FIKRAH

Jika Hibah kepada Anak maka Berlakulah Adil

Jika Hibah kepada Anak maka Berlakulah Adil

by. Hanif Luthfi, Lc., MA
Jika hibah kepada anak, maka Nabi Muhammad memerintahkan untuk adil terhadap mereka. Nabi tak mau menjadi saksi atas kedzaliman.

Ada satu hal yang penting diperhatikan dalam bab hibah kepada anak. Nabi mengharuskan adil dalam hibah kepada anak.

1. Hadits Adil dalam Hibah

Sebagaimana dalam hadits yang cukup panjang dari Nu'man bin Basyir:

 عَنْ النُّعْمَانِ قَالَ: سَأَلَتْ أُمِّي أَبِي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ فَوَهَبَهَا لِي، فَقَالَتْ: لاَ أَرْضَى حَتَّى أُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَأَخَذَ أَبِي بِيَدِي وَأَنَا غُلاَمٌ، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أُمَّ هَذَا ابْنَةَ رَوَاحَةَ طَلَبَتْ مِنِّي بَعْضَ الْمَوْهِبَةِ، وَقَدْ أَعْجَبَهَا أَنْ أُشْهِدَكَ عَلَى ذَلِكَ، قَالَ: يَا بَشِيرُ، أَلَكَ ابْنٌ غَيْرُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَوَهَبْتَ لَهُ مِثْلَ مَا وَهَبْتَ لِهَذَا؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَلاَ تُشْهِدْنِي إِذًا، فَإِنِّي لاَ أَشْهَدُ عَلَى جَوْرٍ

Dari an-Nu’man (bin Basyir), beliau Radhiyallahu anhu berkata, “Ibu saya meminta hibah kepada ayah, lalu memberikannya kepada saya. Ibu berkata, ‘Saya tidak rela sampai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi saksi atas hibah ini.’ Maka ayah membawa saya –saat saya masih kecil- kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, ibunda anak ini, ‘Amrah binti Rawahah memintakan hibah untuk si anak dan ingin engkau menjadi saksi atas hibah.’ Maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Basyir, apakah engkau punya anak selain dia?’ ‘Ya.’, jawab ayah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, ‘Engkau juga memberikan hibah yang sama kepada anak yang lain?’ Ayah menjawab tidak. Maka Rasûlullâh berkata, ‘Kalau begitu, jangan jadikan saya sebagai saksi, karena saya tidak bersaksi atas kezhaliman.’ ” (HR. al-Bukhâri)

Dalam riwayat lain disebutkan dengan redaksi:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ أَبَاهُ أَتَى بِهِ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي نَحَلْتُ ابْنِي هَذَا غُلَامًا كَانَ لِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَهُ مِثْلَ هَذَا؟» فَقَالَ: لَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَارْجِعْهُ» (صحيح مسلم، 3/ 1241)

Dari Nu'man bin Basyir dia berkata, Suatu ketika ayahnya membawa dia menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata, Sesungguhnya saya telah memberi anakku ini seorang budak milikku. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: Apakah setiap anakmu kamu beri seorang budak seperti dia? Ayahku menjawab, Tidak. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Kalau begitu, ambillah kembali. (HR. Muslim).

Dalam redaksi lain disebutkan:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: تَصَدَّقَ عَلَيَّ أَبِي بِبَعْضِ مَالِهِ، فَقَالَتْ أُمِّي عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ: لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «اتَّقُوا اللهَ، وَاعْدِلُوا فِي أَوْلَادِكُمْ»، فَرَجَعَ أَبِي، فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ (صحيح مسلم، 3/ 1242)

Dari An Nu'man bin Basyir dia berkata, Ayahku pernah memberikan sebagian hartanya kepadaku, lantas Ummu 'Amrah binti Rawahah berkata, Saya tidak akan rela akan hal ini sampai kamu meminta Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sebagai saksinya. Setelah itu saya bersama ayahku pergi menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk memberitahukan pemberian ayahku kepadaku, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: Apakah kamu berbuat demikian kepada anak-anakmu? dia menjawab, Tidak. Beliau bersabda: Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anakmu. Kemudian ayahku pulang dan meminta kembali pemberiannya itu. (HR. Muslim).

Dalam redaksi lain disebutkan:

عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: انْطَلَقَ بِي أَبِي يَحْمِلُنِي إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، اشْهَدْ أَنِّي قَدْ نَحَلْتُ النُّعْمَانَ كَذَا وَكَذَا مِنْ مَالِي، فَقَالَ: «أَكُلَّ بَنِيكَ قَدْ نَحَلْتَ مِثْلَ مَا نَحَلْتَ النُّعْمَانَ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي»، ثُمَّ قَالَ: «أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا إِلَيْكَ فِي الْبِرِّ سَوَاءً؟» قَالَ: بَلَى، قَالَ: «فَلَا إِذًا» )صحيح مسلم، 3/ 1243)

Dari An-Nu'man bin Basyir dia berkata, Ayahku pernah membawaku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ayahku lalu berkata, Wahai Rasulullah, saksikanlah bahwa saya telah memberikan ini dan ini dari hartaku kepada Nu'man. Beliau bertanya: Apakah semua anak-anakmu telah kamu beri sebagaimana pemberianmu kepada Nu'man? Ayahku menjawab, Tidak. Beliau bersabda: Mintalah saksi kepada orang lain selainku. Beliau melanjutkan sabdanya: Apakah kamu tidak ingin mereka berbakti kepadamu dengan kadar yang sama? ayahku menjawab, Tentu. Beliau bersabda: Jika begitu, janganlah lakukan perbuatan itu lagi. (HR. Muslim).

Dari beberapa hadits diatas, disimpulkan bahwa hibah kepada anak ini harus adil.

Hanya saja para ulama berbeda pendapat tentang harus adil disini, apakah harus itu maksudnya wajib atau sunnah? Jika sudah terlanjut diberikan kepada anak tapi tak adil, apakah hibahnya sudah terjadi dan sah atau tidak sah?

Ibnu Rusyd (w. 595 H) menyebutkan:

وَأما هبة جَمِيع مَاله لبَعض وَلَده دون بعض أَو تَفْضِيل بَعضهم على بعض فِي الْهِبَة فمكروه عِنْد الْجُمْهُور وَإِن وَقع جَازَ، وَرُوِيَ عَن مَالك الْمَنْع وفَاقا للظاهرية. [1]

Adapun menghibahkan seluruh hartanya untuk sebagian anaknya tanpa yang lainnya, atau melebihkan bagian yang lain dari yang lainnya maka hukumnya adalah makruh menurut jumhur ulama, namun sah saja jika telah terjadi. Dan disebutkan dari pendapat imam Malik sesuai dengan pendapat Dzahiriyah tentang larangan hal tersebut.

2. Hukum Adil dalam Hibah

Menurut mayoritas ulama, tidak adil dalam hibah itu makruh. Jika sudah terlanjut dihibahkan, maka hihab itu sudah terjadi dan sah. Jika dosa, maka yang menanggung adalah pemberinya. Adapun menurut riwayat dari Imam Malik dan Dzahiriyyah, adil dalam hibah itu wajib.

Imam as-Syairazi as-Syafi'i (w. 476 H) menyebutkan:

والمستحب أن لا يفضل بعض أولاده على بعض في الهبة[2]

Sunnahnya jika memberi hibah kepada anak itu tak dibedakan satu dengan lainnya.

3. Maksud Adil

Mayoritas ulama menyebutkan bahwa adil dalam hibah itu maksudnya sama rata, baik laki-laki maupun perempuan.[3]

Ibnu Rusyd (w. 595 H) menyebutkan:

وَالْعدْل هُوَ التَّسْوِيَة بَينهم وَقَالَ ابْن حَنْبَل للذّكر مثل حَظّ الْأُنْثَيَيْنِ.[4]

Adil dalam hibah disini adalah kesamaan jatah di antara mereka (baik anak laki-laki maupun perempuan), Adapun Ahmad bin Hanbal mengatakan (tentang pembagian hibah untuk anak) adalah bagi laki-laki seperti dua perempuan. (sebagaimana dalam waris).

Menurut mayoritas ulama, adil dalam hibah itu laki-laki dan perempuan sama. Hal itu berbeda menurut Ahmad bin Hanbal, bahwa adil dalam hibah itu seperti waris, yaitu laki-laki mendapatkan 2 bagian perempuan.[5]

4. Jika Sudah Hibah tapi tak Adil

Menurut para ulama yang berpendapat bahwa adil dalam hibah terhadap anak itu sunnah, jika hibah orang tua kepada anak itu tak adil maka hibahnya tetap dianggap sah.

Imam as-Syairazi as-Syafi'i (w. 476 H) menyebutkan:

فإن فضل بعضهم بعطية صحت العطية لما روي في حديث النعمان أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "أشهد على هذا غيري" فلو لم يصح لبين له ولم يأمره لأن يشهد عليه غيره[6]

Jika hibah terhadap anak itu tak adil, salah satunya mendapatkan bagian lebih banyak maka hibahnya tetap sah. Sebgaimana hadits an-Nu'man diatas bahwa Nabi bersabda: Carilah saksi selainku. Jika hibah itu dianggap tak sah, maka Nabi pastinya menjelaskan hal itu dan tak menyuruhnya untuk mencari saksi lain.

 


[1] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, juz 4, hal. 113

[2] Abu Ishaq as-Syairazi (w. 476 H), al-Muhaddzab, juz 2, hal. 333

[3] Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, , juz 2, hal. 4012

[4] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, juz 4, hal. 113

[5] Ibnu qudamah (w. 620 H), al-Mughni, juz 5, hal. 604

[6] Abu Ishaq as-Syairazi (w. 476 H), al-Muhaddzab, juz 2, hal. 333



Judul lain :

Qunut Shubuh : Al-Albani VS Ibnul Qayyim
Hanif Luthfi, Lc., MA
Antara Kitab Fiqih Sunnah dan Shahih Fiqih Sunnah
Hanif Luthfi, Lc., MA
With Us Or Against Us : Corak Fiqih Baru?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Menghukumi atau Menghakimi: Corak Fiqih Baru?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Shubuh Wajib Berhenti
Hanif Luthfi, Lc., MA
Puber Religi?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Tantangan Qawaid Fiqhiyyah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Mata Kaki Harus Menempel?
Hanif Luthfi, Lc., MA
As-Syathibi: Pakar Bid'ah yang Dituduh Ahli Bid'ah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kartubi : Lahir Hidup dan Wafat di Jawa
Hanif Luthfi, Lc., MA
Serupa Tapi Tak Sama: Nama-Nama Ulama bag. 1
Hanif Luthfi, Lc., MA
Serupa Tapi Tak Sama: Nama-Nama Ulama bag. 2
Hanif Luthfi, Lc., MA
Menyadarkan Muqallid
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ustadz Jadi Apa?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Sejarah Perjalanan Ilmu Hadits (bag.1)
Hanif Luthfi, Lc., MA
Sejarah Perjalanan Ilmu Hadits (bag. 2)
Hanif Luthfi, Lc., MA
Khilafiyah Dalam Menshahihkan dan Mendhaifkan Hadits: Sebuah Keniscayaan
Hanif Luthfi, Lc., MA
Khilafiyah Dalam Menshahihkan dan Mendhaifkan Hadits: Sebuah Keniscayaan (bag. 2)
Hanif Luthfi, Lc., MA
Model Penulisan Kitab Hadits
Hanif Luthfi, Lc., MA
Jika Dhaif Suatu Hadits
Hanif Luthfi, Lc., MA
Sujud Dengan Tangan atau Lutut: Khilafiyyah Abadi
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ulama Dikenal Karena Tulisannya
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ka Yauma atau Ka Yaumi?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Why: Siapa untuk Bertanya Kenapa
Hanif Luthfi, Lc., MA
Hari yang Meragukan
Hanif Luthfi, Lc., MA
Bener tapi Kurang Pener
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kiat-kiat Shalat di Kereta Api
Hanif Luthfi, Lc., MA
Beasiswa Abu Hanifah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Imam At-Thabari Yang Terdzalimi
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kenapa Imam At-Thabari Didzalimi? (bag. 2)
Hanif Luthfi, Lc., MA
Sudah Belajar Ushul Fiqih Tetapi Masih Taqlid
Hanif Luthfi, Lc., MA
Meletakkan Tangan Diatas Dada Bukan Pendapat Ulama Madzhab Empat
Hanif Luthfi, Lc., MA
Letak Bersedekap Ketika Shalat: Sebab Perbedaan dan Dalilnya
Hanif Luthfi, Lc., MA
Benarkah Ishaq bin Rahawaih Meletakkan Tangan Diatas Dada Saat Shalat?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Hadits Nabi Bisa Jadi Menyesatkan
Hanif Luthfi, Lc., MA
Proses Pensyariatan Puasa Ramadhan
Hanif Luthfi, Lc., MA
Bolehkah Bagi Musafir, Shalat Jum'at Dijama' Dengan Shalat Ashar?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Shalat Jum'at Tidak Ditempat yang Biasa Disebut Masjid, Bolehkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Madzhab Fiqih Ahli Hadits
Hanif Luthfi, Lc., MA
Apa Saja Kitab Fiqih Madzhab Ahli Hadits?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Apakah Ada Hadits Dhaif dalam Musnad Ahmad?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Apakah Benar Bahwa Shalat Tarawih Lebih Dari 11 Rakaat Adalah Bid'ah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Dalil-Dalil yang Dipakai Dalam Membid'ahkan Tarawih Lebih 11 Rakaat
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kekurangtepatan Terhadap Pemahaman Pernyataan Ulama Terkait Harus 11 Rakaat
Hanif Luthfi, Lc., MA
Wiridan dan Hizib Ibnu Taimiyyah al-Hanbali (w. 728 H)
Hanif Luthfi, Lc., MA
Bertanyalah Dalil Kirim Pahala al-Fatihah Kepada Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)!
Hanif Luthfi, Lc., MA
Susahnya Mengamalkan Hukum Waris Islam di Indonesia
Hanif Luthfi, Lc., MA
Siapakah yang Disebut Anak Yatim?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ziarah Kubur Nabi itu Haram Menurut Madzhab Hanbali, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
As-Shalatu Jamiatun atau as-Shalata Jamiatan, Mana Yang Benar?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Memahami Persoalan itu Setengah dari Jawaban
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kuis Bidah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Menuduh Kyai Ibnu Taimiyyah Klenik
Hanif Luthfi, Lc., MA
Taklid Bagi Orang Awam
Hanif Luthfi, Lc., MA
Menomori Hadits Bukan Tradisi Ulama Salaf
Hanif Luthfi, Lc., MA
MIL U atau MIL A?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Kuburiyyun dan Anti Kuburan
Hanif Luthfi, Lc., MA
Jika Hibah kepada Anak maka Berlakulah Adil
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ilmu Cocokologi al-Qur’an
Hanif Luthfi, Lc., MA
Mencium Tangan Kyai, Sunnah Siapa?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Menikahi Wanita Ahli Kitab, Halalkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Berjamaah di Rumah, Samakah Fadhilahnya?
Hanif Luthfi, Lc., MA
7 Amalan Pahalanya Setara Ibadah Haji dan Umrah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Puasa Ayyam al-Bidh Khusus Bulan Dzulhijjah
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ayah Mertua Menikahi Ibu Kandung Menantu, Bolehkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Bahaya Takhbib
Hanif Luthfi, Lc., MA
Membaca Biaografi Ulama Menurunkan Rahmat, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Antara Albani dan Ibnu Qayyim Tentang Ziarah Kubur Hari Jumat
Hanif Luthfi, Lc., MA
Ibnu Taimiyyah Memotong Pernyataan Syeikh Abdul Qadir al-Jilani tentang Makna Istiwa, Benarkah?
Hanif Luthfi, Lc., MA
Jadwal Shalat DKI Jakarta 29-4-2024
Subuh 04:35 | Zhuhur 11:52 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:51 | Isya 19:00 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia