Tetangga saya dulu ada yang jadi mantan ABRI, ada juga mantan petinju, mantan guru, mantan dosen dan ada juga mantan pemain bola atau mantan artis.
Tetagga saya yang rumahnya paling pojok itu mantan orang kaya. Konon dulu diriya pernah jadi orang kaya, tetapi sekarang sudah jadi orang miskin. Maka saat awal mula kenalan, beliau sendiri memperkenalkan diri sebagai mantan orang kaya.
Bang Maman yang kerjaannya sekarang jadi sopirnya bu haji, pernah cerita bahwa dulu dia pernah hidup di dunia gelap, alias jadi preman. Kerjaannya menculik anak kecil dan minta tebusan. Tetapi sekarang dia sudah insaf dan jadi orang baik-baik, rajin ke masjid dan majelis taklim. Bang Maman dikenal dulunya sebagai mantan preman.
Orang yang bercerai dengan istrinya dan sudah habis masa iddahnya, kalau bertemu lagi sudah tidak halal. Karena wanita itu sudah jadi mantan istri.
Tetapi saya hampir tidak pernah kenal dengan orang yang berstatus mantan ustadz. Biasanya sekali jadi ustadz, seterusnya dia akan tekun jadi ustadz sampai akhir hayatnya. Semakin tua malah semakin jadi ustadz senior. Ibarat kelapa, makin tua makin kental santannya.
Namun meski demikian, ternyata setelah saya ingat-ingat, ada dua orang yang saya kenal baik dan ternyata kedua saat ini sudah jadi mantan ustadz.
Setidaknya, itulah pengakuannya mereka sendiri.
Mantan ustadz yang pertama berhenti jadi ustadz karena sudah taubat.
Maksudnya?
Ya, benar-benar taubat jadi ustadz. Soalnya beliau merasa zalim dan menipu banyak orang dengan mengaku-ngaku jadi ustadz. Selama jadi ustadz itu beliau sempat tersohor, ceramah kesana kemari, pagi sore, siang, malam.
Tetangga menyebutnya ustadz Simatupang, alias siang malam tunggu panggilan.
Wajar saja, karena awalnya ustadz ini seorang motivator yang piawai dengan atraksi panggungnya. Mungkin karena banyak saingan, akhirnya dia mengangkat diri jadi ustadz.
Kalau pas lagi banyak proyek trainning motivasi, dia jadi motivator keren. Kalau pas lagi sepi, dia jadi ustadz dan berlagak bagaikan wali songo dengan segala atribut sorban melingkar.
Lalu apa yang membuatnya taubat jadi ustadz?
Suatu ketika dia diminta berceramah di sebuah majelis taklim. Rupanya salah alamat, ternyata peserta majelis taklim itu para santri senior yang sudah melek kitab-kitab kuning. Sewaktu ustadz ini ceramah, santri sibuk mencatat dengan antusias. Tentu sang ustadz merasa bangga materinya dicatat dengan rajin.
Ternyata giliran dibuka faorum tanya jawab, semua peserta mempertanyakan dalil dan logika istinbath hukum yang tadi disampaikan. Bukan itu saja, malah dipertentangkan dengan kitab-kitab rujukan yang muktamad dari para fuqaha.
Spontan si ustadz yang memang tidak pernah belajar ilmu syariah itu diam seribu bahasa. Bahkan kekeliruan dalam menyitir hadits pun ikut juga jadi bahan pertanyaan. Sampai pulang ke rumah, si ustadz diam seribu bahasa.
Semua pertanyaan peserta itu benar-benar jadi pukulan telak seumur hidupnya.
Seumur-umur belum pernah dia mendapatkan pertanyaan model TKO seperti ini. Dan ketika diundang lagi untuk pengajian selanjutnya, dia tidak pernah berani datang lagi.
Dan kisah itu diceritakannya kepada saya sambil bertekad untuk berhenti jadi ustadz. Dan sekarang dia sudah jadi mantan ustadz.
Mantan ustadz yang kedua sebenarnya merupakan pengakuan yang bersangkutan sendiri kepada saya. Dulu beliau ustadz muda yang sangat aktif di berbagai majelis ilmu. Murid majelis taklimnya amat banyak, mulai dari remaja, dewasa, orang tua, ibu-ibu sampai anak-anak.
Memang ustadz kita ini bisa dibilang ustadz sejuta umat. Malah istrinya perah bilang ke saya bahwa beliau itu ustadz sejuta rupiah. Kultum lima menit dapat amplop sejuta rupiah. Lumayan, sebab waktu itu uang sejuta masih tinggi nilainya.
Sayangnya beliau saat ini sudah tidak lagi menekuni profesi ustadznya. Beliau sudah terlalu sibuk dengan urusan politiknya, berhubung ustadz kita ini jadi caleg dan memang semua waktunya terkuras habis. Akibatnya, semua pengajiannya ditinggalkannya, demi dakwah yang lebih luas lagi. Begitu beliau bilang dahulu.
Maka resmilah ustadz kita pensiun dari dunia majelis taklim, kehidupannya tidak lagi dikelilingi orang alim, kesibukannya yang amat padat membuatnya melepaskan semua pengajian yang selama ini dibinanya.Tetapi lama-lama beliau jenuh juga main-main di dunia poitik. Sebab yang tertanam di dalam tubuhnya adah DNA seorang ustadz. Beliau juga mengeluh dan suka membanding-bandingkan, kalau waktu jadi ustadz dulu, semua orang menghormati, dan tiap ketemu orang pasti pada cium tangan. Tetapi ketika sudah jadi wakil rakyat, tiap ketemu orang pada buang muka sambil menggunjingkan kehidupan pribadinya.
Lama-lama ustadz kita ini pun bisulan juga. Tidak tahan dengan kehidupan hedonis para selebriti panggung politik, badut-badut birokrasi dan pelawak-pelawak demokrasi.
Dan saat bertemu saya dia mengeluh, beliau amat merindukan hidup di dunia yang islami, penuh dengan berkah dan doa. Beliau bilang betapa tidak enaknya jadi mantan ustadz.
Glek!!