FIKRAH

Jangan Buru-buru Menyimpulkan Hadis

Jangan Buru-buru Menyimpulkan Hadis

by.
Memahami hadis itu tidak seperti memahami teks Pancasila. Ulama dan Fuqoha membutuhkan basic ilmu yang mapan agar tidak terpeleset memahami hadis. Hadis tidak hanya dipahami dari makna zhahir (eksplisit) saja. Namun ada makna tersirat (implisit) agar tidak rancu memahami hadis.

Jika anda ditanya apa hukum membawa anak kecil ke masjid, kemudian Anda menemukan hadis di bawah ini.

أخرج ابن ماجه من حديث واثلة بن الأسقع أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «جنبوا مساجدكم صبيانكم ومجانينكم وشراءكم وبيعكم وخصوماتكم ورفع أصواتكم وإقامة حدودكم وسل سيوفكم واتخذوا على أبوابها المطاهر وجمروها في الجمع»

"Diriwayatkan dari Ibnu Majah, dari hadis Watsilah bin al-Asqo’ bahwa Nabi SAW bersabda, ““JAUHKANLAH masjid-masjid kita dari ANAK-ANAK yang belum cukup umur, orang-orang gila kalian, jual-beli kalian, berbantah-bantahan, meninggikan suara kalian, menegakkan hukuman kalian, mencabut pedang-pedang kalian, dan buatlah tempat-tempat pembersih di depan pintu-pintunya dan berkumpullah kalian di masjid itu dalam berjamaah.”

Apa yang anda pikirkan? Bagaimana hukum membawa anak kecil ke masjid? Haramkah? Kalau jawaban anda haram, maka selamat, anda terkena virus. Kok bisa? Karena memahami hadis itu tidak semudah memahami teks Pancasila. Mamahami hadis butuh landasan-landasan ilmu agar tidak salah dalam menyimpulkan hadis tersebut. Makanya serahkanlah saja kepada ahlinya sebagaimana perintah Allah; (فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ) “ Maka bertanyalah kepada ahlinya jika kau tidak mengerti”. Dalam permasalahan fikih maka ahlinya adalah para mujtahid, para faqih (ahli fikih) dan para ulama yang sangat luas ilmu agamanya dan sangat takut dengan keharaman.

Mari kita menyikapi hadis di atas. Ketika seorang faqih dihadapkan dengan hadis di atas. Maka diantara yang perlu diteliti sebelum menentukan hukum fikih adalah meneliti status hadis tersebut. Shahihkah? Hasankah? Dhoifkah? Palsukah? Penghukuman sebuah hadis itu shahih atau tidak pun perkara ijtihad. Bukan wahyu dari Allah yang tidak bisa diselisihkan ulama. Mungkin saja sebuah hadis shahih menurut ulama A, kamudian Dhoif menurut ulama B.

Setelah mengetahui status hadis tersebut. Maka telitilah hadis lain yang satu tema dengan pembahasan ini. Apakah ada hadis yang maknanya bertentangan dengan hadis ini? Apakah mungkin terjadi kontradiksi pada sabda-sabda Nabi? Tidak, makanya perlu mengsinkronkan antara satu hadis dengan hadis lain agar semuanya bisa pakai.

Setelah dicek oleh para ulama maka diketahui bahwa pada hadis di atas, dalam sanadnya terdapat periwayat yang lemah. Dia adalah al-Harits bin Syihab. Inilah yang menjadikan hadis di atas lemah. Selain itu ternyata ada dua hadis yang maknanya justru menyisihi hadis di atas. Maka mulailah gugur pemahaman kita yang cetek tadi. Itu baru dua landasan ilmu yang kita pakai, yaitu; meneliti keshahihan hadis dan mengkomparasi hadis hadis yang satu pembahasan.

Dua hadis yang justru bersebrangan makna dengan hadis di atas adalah;

ما رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما عن أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كان يصلي وهو حاملٌ أُمَامَةَ بنتَ زينبَ بِنْتِ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم.

 

“Diriwayatkan oleh Bukhari (w. 256 H) dan Muslim (w. 261 H) dan Sahihnya, dari Abi Qotadah al-Anshari bahwa Rasul SAW shalat sambil membawa Umamah binti Zainab bin Rasulullah SAW”.

وأخرج الإمامان البخاري ومسلم في صحيحيهما عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: «إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ»

“Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Shahihnya, dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda (Sungguh saya masuk dalam shalat dan ingin memanjangkan bacaan, lalu saya mendengar tangisan anak kecil, lalu saya ringankan shalat karena saya tahu kerepotan ibu anak itu dari tangisan anaknya”.

 

Untuk memahami hadis juga bisa dibantu dengan membuka syarah (penjelasan) dari para ulama dan fuqoha. Misal pada hadis di atas yang super shohih karena diriwayatkan Bukhari dan Muslim, maka bisa kita cari dalam Fathul Bari syarah Shahih Bukhari. Sedangkan Shahih Muslim, bisa kita cari dalam al-Minhaj syarah Shahih Muslim.

Baiklah mari kita lihat bahaimana imam Ibnu Hajar (w. 852 H), Penulis kitab Fathul Bari, mengomentari hadis di atas.

قال الحافظ ابن حجر في "فتح الباري" (1/592 ط. دار المعرفة): [واستُدِلَّ به على جواز إدخال الصبيان في المساجد] اهـ

“ Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fahtul Bari (dan hadis ini bisa dijadikan dalil akan kebolehan memasukan anak kecil ke masjid).”

Sampai disini Anda sudah mengetahui jawabannya? Apa hukum membawa/memasukan anak kecil ke masjid? Boleh atau Haram? Kalau jawaban anda boleh, bagaimana jika mengganggu jamaah yang sedang shalat? Dari sinilah para fuqoha (jamak faqih; ahli fikih) berkomentar. Lebih baiknya kita merujuk ke 4 madzhab. Jika bisa, sebanyak-banyaknya. Namun sebagai contoh kita buka al-Majmu karya imam Nawawi (w. 676 H)

 

وقال العلامة الإمام النووي الشافعي في "المجموع شرح المهذب" (2/176، ط. دار الفكر): [قال المتولي وغيره: يكره إدخال البهائم والمجانين والصبيان الذين لا يميزون المسجد؛ لأنه لا يُؤْمَنُ تلويثُهم إياه، ولا يحرم ذلك؛ لأنه ثبت في الصحيحين أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم صلى حاملا أمامة بنت زينب رضي الله عنهما وطاف على بعيره، ولا ينفي هذا الكراهة؛ لأنه صلى الله عليه وآله وسلم فعله لبيان الجواز فيكون حينئذ أفضل في حقه فإن البيان واجب] اهـ.

 

“ Imam Nawawi asy-Syafi’i dalam kitab al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab berkata; “ Syeikh al-Mutawalli dan lainnya berkata; makruh memasukan hewan, orang gila dan anak kecil yang tidak bisa membedakan masjid (lainnya) karena dikhawatirkan akan mengotori masjid, namun hukumnya tidak haram karena ada hadis dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasul shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab dan beliau keliling dengan untanya. Ini menunjukan kemakruhannya karena Nabi melakukan itu untuk menunjukan kebolehannya, maka itu menjadi lebih baik dalam dirinya, karena menjelaskan hukum syariat itu wajib.”

 

Sudah bisa menyimpulkan hukum dari hadis? Apa hukum membawa anak kecil ke masjid? Makanya jangan terburu-buru menyimpulkan hadis, baik itu dari katanya katanya atau dari sumber yang kurang dipercaya. Terkadang satu kasus pun butuh merinci jawabannya. Pada kasus di atas, hukum memasukan anak kecil ke masjid dirinci menjadi dua. JIka anak itu tidak menggangu maka boleh, jika sudah pasti mengganggu maka makruh. Namun tidak dimarahi atau diusir, mereka hanya butuh dinasehati.

Ini baru empat langkah mudah agar tidak salah memahami hadis. Pertama meneliti status hadis. Kedua meneliti hadis hadis yang satu tema/pembahasan. Ketiga melihat syarah/penjelasan ulama. Keempat melihat/merujuk ke buku fikih tentang tema pembahasan yang sedang dicari. Empat langkah ini sifatnya hanya anjuran. Bukan syarat mutlak. Penulis hanya ingin memancing pembaca agar lebih menyelam mendalami bagaimana kita berinteraksi dengan hadis. Para ulama sudah banyak menulis tentang batasan-batasan berinteraksi dengan hadis. Sebutlah syeikh Yusuf al-Qaradhawi, beliau mengarang buku Kaifa Nata’amal Ma’as Sunnah an-Nabawiyah”. Dan masih banyak lagi ulama yang lain. Allahu a’lam bish shawab.



Judul lain :

Orisinalitas Syariat Islam
Krisis Ulama’: Penyebab dan Dampaknya (bag. 1)
Kompilasi Hukum Islam (KHI) : Antara Kritik dan Harapan
Adil Tak Selalu Sama Rata
Krisis Ulama': Penyebab dan Dampaknya (bag. 2)
Dukun Berkalung Surban
Ikhtilaf Itu Rahmat, Benarkah?
Awas, Sepupu Bukan Mahram
Bolehkah Wanita Ziarah Kubur?
Sholat Kok Sambil Jalan?
Penguburan Massal Dalam Pandangan Fiqih
Menyikapi Hidangan Ta'ziyah
Menelusuri Hukum Hiasan Dalam Masjid
Wajibkah Seorang Ibu Menyusui Anaknya?
Benarkah Imam Ahmad Seorang Ahli Fiqih?
Sejarah Istilah Fiqih dan Kitab Fiqih Pertama
Mengulangi Shalat Jamaah Dalam Satu Masjid
Ketika Darah Haid Nifas Berhenti di Waktu Ashar atau Isya'
Sentuhan Kulit Dengan Lawan Jenis, Batalkah Wudhunya?
Pesantren, Solusi Sekolah Murah Yang Tidak Murahan
Meninggalkan Sholat Karena Ragu-ragu Darah Haid Sudah Berhenti atau Belum
Ketika Ahli Waris Ada yang Menghilang
Tanggung Jawab Vs Tanggung Malu
Wajibkah Wanita Mengenakan Mukena Ketika Shalat?
Batas Aurat Sesama Wanita
Ternyata, Perempuan Justru Mendapatkan Lebih Banyak
Koalisi ala Rasulullah
Air Dua Qullah dalam Perspektif Madzhab Al-Syafi'i
Ijtihad, Dulu dan Sekarang
Singapura Lebih Islami dari Indonesia ?
Wanita Haidh Masuk Masjid, Kenapa Tidak Boleh?
Imam al-Kasani dan Maharnya
Puasa Wishal: Bolehkah? (Bagian-2)
Puasa Wishal: Bolehkah? (Bagian-1)
Puasa Syawwal : Apa dan Bagaimana
Antara Fardhu 'Ain dan Fardhu Kifayah
Hukum Wanita Haji Tanpa Suami atau Mahram
Jangan Buru-buru Menyimpulkan Hadis
Ternyata Qunut Subuh Itu Bid'ah
Nikah Dengan Syarat Tidak Poligami, Bolehkah?
Bolehkah Denda dengan Harta/Uang?
Sholat Subuh Berapa Rakaat ?
Apa Batasan Makmum Mendapat Satu Rakaat pada Shalat Gerhana?
Antara Fiqih dan Keimanan
Antara Istihadhah dan Haidh
Jadwal Shalat DKI Jakarta 16-5-2024
Subuh 04:34 | Zhuhur 11:51 | Ashar 15:13 | Maghrib 17:48 | Isya 18:58 | [Lengkap]

Rumah Fiqih Indonesia
www.rumahfiqih.com
Jl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia