Salah satu celah yang sering dibidik oleh musuh-musuh fiqih dari kalangan orientalis yang licik adalah perolehan kaum hawa atas harta warisan yang selalu lebih sedikit dari perolehan kaum Adam. Sayangnya, Kritik yang tidak ilmiah ini cukup banyak diikuti oleh mereka yang tidak belajar fiqih secara mendalam. Bahkan termasuk mereka yang mengaku insan akademis muslim sendiri.
Memang pandangan bahwa wanita mendapatkan lebih sedikit dalam hal warisan tidak sepenuhnya salah. Dalam beberapa kasus yang jumlahnya tidak seberapa, Al Qur’an memang menjadikan bagian perempuan lebih kecil daripada bagian laki-laki. Hal tersebut sebagaimana sudah dijelaskan dalam Alquran surat An Nisa’ ayat 11;
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. . .” (Qs. An Nisa’ :11).
Akan tetapi pandangan ini akan menjadi salah jika hal tersebut dianggap secara mutlak. Karena faktanya, perolehan lebih sedikit itu hanya terjadi dalam beberapa kasus saja.
Jika ditelusuri dan dikaji lagi, ternyata akan didapatkan banyak kasus dalam warisan yang membuktikan bahwa perempuan lebih banyak mendapatkan bagiannya dibandingkan laki-laki.
Hikmah Lebih Sedikit
Perolehan wanita yang lebih sedikit itupun bukanlah tanpa hikmah dan tujuan. Salah satu hikmah yang bisa kita dapatkan dari konsep pembagian waris semacam ini adalah adanya keadilan.
Sebab dalam Islam, kaum laki-laki adalah kaum yang memikul tugas untuk menaggung beban nafkah keluarga. Sehingga kalaupun ia mendapatkan warisan, akhirnya harta itupun akan kembali kepada keluarganya yang diantara mereka tentu ada perempuan. istri misalnya.
Sedangkan kaum perempuan, jika mereka mendapatkan harta warisan, maka harta tersebut seratus persen murni menjadi hak mereka yang boleh-boleh saja mereka belanjakan semau mereka. Jika mereka bersuami, suami mereka sama sekali tidak memiliki hak dan wewenang apapun terhadap harta istrinya itu.
Pembagian warisan pada masa jahiliyah
Kalau kita menengok sejarah pada masa jahiliyah, justru merekalah yang mendholimi para perempuan karena mereka membagi harta warisan itu semaunya sendiri.
Pada zaman jahiliyah, harta warisan tidak dibagikan kepada perempuan dan anak kecil, akan tetapi warisan itu diberikan kepada anak laki-lakinya yang sudah besar. Jika tidak ada, maka diberikan kepada saudara laki-lakinya, jika tidak ada pula maka akan diberikan kepada pamannya, dengan alasan karena merekalah yang ikut berperang dan mengambil ghanimah (harta rampasan perang).
Selain membagi warisannya kepada laki-laki saja, orang jahiliyah mewariskan hartanya karena sumpah dan perjanjian. Misalnya: si A membuat perjanjian kepada temannya si B yang sudah dianggapnya seperti saudara sendiri, berjanji akan saling mewarisi, jika si A meninggal maka si B berhak mendapatkan harta warisan dari si A, meski dari segi nasab mereka tidak ada hubungan keluarga.
Namun gelapnya aturan yang penuh kedhaliman itu terhapus oleh cahaya syari’at islam tentang warisan. Islam datang dengan penjelasan sangat rinci mengenai konsep pembagian warisan, dengan penjelasan yang cukup mendetail, yang itu bisa kita baca dalam Alqur’an surat An Nisa’ ayat: 7, 11, 12, dan 176
Dan hadirnya syari’at islam inilah kedhaliman jahiliyah itu runtuh dan tegaklah keadilan bagi umat islam.
Konsep Pembagian Waris Untuk Perempuan
syari’at Islam mengatur perkara warisan dengan adil. jika ada yang mengatakan bahwa bagian perempuan lebih kecil dari bagian laki-laki itu memang benar, seperti yang tertera dalam surat An Nisa’ ayat 11.
Tapi perlu diketahui bahwa dalam pembagian waris, bagian perempuan tidak selalu yang lebih sedikit dari bagian waris laki-laki. Ada kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan pembagian warisan bagi perempuan sama besarnya dengan bagian waris laki-laki.
Bahkan dalam kondisi tertentu, bagian waris perempuan bisa lebih banyak dibandingkan dengan bagian laki-laki.
Bagian Perempuan Lebih Sedikit; Hanya ada Empat Kasus
Adapun kasus perempuan yang mendapatkan bagian lebih sedikit dibanding laki-laki hanya ada 4 kasus saja, yaitu:
a. apabila terdapat anak perempuan dan laki-laki, maka anak perempuan mendapatkan setengah dari bagian laki-laki.
b. apabila terdapat ayah dan ibu pewaris, sedangkan dia tidak mempunyai keturunan, dan juga tidak mempunyai istri atau suami maka ibu mendapatkan 1/3, dan sisanya adalah bagian ayah.
c. apabila terdapat saudara dan saudari kandung dari pewaris, dan dia tidak memiliki anak dan orang tua. maka saudari kandung mendapatkan 1/3 dan sisanya 2/3 untuk saudara laki-lakikandung. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat An Nisa’ ayat 176.
d. apabila terdapat saudara laki-laki sebapak, dan saudari perempuan sebapak, dan jika pewaris tidak memiliki saudara kandung, anak, dan orang tua. maka saudari perempuan 1/3 dan sisanya 2/3 untuk saudara laki-laki sebapaknya.
Bagian Perempuan Lebih Banyak
Setelah mempelajari lebih mendalam, ternyata didapati bahwa dalam konsep pembagian waris, Fiqih Islam cukup menyayangi kaum wanita. Hal ini setidaknya bisa kita lihat dari dua sisi. Pertama, lebih banyaknya kaum perempuan dari pada laki-laki dalam posisi Ashabul Furudh. Kedua, Kasus-kasus yang terjadi justru memperlihatkan bahwa kaum perempuan lebih banyak punya potensi mendapatkan waris lebih besar dari laki-laki.
Pertama, Ashabul furudh banyak dari perempuan
Dalam islam, ahli waris dikelompokkan menjadi dua, ashabul furudh dan ‘ashobah.
Ashabul furudh adalah orang-orang yang mendapatkan bagian hak waris yang sudah ditentukan oleh syari’at. sedangkan ‘ashobah adalah ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya.
Dalam pembagiannya, Ashabul furudh harus didahulukan haknya daripada ahli waris dari ‘ashobah, artinya jika ashabul furudh sudah mendapatkan bagiannya masing-masing dan masih ada sisa harta warisannya, maka baru dibagikan kepada ‘ashobah.
Dalam Alqur’an disebutkan bahwa ashabul furudh berjumlah 12 orang, 8 dari perempuan, yaitu: ibu, nenek, istri, anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan seibu. 4 dari laki-laki, yaitu: ayah, kakek, suami, dan saudara laki-laki seibu.
Bagian terbesar dalam warisan adalah2/3, dan ahli waris yang mendapatkan jatah 2/3 itu semuanya perempuan, yaitu 2 anak perempuan atau lebih, 2 saudara perempuan kandung atau lebih, 2 saudara perempuan sebapak atau lebih, 2 saudara perempuan seibu.
Ini merupakan bukti bahwa islam tidak mendiskriminasi perempuan, karena islam telah menetapkan banyak ashabul furudh dari perempuan yang mana hak ashabul furudh itu harus didahulukan dibandingkan dengan ‘ashobah.
Kedua, Kasus-kasus Perempuan memperoleh lebih besar
Adapun kasus bagian perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki ada 14 kasus, diantaranya:
1. apabila seseorang wafat meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka anak perempuannya mendapatkan hak 1/2 bagian, sedangkan suami mendapatkan 1/4. Karena pewaris mempunyai keturunan.
2. apabila seseorang wafat meninggalkan suami dan 2 anak perempuan, maka suami mendapatkan 1/4 dan 2 anak perempuan mendapatkan 2/3 (masing-masing 1/3)
3. apabila seseorang wafat meninggalkan suami, ayah, ibu dan 2 anak perempuan. Maka suami mendapatkan 1/4, ayah 1/6, ibu 1/6 dan 2/3 untuk 2 anak perempuan.
4. apabila seseorang wafat meninggalkan suami, 2 saudara perempuan kandung dan ibu. Maka suami mendapakan 1/2, 2/3 untuk 2 anak saudara perempuan kandung dan 1/3 untuk ibu.
Ini hanya contoh kasus yang menerangkan bahwa salah satu kondisi perempuan dalam hak warisannya, bahwa perempuan lebih banyak daripada bagian laki-laki.
Wa Allahu a’lam bis showab