتى إذا كنت فى سواء الجبل إذا أنا بأصوات شديدة فقلت ما هذه الأصوات قالوا هذا عواء أهل النار ثم انطلقوا بى فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم مشققة أشداقهم تسيل أشداقهم دما قلت من هؤلاء قال هم الذين يفطرون قبل تحلة صومهم... (أخرجه ابن حبان (16/536، رقم 7491)، والحاكم (2/228، رقم 2837)، والطبرانى (8/157، رقم 7667).

Dari Abu Umamah Al Bahili RA aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ketika aku tidur aku bermimpi didatangi oleh ada dua orang, lalu mereka memegang lenganku dan membawaku ke sebuah gunung. Kemudian mereka berkata: “Dakilah”, aku menjawab: “Aku tidak mampu”, mereka berkata: “Kami akan membantumu mendakinya”. Lalu akupun mendaki gunung tersebut hingga ketika aku sampai dipuncaknya, aku mendengar suara yang keras, lalu aku bertanya: “Suara apakah ini?”, mereka menjawab: “Ini adalah teriakan penghuni neraka”, kemudian kami berjalan dan akupun mendapati sekelompok orang yang bergelantungan di atas tumit-tumit mereka sedangkan mulut-mulut mereka berlumuran darah karena tercabik-cabik, lalu aku bertanya: “Siapa gerangan mereka?”, kedua orang tersebut menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasanya tanpa uzur) sebelum menyelesaikan ibadah puasanya…” (HR. Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Ath Thabrani). 

من أفطر يومًا من رمضان فى غير رخصة رخصها الله له لم يقض عنه صيام الدهر كله وإن صامه (الطيالسى، وأحمد، وأبو داود، والترمذى، وابن ماجه، والبيهقى فى الكبرى، وفى شعب الإيمان عن أبى هريرة . الطبرانى ، والبيهقى عن ابن مسعود موقوفًا)

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berbuka di siang bulan Ramadhan tanpa sebab keringanan yang diberikan oleh Allah SWT, maka tidak dapat diganti meskipun ia berpuasa seumur hidupnya.” (HR. Ath Thayalisi, Ahmad, Abu Daud, At Tirmizi, Ibnu Majah, dan Al Baihaqi dari Abu Hurairah dan dari Ibnu Mas’ud secara Mauquf. Al Hafiz Al Haitsami berkata: Para rawinya tsiqah (Majma’ Az Zawa’id (3/168)).


Klasifikasi Orang-Orang  Yang Tidak Berpuasa Ramadhan Tanpa Uzur

Di samping itu, setidaknya orang-orang yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa adanya uzur syar’i dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan. Di mana masing-masing golongan akan menanggung konsekwensi yang berbeda tergantung latar belakangnya meninggalkan ibadah puasa.

Pertama: Orang-orang yang tidak berpuasa karena mengingkari kewajiban ibadah puasa Ramadhan.

Terkait golongan pertama ini, para ulama sepakat bahwa mereka dapat dihukumi kafir dan murtad dari ajaran Islam.[1] Karena mereka terlah mengingkari suatu hukum yang pasti dalam agama (al ma’lum min ad din bi adh dharurah). Kondisi mereka seperti orang-orang yang meninggalkan ibadah shalat wajib karena mengingkari kewajibannya (jahidan), atau menginggkari kewajiban membayar zakat yang pernah diperangi oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Di mana para ulama sepakat akan kekufuran mereka, dan mereka dituntut untuk bertaubat dan bersyahadat ulang.

Kedua: Tidak berpuasa karena alasa-alasan yang didasari nafsu belaka, namun tidak mengingkari status hukum wajibanya.

Terkait golongan ini para ulama sepakat, bahwa mereka termasuk pelaku dosa besar yang mendapat ancaman azab di akhirat kelak. Namun status keislaman mereka tidak hilang, di mana mereka tetap diakui sebagai muslim, namun  muslim yang fasiq.

Di samping itu, ulama pun sepakat bahwa mereka diwajibakan untuk bertaubat kepada Allah karena maksiat meninggalkan kewajiban. Oleh sebab itu, pada hakikatnya sebuah perbuatan dapat dianggap maksiat, bukan hanya ketika seseorang melakukan sebuah larangan, seperti berzina, mabuk-mabukan, berdusta dll, namun juga jika ia tidak mengindahkan perintah Allah, seperti meninggalkan shalat, puasa, tidak berbakti pada orang tua dll.

Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang apa yang mesti dilakukan oleh orang tersebut terkait ibadah puasanya yang telah ia tinggalkan setelah bertaubat. Apakah cukup hanya dengan mengqadha’/menggantinya di hari yang lain atau diharuskan pula untuk membayar kaffarat selain mengqadha’ puasanya?

Mazhab pertama: Menurut mazhab Al Hanafiyyah dan Al Malikiyyah, seseorang yang secara sengaja tidak berpuasa, tanpa adanya udzur yang syar’i, selain ia wajib menggantinya pada hari yang lain ia pun diwajibkan untuk membayar denda (kaffarah). Dalil mereka sebagaimana berikut:[2]

-        Dalil ‘aqli, di mana seseorang yang tidak berpuasa atau makan dan minum di siang bulan Ramadhan pada hakikatnya ia telah menodai kehormatan bulan Ramadhan.

-      Berdasarkan hadis orang badui yang mengadu kepada Rasulullah SAW di mana ia telah membatalkan puasanya karena melakukan hubungan seksual dengan istrinya di siang bulan Ramadhan, lalu Rasulullah memerintahkannya untuk membayar kaffarah berupa: membebaskan budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu maka harus memberi makan enam puluh orang miskin (HR. Bukhari dan Muslim). Para ulama Hanafiyyah dan Malikiah berkata bahwa meskipun hadis ini tidak bersifat umum, yaitu hanya terkait dengan kasus jima’ (melakukan hubungan seksual), hanya saja kewajiban kaffarah dalam hadis ini terkait dengan sebab ia ”membatalkan puasanya dengan sengaja”. Dengan demikian konteks kaffarat ini, bukan hanya terkait dengan kasus orang badui yang membatalakan puasa karena jima’ saja.  Di samping itu lafaz rawinya pun bersifat umum (yaitu sengaja membatalkan puasa tanpa uzur).[3]

Mazhab kedua: Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah, mereka berpendapat bahwa orang yang sengaja membatalkan puasanya tanpa uzur tidak diwajibkan membayar denda/kaffarat. Tapi cukup dengan bertaubat dan mengqadha’ puasanya. Dalil yang menjadi sandaran mereka sebagaimana berikut:[4]

-      Bahwa hadis arab badui yang menjadi sandaran Al Hanafiyyah dan Al Malikiyyah tidak tepat untuk menjadi dalil atas kewajiban kaffarah selain yang melakukan hubungan seksual (jima’), sebab hadis ini bersifat khusus. Di samping tidak ada ijma’ ulama akan kewajiban kaffarat atas selain kasus jima’.

-    Di samping itu, qiyas atau menganalogikan kasus orang uang membatalkan puasanya karena makan dan minum kepada kasus jima, juga tidak tepat, sebab larangan untuk melakukan hubungan seksual di siang ramadhan lebih ditekankan dibanding selainnya, selain itu kita dapat mengetahui hikmah dari pemberatan hukuman secara khusus dengan kaffarah atas orang yang melakukan hubungan seksual di siang bulan Ramadhan, di mana sesungguhnya menahan diri untuk tidak dapat melakukan hubungan seksual lebih dapat dijaga dibandingkan menahan diri dari makan dan minum.

Jika kita perhatikan, memang pembahasan di atas beserta khilafiyyah di kalangan ulama hanya terkait dengan seseorang yang membatalkan puasanya dengan sengaja, di mana pada awalnya ia telah berpuasa. Akan tetapi dapat kita pahami bahwa perkara orang-orang yang sejak awal tidak mau berpuasa tanpa adanya alasan yang dibenarkan lebih besar. Dan tentunya dosa yang ditangung pun lebih besar dibandingkan seseorang yang sejak awal terlah berpuasa lalu membatalkannya tanpa sebab yang dibenarkan

Akhirnya, Semoga Allah SWT selalu menatapkan iman di dalam hati kita, dan menjadikankan puasa kita pada tahun ini merupakan puasa yang mabrur dan diterima di sisiNya, Amien.

Wallahua’lam bi ash shawab

 

Isnan Ansory, Lc., M.Ag

Peneliti Rumah Fiqih Indonesia

0852 1386 8653



[1] Badaai’ Ash Shanai’ fi Tartib Asy Syarai’ karya Al Kasani Al Hanafi (2/75), Al Hidayah Syarh Bidayah Al Mubtadi karya Al Marghinani Al Hanafi (2/233).

[2] Ad Durr Al Mukhtar wa Radd Al Muhtar karya Ibnu Abdin Al Hanafi (2/108-110), Maraqi Al Falah Syarh Nur Al Iidhah karya Hasan Asy Syaranbulali Al Hanafi (364, 368), Al Qawanin Al Fiqhiyyah karya Ibnu Juzi Al Kalbi Al Maliki (83), Hasyiah Ad Dasuqi ’ala Asy Syarh Al Kabir li Ad Dirdir karya Ibnu ’Arafah Ad Dasuqi Al Maliki (1/528).

[3] Hasyiyah Asy Syilby ’ala Tabyin Al Haqaiq Syarh Kanz Ad Daqaiq li Fakhr Ad Din Az Zaila’i karya Syihabuddin Asy Syilby (1/327-328).

[4] Fath Al Qadir Syarh Al Hidayah karya Al Kamal bin Al Humam Al Hanafi (2/264), Syarh Al Muhilli karya Jalaluddin Al Muhilli Asy Syafi’i (2/70), Kasysyaf Al Qina’ karya Mansur bin Yunus Al Buhiti Al Hanbali (2/327), Al Inshaf fi Ma’rifat Ar Rajih min Al Khilaf karya ‘Ala’ Ad Din Al Mardawi Al Hanbali (2/321).



Judul lain :

Fiqih Islami
Isnan Ansory, Lc, MA
Menolak Taqlid Dalam Furuiyyah: Neo Muktazilah Qadariyyah
Isnan Ansory, Lc, MA
Adakah Qadha' Puasa bagi Orang yang Telah Meninggal?
Isnan Ansory, Lc, MA
Pendistribusian Kaffarat Jima' di Siang Bulan Ramadhan
Isnan Ansory, Lc, MA
Orang Awam Wajib Taqlid Kepada Ulama
Isnan Ansory, Lc, MA
Mujtahid Tarjih dalam Mazhab Imam Asy-Syafi'i
Isnan Ansory, Lc, MA
Ekstrimisme Dalam Beragama
Isnan Ansory, Lc, MA
Adakah Qadha' Sholat Bagi Orang Yang Telah Meninggal?
Isnan Ansory, Lc, MA
Tingkatan Fuqaha'
Isnan Ansory, Lc, MA
Moderasi Islam dalam Ibadah
Isnan Ansory, Lc, MA
Wasathiyyah/Moderasi Islam
Isnan Ansory, Lc, MA
Orang Awam Tetap Harus Belajar
Isnan Ansory, Lc, MA
Masalah Khilafiyyah: Apakah Termasuk Ranah Dakwah?
Isnan Ansory, Lc, MA
Wahyu Allah: Al Qur’an dan As Sunnah
Isnan Ansory, Lc, MA
Dua Banding Satu: Hikmah Dan Alternatifnya
Isnan Ansory, Lc, MA
Melafazkan Niat: Bid'ahkah?
Isnan Ansory, Lc, MA
Tidak Berpuasa Tanpa Uzur: Antara Kufur dan Dosa Besar
Isnan Ansory, Lc, MA
Kembalilah Kepada Ulama
Isnan Ansory, Lc, MA
Perbedaan Antara Zakat Maal dan Zakat Fitrah (1)
Isnan Ansory, Lc, MA
Perbedaan Antara Zakat Maal dan Zakat Fitrah (2)
Isnan Ansory, Lc, MA
Hirarki Pendapat Dalam Mazhab Hanbali (1)
Isnan Ansory, Lc, MA
Hirarki Pendapat Dalam Mazhab Hanafi (bag. 1)
Isnan Ansory, Lc, MA
Hirarki Pendapat Dalam Mazhab Hanbali (2)
Isnan Ansory, Lc, MA
Hirarki Pendapat Dalam Mazhab Hanafi (bag. 2)
Isnan Ansory, Lc, MA
Hirarki Pendapat Dalam Mazhab Hanafi (bag. 3)
Isnan Ansory, Lc, MA
Bermazhab Atau Mengamalkan Satu Mazhab?
Isnan Ansory, Lc, MA
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia