FIKRAH

Hanya Tahu Hak dan Lupa Kewajiban

Hanya Tahu Hak dan Lupa Kewajiban

by. Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Baik karena ketidaktahuan kita perihal ilmu tentang bagaimana pembagian waris dalam Islam, maupun mental yang kadang terlalu bersemangat melihat harta waris peninggalan al-marhum. Kedua hal ini semuanya buruk, bahkan kalau boleh menyimpul inilah dua sebab utama yang kadang membuat ribut dalam sebuah keluarga besar.

Urusan harta memang sangat sensitif, lawan kadang jadi teman, teman kadang menjadi lawan, yang bukan saudara tiba-tiba seakan menjadi saudara, dan parahnya sesama saudara kadang malah menjadi musuh utama. Padahal terkadang secara nominal nilainya sangat kecil, tapi ledakannya bisa sampai memutuskan hubungan kekeluargaan, walaupun sebenarnya hubungan kekeluargaan sama sekali tidak bisa diputus. Na’udzubillah.

Dalam urusan harta waris umumnya kita semua bermasalah. Baik karena ketidaktahuan kita perihal ilmu tentang bagaimana pembagian waris dalam Islam, maupun mental yang kadang terlalu bersemangat melihat harta waris peninggalan al-marhum. Kedua hal ini semuanya buruk, bahkan kalau boleh menyimpul inilah dua sebab utama yang kadang membuat ribut dalam sebuah keluarga besar.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan:

تَعَلَّمُوا الفَرَائِضَ وَعَلِّمُوْهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ العِلْمِ وَإِنَّهُ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ مَا يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي

“Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. Dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

Ini adalah salah satu cabang keilmuan yang secara khsusus diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kita pelajari, minimal kita mengerti dasar-dasarnya tanpa harus mengerti detail seluruhnya. Alangkah indahnya jika ada satu orang saja disetiap rumah-rumah kita dinegri ini yang faham dan mengerti masalah ini.

agaknya selain dari menyiapkan harta untuk anak dan keluarga agar mereka hidup bahagia nanti setelah orang tua meninggal, perlu juga kiranya para orang tua menyiapkan ilmu agar anak keturunannya tidak ribut gara-gara harta yang ditinggalkan, agar harta yang ditinggalkan menjadi salah satu faktor yang membuat mereka bahagia bukan malah sebaliknya.

Sahabat Umar bin Khattab juga tak salah dalam mengingatkan, beliau berpesan hendaknya ilmu waris ini dipelajari sebagaimana kita mempelajari Al-Quran. Miris juga kadang mendengarnya sekarang bahwa terkadang les musik lebih menjadi pavorit ketimbang belajar ilmu agama secara umum, apalagi belajar ilmu waris yang katanya sulit, khususnya sulit mencari gurunya, sulit pula mencari muridnya.

Ada juga kesan bahwa seakan-akan pembagian waris yang Allah swt dan rasulNya atur dalam Al-Quran dan sunnah ini dinomerduakan, dengan alasan bahwa mereka sudah sepakat membaginya berdasarkan apa yang mereka sepakati. Akhirnya semakin hari ilmu waris ini tidak terpakai, dan pada ujungnya ilmu ini dilupakan dan hilang.

Padahal Allah swt mengingatkan bahwa aturan pembagian harta waris harusnya diikuti dan ditaati dengan baik, artinya ilmu ini harusnya dipakai dan bukan hanya menjadi sebuah teori yang akhirnya mati tak berguna sama sekali.

تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar” (QS. An-Nisa: 13)

Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya jilid 5 hal. 81 menjelaskan bahwa kata hudud yang diartikan dengan batasan atau aturan maksudnya adalah batasan atau aturan dalam hal pembagian waris, karena ayat ini persis hadir setelah sebelum Allah swt dengan rinci menjelaskan perihal tatacara dan prosentase pembagian waris.

Taunya Hanya Hak

Dari sekian kasus yang pernah sampai kepada penulis ada kesan bahwa sebagian ahli waris utamanya dalam hal ini adalah anak pewaris baik laki-laki maupun perempuan terkesan hanya tahu dengan hak saja, maksudnya dia tahu bahwa setelah orang tuanya meninggal dunia dia punya hak atas harta orang tuanya.

Memang benar  adanya demikian, kadang mereka juga faham dengan kadiah bahwa anak laki-laki mendapat dua bagian dari anak perempuan, sesuai dengan firman Allah swt:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan”(QS. An-Nisa: 11)

Perihal itu mereka tahu, tapi perihal mengurus orang tua dan berbakti kepadanya ini kadang tanpa disadari terlupan. Terlebih ketika kondisi orang sudah tua dan berdiam dengan salah satu anaknya sedang anak yang lainnya terkesan abai.

Lupa Kewajiban

Diantara kewajiban yang harus terus diingat bahwa anak wajib berbakti kepada kedua orangtuanya, dan bahwa pada giliranya nanti anak wajib mengurus dan menafkahi orang tuanya terlebih pada saat keduanya lanjut usia. Dan nafkah yang dimaksud sama seperti nafkah yang dulu mereka berikan kepada kita, baik sandang, pangan, maupun papan.

Lebih lanjut agar kita lebih luas memahami masalah nafkah ini, berikut beberapa pendapat para ulama terkait siapa saja gerangan yang wajib kita nafkahi selain dalam hal hubugan keluarga:

1. Para ulama fikih dari madzhab Hanafi berpendapat bahwa kewajiban memberikan nafkah kepada keluarga tersebut meliputi; bapak (terus keatas), anak (terus kebawah), saudara, anak saudara, paman dan bibi (baik dari sebelah ayah maupun ibu), dengan syarat bahwa keluarga selain istri dan anak harus satu keyakinan/agama.

2. Para ulama dalam madzhab Maliki, seperti yang ditulis dalam Hasyiah Ad-dusuqi, jilid 2, hal. 522, sedikit menyempitkan makna keluarga yang wajib dinafkahi, mereka berpendapat bahwa keluarga yang wajib diberi nafkah hanya kedua ibu bapak dan anak yang langsung, tidak termasuk didalamnya kakek atau cucu, dan tanpa harus memberhatikan apakah satu keluarga ini satu keyakinan/agama atau tidak.

3. Dalam madzhab Syafi'i, Imam As-Syairozi dalam Al-Muhadzzab jilid 2 ha. 212 menjelaskan bahwa keluarga yang dimaksud adalah bapak (terus keatas) dan anak (terus kebawah). Pendapat ini hampir sama dengan pendapat para ulama madzhab Maliki, namun bedanya disini sedikit meluaskan cakupan bapak yang terus keatas, dan lebih meluaskan cakupan anak yang bisa terus kebawah. Beda halnya degan pendapat madzhab Maliki yang hanya membatas bapak dan anak saja.

4. Adapun dalam madzhab Hambali sangat meluaskan makna keluarga yang juga wajib diberi nafkah. Al-Mawardi dalam kitanya Al-Inshaf jilid 9, hal. 392-393 menyebutkan bahwa keluarga yang wajib diberi nafkah adalah bapak (terus keatas), anak (terus kebawah), dan seluruh keluarga yang termasuk dalam ahli warisnya, baik dia yang dalam waris mendapat bagian tertentu/fardh atau dia yang mendapat sisah/ashabah.

Dari penjelasan diatas ada titik temu antara pendapat para ulama dalam urusan menafkahi keluarga bahwa setiap ushul (bapak) wajib menafkahi furu (anak) dan kebalikannya juga bahwa setiap furu (anak) wajib menafkahi ushul (bapak). Karena pada dasarnya para suami itu menempati dua posisi, sesekali mereka adalah bapak dari anak-anaknya, dan dalam waktu yang bersamaan mereka adalah anak dari orang tuanya.

Dalm kaitannya ushul ke furu Allah swt berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf”

Pemaknaan ayah dalam ayat di atas diungkap dengan redaksi maulud lahu / anak yang terlahir untuknya, disebut ayah karena ada anak yang dilahirkan oleh istrinya, jika istri yang melahirkan anak ini saja wajib diberi nafkah, maka sudah langsung otomatis anak ini juga wajib dinafkahi.

 Ditambah dengan hadits Rasulullah saw kepada Hindun:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

“Ambillah apa yang cukup untuk mu dan untuk anakmu dengan ma’ruf’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dalam kaitannya furu (anak) menafkahi ushul (bapak) Allah swt berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Isra: 23)

Dan termasuk dalam katagori ihsan/berbuat baik adalah menafkahi keduanya terlebih disaat mereka sudah tidak ada lagi pendapatan karena fisik yang sudah tidak kuat untuk bekerja, atau karena suatu keadaan sehingga mereka tidak mempunyai harta yang cukup.

Ditambah dengan sabda Rasulullah saw:

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكِ، إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مَنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ، فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ 

“Kamu dan hartamu adalah milik orang tuamu, sesungguhnya anakmu adalah hasil terbaik usahamu maka makanlah dari hasil usaha anakmu” (HR. Abu Daud)

Ikhlaskan Saja

Dalam kondisi sebagian anak hanya tahu dengan hak tapi lupa kewajiban inilah yang penulis maksud dengan sikap mental yang bermasalah, akhirnya timbullah kecemburuan dan ada rasa bahwa dia yang selama ini abai dengan urusan orang tua malah kadang mendapat bagian harta waris paling besar ketimbang mereka yang siang malam mengurusi orang tuanya.

Demi keharmonisan sesama baiknya memang iklaskan saja bahwa benar mereka punya hak yang suduah ditentutukan prosentasenya oleh syariat, perkara bahwa sebagian terkesan abai atau lupa kewajiban dengan orang tua selama ini, itu urusan mereka dengan Allah swt.

Cukuplah Allah swt dan rasulNya serta orang-orang mukmin lainnya tahu bahwa kita sudah berusah berbakti kepada orang tua, semoga bakti itu membuat hidup kita berkah di dunia maupun akhirat.

Wallahu A’lam Bisshawab



Judul lain :

Edisi Tafsir: Pornografi dan Pornoaksi dalam Penjelasan al-Quran
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Lahir Sebelum Enam Bulan Usia Pernikahan, Bagaimanakah Perwaliannya?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Sholat Sunnah Qobliyah dan Ba’diyah, Seberapa Penting?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tanda Orang Faham (Faqih) itu Pendek Khutbahnya
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Sholatnya Orang Mabuk
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Habis Aqad Nikah Langsung Talak
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Imam Ahmad bin Hanbal Punya Kontrakan
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Main Hape Saat Khutbah Jumat
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Mengapa Kita Tidak Boleh Berbeda?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Percobaan Akad Nikah
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Nasihat Cinta Dari Seorang Guru
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Bahasa Arab dan Pemahaman Syariah
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Suntik: Apakah Membatalkan Puasa?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Mudik, Berbuka atau Tetap Berpuasa?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Hak Waris Anak Dalam Kandungan
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Edisi Tafsir: Wanita Baik Untuk Laki-Laki yang Baik
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Madzhab Ustadz
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Huruf Waw dan Pengambilan Hukum Fiqih
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tidak Semua Harus Menjadi Mujtahid
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Ijab dan Qabul
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Kitab Percaya Diri dan Kitab Tahu Diri
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Haruskah Membiayai Walimah Dengan Harga Yang Mahal?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Menghadiri Undangan Walimah, Wajibkah?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Imam Malik bin Anas; Ulama High Class
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Mengapa Bagian Istri Lebih Sedikit Ketimbang Saudara?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Label Halal Makanan, Pentingkah?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Aqad dan Resepsi
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Mengapa Langsung Iqamah?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Harus Qadha Dulu Baru Boleh Puasa Syawal?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Menunggu Hasil Sidang Itsbat
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tafsir Pendidikan: Bismillah
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Hari Arafah dan Puasa Arafah Tidak Boleh Berbeda?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Melafazkan Niat Puasa Sesudah Sholat Tarawih
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Qiyamul Lail, Tarawih dan Tahajjud
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Perempuan: Tarawih Di Rumah atau Di Masjid?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Wasiat Harta Al-Marhum
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Bagaimana Cara Mandi Wajib Yang Benar?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Siapa Saja Yang Wajib Kita Nafkahi?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Hanya Tahu Hak dan Lupa Kewajiban
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Shalat Dhuha Berjamaah, Bolehkah Hukumnya?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Patungan Siswa Apakah Bisa Disebut Qurban?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Belum Aqiqah Tidak Boleh Berqurban?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Faidah Fiqih Dari Kisah Nabi Khidhr dan Musa AS
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Darah Karena Keguguran, Istihadhah atau Nifas?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tanda Tangan Mewakili Tuhan
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Jadilah Seperti Anak Adam (Habil)
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Nafkah Istri dan Orang Tua, Mana yang Harus Diutamakan?
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
4 Hal Terkait Niat Puasa Ramadhan
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Israk dan Mikraj Dalam Tinjauan Fiqih
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tiga Kelompok Manusia di Bulan Ramadhan
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Khutbah Idul Fitri 1437 H; Tauladan Nabi Yusuf as Untuk Hidup yang Harmonis
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Sifat Shalat: Berdiri Bagi yang Mampu
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Sifat Shalat: Membaca Doa Iftitah
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Tidak Boleh Potong Rambut dan Kuku
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Menjual Kulit dan Memberi Upah Panitia Qurban
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Beberapa Hal yang Disukai Dalam Penyembelihan Qurban
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Peruntukan Daging Qurban
Saiyid Mahadhir, Lc, MA
Jadwal Shalat DKI Jakarta 14-5-2024
Subuh 04:34 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:48 | Isya 18:58 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia