FIKRAH

Apakah Khamr Itu Najis?

Apakah Khamr Itu Najis?

by. Faisal Reza
Para ulama sepakat bahwa khamr itu haram namun mereka berbeda pendapat dalam memutuskan apakah khamr itu najis ataukah tidak?.

Sebelum kita membahas tentang apakah khamr itu najis ataukah tidak. Alangkah baiknya kita ketahui dulu apa maksud dari kata khamr tersebut.

A. Pengertian

1. Definis Khamr Secara Bahasa

Dalam kitab Lisanul ‘Arab, Khamr secara bahasa :

والخمر ما أسكر من عصير العنب

Sesuatu yang memabukkan dan dihasilkan dari perasan anggur.[1]

Fairuz Abadi (w 817 H) dalam kitabnya Kamus al-Muhith mengartikan khamr tidak jauh berbeda dengan Ibnu Mandzur ( w 711 H) namun dia juga menambahkan bahwa khamr itu lebih umum, bukan hanya dari perasaan anggur saja dan ini pendapat yang paling benar menurutnya.

الخمر ما أسكر من عصير العنب، أو عام، كالخمرة، وقد يذكر، والعموم أصح، لأنها حرمت، وما بالمدينة خمر عنب، وما كان شرابهم إلا البسر والتمر، سميت خمرا لأنها تخمر العقل وتستره،

Khamr adalah sesuatu yang memabukkan dan diproduksi dari perasan anggur atau dari selainnya. Pendapat yang paling benar adalah khamr tersebut bisa dihasilkan dari perasan apa saja dan bukan hanya dari perasan anggur semata Dikarenakan ketika diharamkannya khamr, di madinah ketika itu tidak ada khamr yang diproduksi dari perasan anggur. Minuman orang madinah ketika itu diproduksi dari kurma segar. Dinamakan khamr karena dengan meminumnya maka akan mengalami disfungsi akal atau menutupi fungsi akal.[2]

​​​​​2. Definisi Khamr Secara Istilah

Para ulama berbeda pendapat mengenai definisi khamr secara istilah. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan dalam mendefinisikan khamr secara bahasa dan kemuthlakan penamaannya dalam syariat. Jumhur ulama menyatakan setiap sesuatu yang memabukkan disebut khamr baik itu yang berasal dari perasan anggur, kurma, madu, gandum dan lainnya.[3] Jumhur ulama memakai dalil dari hadits Nabi S.A.W

كل مسكر خمر  وكل خمر حرام

Setiap yang memabukkan itu adalah khamr dan setiap khamr hukumnya haram. (H.R. Muslim)

Sedangkan mazhab Hanafiyah menganggap bahwa khamr itu hanyalah berasal dari perasan anggur saja.[4]

B. Perbedaan Pendapat Para Ulama Atas Kenajisan Khamar

Para ulama sepakat bahwa khamr itu haram,[5] namun mereka berbeda pendapat dalam memutuskan apakah khamr itu najis ataukah tidak?.

Mayoritas ulama fiqih dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah dan Zhahiriyah menyatakan bahwa khamr itu najis mughaladzah bahkan kenajisannya sudah mencapai ijma sebagaimana yang dikatakan oleh Badruddin al-A’ini (w 855 H) dalam kitabnya al-Binayah Syarhu al-Hidayah dan juga Burhanuddin Ibnu Muflih (w 884 H) dalam kitabnya al-Mubdi’ Syarhu al-Muqni’.[6]

Sedangkan Rabi’ah Ar-Ra’yi (w. 136 H) guru dari Imam Malik (w 179 H), Laits bin Sa’ad (w 175 H), Daud azh-Zhahiri (w 270 H), al-Muzani (w 264 H), ash-Shan’ani (w. 1182 H) dan asy-Syaukani (w 1250 H) menyatakan khamr itu suci dan tidak najis. Untuk lebih jelasnya saya akan mengajak para pembaca untuk menelusuri langsung ke kitab-kitab para ulama.

C. Pendapat Yang Menajiskan Khamr

1. Mazhab Hanafi

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi As-Syarai’ menuliskan sebagai berikut :

ومنها) الخمر والسكر أما الخمر؛ فلأن الله تعالى سماه رجسا في آية تحريم الخمر فقال: {رجس من عمل الشيطان} [المائدة: 90] والرجس: هو النجس؛

Diantara jenis benda najis adalah khamr dan minuman yang memabukkan. Adapun kenajisan khamr dikarenakan Allah ta’ala menamakannya dengan rijsun dalam ayat pengharaman khamr. Allah berfirman : “rijsun adalah termasuk perbuatan syaitan.” (Q.S. Al-Maidah : 90) arti kata (الرجس/ ar-rijsu) adalah benda najis.[7]

Az-Zaila’i (w 743 H) salah satu ulama mazhab Hanafiyah di dalam kitabnya Tabyinul Haqaiq Syarhu kanz ad-Daqaiq menuliskan sebagai berikut :

لأن حرمتها قَطعية فيكفر مستحلها ويحد شاربها , وإن لم يسكر ولو قطرة ونجاستها غليظة

Keharaman khamr termasuk perkara yang qath’i (pasti) maka siapa saja yang menghalalkannya akan menjadi kafir dan bagi yang meminumnya akan dikenai hukuman had (hukuman cambuk) walaupun hanya meminum setetes dan tidak sampai mabuk. Khamr dianggap sebagai najis mughalazhah (berat).[8]

Badruddin al-‘Aini (w 855 H) salah satu ulama mazhab Hanafiyah di dalam kitabnya al-Binayah Syarhu al-Hidayah menuliskan sebagai berikut :

قلت: قد انعقد الإجماع على نجاستها وداود لا يعتبر خلافه في الإجماع ولا يصح ذلك عن شريعة

Menurutku : kenajisan khamr sudah mencapai ijma, adapun pendapat Daud (w 270 H) yang menyelisih ijma tidak dianggap dan tidak sah dalam syariat.[9]

Al-Qadli Zadah (w. 1078 H) salah satu ulama mazhab Hanafiyah di dalam kitabnya Majma’ al-Anhur fii Syarhi Multaqa al-Abhur menuliskan sebagai berikut :

قال الفاضل الشهير بقاضي زاده: بقي ها هنا شيء وهو أن عين الخمر مثلا ليس بحدث مع أنه نجس في الشرع بلا ريب

Berkata ulama mulia yang terkenal dengan Qadli Zadah, “Kemudian tersisa satu pembahasan lagi, yaitu tentang zat khamr misalnya. Zat itu tidak termasuk hadats meskipun ia zat yang tidak diragukan lagi kenajisannya dalam hukum syar’i.[10]

Ibnu Abdin (w 1252 H) salah satu ulama mazhab Hanafiyah di dalam kitabnya Raddul Muhtar ‘Ala Durril Mukhtar menuliskan sebagai berikut :

قَوله )وهي نجسة نجاسة مغلظة) لأن الله تعالى سماها رجسا فكانت كالبول والدم المسفوح أتقاني

Khamr itu najis dan derajat kenajisannya adalah najis mughaladzah (berat), karena Allah Ta’ala telah menamainya dengan kata rijsun (najis). Maka kenajisan khamr sebagaimana najisnya kencing dan darah yang mengalir.[11]

2. Madzhab Maliki

Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu ulama mazhab Malikiyah di dalam kitabnya Adz-Dzakhirah menuliskan sebagai berikut :

ونجاسة الخمر معللة بالإسكار وبطلب الإبعاد والقول بنجاستها يفضي إلى إبعادها

Illah (sebab) kenajisan khamr dikarenakan khamr merupakan sesuatu yang memabukkan dan juga adanya perintah untuk menjauhinya. Pendapat yang menyatakan kenajisan khamr adalah bentuk dukungan untuk menjauhinya.[12]

Muhammad bin Ahmad ‘Illisy (w. 1299 H) salah satu ulama mazhab Malikiyah di dalam kitabnya Manhul Jalil Syarh Mukhtashar al-Khalil menuliskan sebagai berikut :

لأن الحكم بنجاسته لتغيره وقد زال والحكم ينتفي بانتفاء علته كذهاب حرمة الخمر ونجاستها بذهاب إسكارها بتخللها

Hukum kenajisan terhadap benda cair akan hilang jika terjadi perubahan pada benda cair tersebut, Sebuah hukum bisa ditiadakan jika tidak adanya ilat (sebab). Sebagaimana hilangnya keharaman khamr dan kenajisannya dikarenakan telah lenyap penyebab mabuk dengan cara menjadikannya sebagai cuka.[13

3. Madzhab Syafi’i

Asy-Syairazi (w. 476 H) salah satu ulama mazhab Syafi’iyah di dalam kitabnya al-Muhadzdzab menuliskan sebagai berikut :

وأما الخمر فهو نجس لقوله عز وجل: {إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ} [المائدة:90] ولأنه يحرم تناوله من غير ضرر فكان نجسا كالدم

Adapun khamr hukumnya najis, sebagaimana firman Allah : Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(Al-Maidah : 90). Karena kenajisannya itu maka khamr haram dikomsumsi jika bukan pada saat darurat dan kenajisannya sama dengan kenajisan darah.[14]

Imam An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama mazhab Syafi’iyah di dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab menuliskan sebagai berikut :

الخمر نجسة عندنا

Menurut kami khamr itu najis.[15]

4. Madzhab Hanbali

Imam Ibnu Qudamah (w. 620 H) salah satu ulama mazhab Hanabilah di dalam kitabnya al-Mughni menuliskan sebagai berikut :

فصل: والخمر نجسة. في قول عامة أهل العلم؛ لأن الله تعالى حرمها لعينها، فكانت نجسة، كالخنزير. وكل مسكر فهو حرام، نجس؛ لما ذكرنا.

Khamr itu najis dalam pandangan kebanyakan para ulama dikarenakan Allah Ta’ala mengharamkan dzatnya. Oleh karena itu khamr menjadi najis sebagaimana babi, setiap yang memabukkan itu haram dan najis sebagaimana telah kami sebutkan.[16]

Ibnu Muflih (w 884 H) salah satu ulama mazhab Hanabilah di dalam kitabnya al-Mubdi’ Syarhu al-Muqni’ menuliskan sebagai berikut :

والخمر يخمر العقل أي: يغطيه ويستره، وهي نجسة إجماعا

Khamr adalah sesuatu yang dapat menutupi dan mendisfungsikan akal. Kenajisannya sudah mencapai ijma.[17]

Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama mazhab Hanabilah di dalam kitabnya al-Inshaf fii Ma’rifati ar-Rajih Minal Khilaf menuliskan sebagai berikut :

قوله (ولا يطهر ش يء من النجاسات بالاستحالة، ولا بنار أيضا إلا الخمرة) ، هذا المذهب بلا ريب. وعليه جماهير الأصحاب. ونصروه.

Benda-benda najis itu tidak bisa disucikan dengan cara istihalah atau dengan api kecuali khamr. Ini adalah pendapat madzhab ini (hanbali) tanpa diragukan lagi, juga mayoritas pendapat ulama madzhab mendukung pendapat ini.[18]

5. Madzhab Zhahiri

Ibnu Hazm (w. 456 H) salah satu ulama mazhab Zhahiriyah di dalam kitabnya al-Muhalla bil Atsar menuliskan sebagai berikut :

والخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس حرام واجب اجتنابه فمن صلى حاملا شيئا منها بطلت صلاته

Khamr, judi, berhala, anak panah (yang digunakan mengundi nasib) Adalah sesuatu yang najis, haram serta wajib dijauhi. Siapa saja yang membawanya ketika shalat maka batal shalatnya.

D. Pendapat Yang Tidak Menajiskan Khamr

Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa khamr itu suci dan tidak najis sebagaimana yang telah kami sebutkan sebelumnya baik dari kalangan ulama salaf maupun khalaf. Berikut ini kutipan lengkap yang penulis sadur dari kitab-kitab para ulama.

Imam al-Qurtubi (w 671 H) dalam kitabnya al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an menuliskan sebagai berikut :

وخالفهم في ذلك ربيعة والليث بن سعد والمزني صاحب الشافعي، وبعض المتأخرين من البغداديين والقرويين فرأوا أنها طاهرة، وأن المحرم إنما هو شربها

Beberapa ulama berbeda pendapat dengan jumhur ulama, mereka adalah al-Laits bin Sa’ad, al-Muzani dari kalangan Syafi’i, sebagian ulama mutaakhirin dari baghdad dan Qarawi. Mereka berpendapat bahwa khamr itu suci dan yang diharamkan adalah meminumnya.[19]

Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam kitabnya al-Majmu’ menuliskan sebagai berikut :

الخمر نجسة عندنا وعند مالك وأبي حنيفة وأحمد وسائر العلماء إلا ما حكاه القاضي أبو الطيب وغيره عن ربيعة شيخ مالك وداود أنهما قالا هي طاهرة وإن كانت محرمة كالسم الذي هو نبات وكالحشيش المسكر

Khamr itu hukumnya najis menurut madzhab kami (madzhab syafi’i), Malik, Abu Hanifah, Ahmad dan seluruh ulama kecuali pendapat (berbeda) yang diriwayatkan Al-Qadli Abu Thayyib dan yang lainnya bahwasanya Rabi’ah syaikh Imam Malik, serta Dawud mereka berdua berpendapat bahwa khamr itu suci meskipun hukumnya haram sebagaimana racun yang merupakan tanaman seperti ganja yang memabukkan.[20]

Imam ash-Shan’ani (w. 1182 H) ketika menjelaskan mengenai haramnya jual beli khamr, bangkai dan babi di dalam kitabnya Subulus Salam lebih memilih berpendapat bahwa khamr itu suci dikarenakan tidak kuatnya dalil yang menyatakan kenajisan khamr. Berikut ini petikan teksnya :

قيل: والعلة في تحريم بيع الثلاثة الأول هي النجاسة ولكن الأدلة على نجاسة الخمر غير ناهضة وكذا نجاسة الميتة والخنزير فمن جعل العلة النجاسة عدى الحكم على تحريم بيع كل نجس

Dikatakan bahwa illah dari diharamkannya jual beli tiga jenis pertama (khamr, bangkai dan babi) adalah karena ketiga benda itu merupakan benda najis, namun dalil-dalil mengenai kenajisan khamr adalah dalil-dalil yang tidak kuat, begitu juga dengan kenajisan bangkai dan babi, maka konsekuensi dari pendapat bahwa illah dalam masalah ini adalah karena kenajisannya adalah bahwa semua benda najis itu haram diperjual belikan.

والأظهر أنه لا ينهض دليل على التعليل بذلك بل العلة التحريم

pendapat yang kuat adalah bahwa dalil yang menunjukkan bahwa illahnya adalah najis itu lemah, sebab illah dari diharamkannya jual beli ini sebab benda-benda tersebut adalah benda-benda yang haram.[21]

Imam asy-Syaukani (w 1250 H) dalam kitabnya as-Sailul Jarar menyatakan menuliskan sebagai berikut :

أقول: ليس في نجاسة المسكر دليل يصلح للتمسك به أما الآية وهو قوله: {إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ} [المائدة: 90″ فليس المراد بالرجس هنا النجس بل الحرام

Menurutku : tidak ada dalil yang kuat untuk menyokong pendapat yang menyatakan kenajisan sesuatu yang memabukkan. Adapun ayat Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(Al-Maidah : 90). Kata rijsun disini bukan bermakna najis melainkan bermakna haram.[22]

E. Dalil-dalil Yang Menunjukkan Kenajisan Khamr

Para ulama yang menyatakan khamr itu najis mengambil dalil Al-Quran dan Al-Hadits. Dari Al-Quran para ulama mengambil dalil dari ayat 90 surah al-Maidah yang di dalamnya terdapat kata rijsun yang oleh para ulama dan para ahli bahasa arab diartikan sebagai sesuatu yang najis.[23] Begitu juga dengan firman Allah Ta’ala :

وَسَقَاهُمْ رَبُّهُمْ شَرَابًا طَهُورًا

Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Q.S. Al-Insan 21.

Menurut Syekh Muhammad Amin asy-Syinqiti (w 1393 H) : minuman yang dimaksud dari ayat ini adalah khamr. khamr di dunia tidak suci (najis) berbeda dengan khamr di akhirat yang suci dan dapat diminum hal tersebut dikarenakan terdapat hukum-hukum yang khusus untuk akhirat. Sebagaimana hukum meminum dengan gelas yang terbuat dari perak yang diharamkan di dunia namun dibolehkan di akhirat.[24]

Sedangkan Dalil yang berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam adalah sebagai berikut :

يانبي الله، إِن أرضنا أرض أهل كتاب وإنهم يأكلون لحم الخنـزير و يشربون الخمر، فكيف أصنع بآنيتهم وقدورهم؟ قال: إِن لم تجدوا غيرها فارحضوها واطبخوا فيها واشربوا.

Ya, Nabi Allah! Sesungguhnya negeri kami negeri ahli kitab, dan sesungguhnya mereka biasa memakan daging babi dan meminum khamr, maka apa yang harus aku perbuat dengan bejana-bejana mereka dan panci-panci mereka? Beliau menjawab,”Jika kamu tidak mendapatkan yang selainnya, maka cucilah dan masaklah dengannya dan minumlah.” (H.R. Ahmad)

Dari hadits ini kita dapat melihat bahwa Rasulullah S.A.W menyuruh sahabatnya untuk mencuci bekas bejana yang telah dipakai untuk memasak khamr dan babi.

F. Dalil-dalil Yang Menunjukkan kesucian khamr,

1. Dalil pertama

عن أنس رضي الله عنه كنت ساقي القوم في منزل أبي طلحة وكان خمرهم يومئذ الفضيخ فأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم مناديا ينادي ألا إن الخمر قد حرمت قال فقال لي أبو طلحة اخرج فأهرقها فخرجت فهرقتها فجرت في سكك المدينة فقال بعض القوم قد قتل قوم وهي في بطونهم فأنزل الله الآية { ليس على الذين آمنوا وعملوا الصالحات جناح فيما طعموا

Dari Anas Radhiyallahu Anhu, Aku pernah menjamu suatu kaum dengan minuman di rumah Abu Thalhah. Saat itu khmar mereka adalah Al Fadhikh (khamr yang terbuat dari buah kurma). Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan seorang penyeru untuk menyerukan bahwa khamar telah diharamkan. Anas berkata: Maka Abu Tholhah berkata, kepadaku: Keluar dan tumpahkanlah. Maka aku keluar lalu aku tumpahkan. Maka khamar mengalir di jalan-jalan kota Madinah. Kemudian sebagian kaum berkata; Telah wafat sebagian orang sedangkan di perut mereka masih ada khamar, maka Allah subhanahu wata’ala menurunkan firmanNya (Q.S Ali ‘Imran ayat 93 yang artinya): (Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu..(H.R Bukhari)

2. Dalil kedua

عن أنس بن مالك أنه قال كنت أسقي أبا عبيدة بن الجراح وأبا طلحة وأبي بن كعب شرابا من فضيخ وتمر فأتاهم آت فقال إن الخمر قد حرمت فقال أبو طلحة يا أنس قم إلى هذه الجرة فاكسرها فقمت إلى مهراس لنا فضربتها بأسفله حتى تكسرت

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu bahwa dia berkata, Saya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh dan Tamr (khamr yang terbuat dari kurma) kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan.” Lantas Abu Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana (khamr) ini.” Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.

Dari 2 hadist di atas menunjukkan akan kesucian khamr. Dimana dalam hadist tersebut para sahabat menumpahkan khamr di jalan dan di pasar-pasar. Seandainya saja khamr itu najis tentu para sahabat tidak akan menumpahkannya di jalan dan tentu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam melarang hal tersebut dan mereka akan diperintahkan untuk membuang khamr di selokan bukan di jalanan. Seperti halnya larangan buang hajat di jalanan. (H.R. Muslim)

3. Dalil ketiga

عن عبد الرحمن بْنِ وعْلَةَ السَّبَإِيِّ من أهل مصر أنه سأل عبد الله بنَ عباس عما يعصر من العنب فقال ابنُ عباس إِن رجلا أهدى لرسول الله صلى الله عليه وسلم راوية خمر فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم هل علمت أن الله قد حرمها قال لا فسار إِنسانا فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم بم ساررته فقال أمرته ببيعها فقال إن الذي حرم شربها حرم بيعها قال ففتح المزادة حتى ذهب ما فيها

Dari Abdurrahman bin Wa’lah as-Saba’i Rahimalullah dari penduduk Mesir, bahwa dia pernah bertanya kepada Abdullah bin Abbas Radhiyallahu Anhu tentang perasan anggur. Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu menjawab : Suatu ketika seorang laki-laki menghadiahkan sekantong khamr kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. beliau pun bersabda kepadanya: Belum tahukah kamu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengharamkannya? Laki-laki itu menjawab, “Belum.” Kemudian dia berbisik kepada orang yang ada di sampingnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: Apa yang kamu bisikkan kepadanya? dia menjawab, “Saya memerintahkan supaya menjualnya.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya Dzat yang mengharamkan untuk meminumnya juga mengharamkan untuk menjualnya.” Abu Sa’id melanjutkan, “Kemudian laki-laki tersebut membuka kantung khamr dan menumpahkan isinya semua. (H.R. Muslim)

Dalam hadist ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyuruh untuk mencuci bejana yang digunakan untuk menyimpan khamr, hal ini menunjukkan bahwasanya khamr tidaklah najis.

4. Dalil keempat

يَأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ إِنَّمَا ٱلخَمرُ وَٱلمَيسِرُ وَٱلأَنصَابُ وَٱلأَزلَٰمُ رِجس مِّن عَمَلِ ٱلشَّيطَٰنِ فَٱجتَنِبُوهُ لَعَلَّكُم تُفلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah ayat 90)

Dalam ayat ini berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah dan khamr disebutkan dalam satu susunan kalimat. Maka sebagaimana ketiganya tidaklah termasuk sesuatu yang najis maka khamr pun juga tidak jauh berbeda dengan ketiganya.[25]

5. Dalil kelima

Istishhabul Ashl

Menurut Imam ash-Shan’ani (w. 1182 H) asal sebuah benda itu suci sampai datangnya dalil yang menunjukkan kenajisannya. Karena pengharaman tidak serta merta menjadikan sesuatu benda menjadi najis seperti haramnya racun yang dipergunakan untuk membunuh namun racun tersebut tidaklah najis. Hal ini juga sama dengan khamr, dimana nash-nash telah menyatakan keharamannya namun tidak ada yang dengan jelas menyatakan kenajisannya. Maka itulah khamr ini dihukumi tidak najis, namun jika ada yang menyatakannya sebagai benda najis maka wajib baginya mendatangkan dalil kenajisannya.[26]

Wallahu a’lam bishshawab

[1]. Ibnu Mandzur, Lisanul ‘Arab maadah Khamra.

[2]. Fairuz Abadi, Kamus al-Muhith maadah khamra.

[3]. Mudawwanah Al-Kubra jilid 4 hal 523 cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah. An-Nawawi, Raudhatu at-Thalibin jilid 10 hal 168 cet. Al-maktab al-Islami. Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 9 hal 159 cet maktabah Al-Qahirah. Al-Buhuty,Kasysyafu al-Qinna’ jilid 6 hal 116. Cet Darul Fikr.

[4]. Ibnu abdin, Raddul Muhtar ‘Ala Durril Mukhtar jilid 5 hal 288. Cet Ihya At-Turats.

[5]. Ibnu abdin, Raddul Muhtar ‘Ala Durril Mukhtar jilid 5 hal 288. Cet Ihya At-Turats. Ibnu Qudamah, Al-Mughni jilid 9 hal 159 cet maktabah Al-Qahirah.

[6]. Al-‘Aini, al-Binayah Syarhu al-Hidayah. Jilid 1 hal 447. Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah. Ibnu Muflih, al-Mubdi’ Syarhu al-Mumti’. Jilid 1 hal 209. Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.

[7]. Al-Kasani, Badai’ as-Shanai’ fi Tartib As-Syarai’ – jiild 1, hal. 66. Cet Darul Kutub ‘Ilmiyah.

[8]. Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarhu kanz ad-Daqaiq jilid 6 hal 54.

[9]. Al-‘Aini, al-Binayah Syarhu al-Hidayah. Jilid 1 hal 447. Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.

[10]. Qadhi Abu Zadah, Majma’ al-Anhur fii Syarhi Multaqa al-Abhur jilid 1 hal 19 cet. Darul Ihya at-Turats.

[11]. Ibnu abdin, Raddul Muhtar ‘Ala Durril Mukhtar jilid 6 hal 449.

[12]. Al-Qarafi, Adz-Dzkhira jilid 1 hal 164.

[13]. ‘Illisy, Manhul Jalil Syarh Mukhtashar al-Khalil jilid 1 hal 42 cet. Darul fikr.

[14]. Asy-Syirazi, al-Muhadzdzab, jilid 1 hal 93. Cet. Darul Kutub ‘ilmiyah.

[15]. An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, jilid 2 hal 563. Cet. Darul Fikr.

[16]. Ibnu Qudamah, al-Mughni, jilid 9 hal 171. Cet. Maktabah al-Qahirah.

[17]. Ibnu Muflih, al-Mubdi’ Syarhu al-Mumti’. Jilid 1 hal 209. Cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.

[18]. Al-Mardawi, al-Inshaf fii Ma’rifati ar-Rajih Minal Khilaf, jilid 1 hal 318. Cet Ihya at-Turats al-‘Arabi.

[19]. Al-Qurtubi, al-Jami’ li Ahkami al-Quran, jilid 6 hal 288. Cet. Darul Kutub al-Mishriyah.

[20]. An-Nawawi, al-Majmu’ Syarhu al-Muhadzdzab, jilid 2 hal 563. Cet. Darul Fikr.

[21]. Ash-Shan’ani, Subulus Salam, jilid 2 hal 4. Cet. Darul Hadits.

[22]. Asy-Sayukani, as-Sailul Jarar, jilid 1 hal 25. Cet. Daar Ibnu Hazm.

[23]. Ibnu Faris, Mu’jam Maqayisi al-Lughah, maadah rajasa jilid 2 hal 490. Cet. Darul Fikr yang ditahqiq oleh Abdus Salam Muhammad Harun.

[24]. Asy-Syinqitthi, Adwa Al-Bayan fi Idhah Al-Qur’an bil Quran. Jilid 8 hal 397. Cet. Darul Fikr Beirut.

[25]. Ibnu ‘Utsaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin. Jilid 11 hal 188.

[26]. Ash-Shan’ani, Subulus Salam. Jilid 1 Hal 49. Cet Darul Hadits.

 



Judul lain :

Sahkah Sholat Di Belakang Imam Yang Fasik?
Faisal Reza
Apakah Khamr Itu Najis?
Faisal Reza
Sunahkah Mengumandangkan Adzan Saat Menguburkan Jenazah?
Faisal Reza
Bolehkah Seorang Wanita Haid Membaca Al-Quran?
Faisal Reza
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia